Reza Laksmana: Perjalanan dan Pengalaman Membangun UGM Buddy Club

Kali ini, Komunita.ID akan menampilkan sosok pendiri UGM Buddy Club. Apa sih UGM Buddy Club itu? UGM Buddy Club adalah sebuah komunitas dimana mahasiswa-mahasiswi Universitas Gadjah Mada menjadi “buddy” atau rekan bagi mahasiswa-mahasiswi internasional yang belajar di UGM. Komunitas mahasiswa ini telah terbentuk sedari tahun 2014. Para “buddy” ini nantinya akan menjadi rekan akademik maupun non-akademik dari mahasiswa-mahasiswa internasional tersebut. Maka dari itu, kita baca bersama sepak terjang Reza Laksmana (Reza) dalam membentuk UGM Buddy Club berikut ini.

Awal mulanya, Reza, setelah menjalani program pertukaran selama satu semester di Universitas Nasional Seoul, pulang ke Indonesia dengan sebuah pemikiran yang mengganjal; kebanyakan universitas di Indonesia, termasuk UGM, belum memiliki wadah yang secara internal menjembatani komunikasi dan interaksi antarmahasiswa lokal dan internasional. Reza berpendapat bahwa komunikasi dan interaksi antarmahasiswa ini penting dan memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan proses pertukaran pikiran, ide, ilmu, informasi, dan persahabatan yang penting tak hanya untuk meningkatkan kapasitas intelektual, namun juga pembelajaran secara individual. Reza, yang saat itu masih mahasiswa aktif di jurusan ilmu Hubungan Internasional, memang sangat visioner. Ia kemudian mengajak kawan-kawan terdekatnya; Melisa, Dimas, Dana, Dewiana, Nurul Wakhidah, dan Swastaji, untuk membuat proposal dan membentuk UGM Buddy Club. Kawan-kawan ini juga memiliki pengalaman serupa dengan Reza. Mereka telah mengikuti program belajar ke luar negeri dan merasa bahwa “buddy system” amat penting untuk membantu mahasiswa internasional di UGM.

ugm buddy club_founders

(Dana, Reza, Melisa, Dimas, Swastaji; founder dari UGM Buddy Club)

Menurut Reza, berkembangnya fenomena globalisasi mengharuskan mahasiswa untuk dapat memiliki kemampuan bahasa internasional (terutama bahasa Inggris) dan pemahaman mengenai dunia yang lebih baik, serta di saat yang bersamaan membentuk kepribadian dengan wawasan terbuka dan kepercayaan diri. Poin-poin tersebut penting untuk membentuk pribadi mahasiswa untuk menjadi lebih kompeten. Maka dari itu, UGM Buddy Club menjadi wadah komunitas yang relevan dan diperlukan oleh mahasiswa lokal untuk dapat lebih berperan aktif dalam menciptakan mutual understanding. UGM Buddy Club juga dapat dijadikan sarana untuk berlatih kemampuan bahasa asing, memperluas wawasan kebudayaan internasional, dan tentu saja, berjejaring! Di lain pihak, komunitas ini juga pastinya dibuat dengan tujuan agar mahasiswa internasional dapat mengenal UGM, Yogyakarta, dan Indonesia dengan perspektif lokal. Mereka juga akan membangun banyak persahabatan dengan mahasiswa lokal. UGM Buddy Club kemudian menjadi lebih dari sekedar kegiatan yang dijalankan di kampus semata. Agenda tur keliling kota, movie night, nongkrong bareng dan jalan-jalan juga jadi hal yang mengasyikkan!

Tentu saja, dalam pelaksanaannya, UGM Buddy Club mengalami kendala. Yang pertama, tentu saja, adalah perbedaan budaya. Keberagaman budaya yang dimiliki UGM Buddy Club memberikan tantangan bagi mahasiswa lokal dalam menyesuaikan diri ketika harus berinteraksi dengan mahasiswa intenasional baik secara personal maupun komunal. Secara komunal misalnya, dalam membuat agenda kegiatan, UGM Buddy Club harus berhati-hati dalam memilih kegiatan yang menyenangkan, namun juga sesuai dengan adat istiadat setempat.

Selanjutnya adalah partisipasi. Menurut Reza, sebagai komunitas kemahasiswaan di tingkat universitas, anggota UGM Buddy Club dan mahasiswa internasional datang dari berbagai fakultas dan angkatan. Kalender akademik yang berbeda-beda membuat UGM Buddy Club sering menghadapi situasi ketika tidak banyak anggota datang ke acara yang telah ditentukan sebelumnya. Reza dan teman-teman kemudian berpendapat bahwa proses konsolidasi internal perlu dilakukan agar tingginya partisipasi dapat meningkatkan antusiasme dan menghidupkan suasana. Begitu pula dengan kerjasama antarfakultas agar kegiatan dapat diagendakan pada waktu-waktu yang tepat. Yang ketiga adalah hambatan secara struktural dan finansial. Format kegiatan UGM Buddy Club yang cenderung berbeda dengan komunitas mahasiswa kebanyakan membuat UGM Buddy Club harus mencari institusi yang cocok untuk mendukung legalitas dan memberikan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan mereka. Kebanyakan dari kegiatan UGM Buddy Club sangat membantu UGM dalam menyediakan layanan kemahasiswaan bagi mahasiswa internasional, seperti tutor, teman riset dan teman diskusi, juga mungkin pengalih bahasa. Maka dari itu dukungan legalitas dan finansial diperlukan agar status UGM Buddy Club sebagai komunitas mahasiswa dapat diakui secara formal dan kegiatan-kegiatannya dapat dilakukan secara maksimal. Reza sendiri cukup bersyukur bahwa program perdana UGM Buddy Club terbilang menuai sukses. Open recruitment untuk program selanjutnya kemudian dibanjiri oleh banyak lamaran dari mahasiswa UGM untuk menjadi “buddy”. Ia pribadi merasa harus berterima kasih kepada semua dukungan yang ia terima, terutama juga dari kakak-kakak “buddy” yang hebat di program perdana UGM Buddy Club.

Sekarang, UGM Buddy Club telah berjalan selama lima kali program. Apakah kalian tertarik untuk ikut serta menjadi “buddy”? Bila iya, tunggu open recruitment selanjutnya, ya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *