Harjuni Rochajati: Semangat Lempar “Bom” Rajut di Ruang Publik

Tak selamanya aksi pemboman diikuti dengan kehancuran. Tidak percaya? Coba tengok aksi yang dilakukan sekelompok perempuan yang dipimpin oleh Harjuni Rochajati ini. “Bom” yang mereka lemparkan ini justru meninggalkan keindahan yang memikat hati warga Jakarta dan sekitarnya.

Ya, sekelompok perempuan itu tergabung dalam komunitas bernama Rajut Kejut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, komunitas ini telah melempar “bom” keindahan di beberapa ruang publik di kota Jakarta. Coba saja tengok Taman Pandang depan Istana Presiden atau bangku-bangku di depan Museum Nasional. Semuanya tampak cantik mencolok setelah “didandani” oleh rajutan tangan ibu-ibu kreatif ini.

Kata Ati—begitu sapaan akrab ketua komunitas ini- rajutan tersebut tak sembarang diberikan, melainkan punya tujuan tertentu di baliknya. “Selain untuk mempercantik ruang publik, rajutan di muka publik juga digunakan untuk menyuarakan isu dan aspirasi mereka atas fenomena-fenomena sosial yang sedang terjadi,” jelas Ati.

Resmi didirikan pada 2014 lalu, komunitas yang diinisiasi Ati dan bersama teman-temannya  ini pertama kali terinspirasi dari gerakan bom benang di kota Makassar, yakni komunitas Quiqui Makassar. Ati kemudian tergerak untuk membuat gerakan serupa di kotanya dan mengajak banyak orang di sekitarnya untuk ikut serta menghias ruang publik.

“Saat itu saya jadi panitia Jakarta Bienalle lalu mengajak teman-teman untuk melakukan yarn bombing tapi ternyata tak semudah yang dibayangkan. Kemudian di 2014 saya coba bikin fan page di media sosial, mengaajak 10 teman untuk menghias kursi-kursi di trotoar, dari situlah semua berawal,” ujar Ati.

Kegiatan komunitas ini pun awalnya tak punya sumber pendanaan. Ati mengatakan, semua pendanaan berasal dari kantong masing-masing anggotanya atau berasal donasi rajutan granny knitting dari masyarakat di berbagai daerah. Faktanya banyak masyarakat yang ingin menjadi bagian dalam gerakan sosial di ruang publik ini.

Tak hanya menggarap bangku taman, ibu dua anak bersama teman-temannya ini juga telah melakukan banyak hal mengejutkan lainnya, mulai dari mendandani bemo di perhelatan Car Free Day hingga menghias gerbong Commuter Line Jabodetabek dengan rajutan berwarna merah dan putih.

Meski terlihat menyenangkan dan membawa dampak positif bagi ruang publik, kegiatan yang dipimpin Ati ini nyatanya tak luput dari tantangan. Tantangan itu diungkapkan Ati berupa dan munculnya rasa cemas akan teguran pihak berwajib ketika beraksi di ruang publik.

“Bikin rajutan di ruang publik itu bikin deg-degan. Saya takut didatangi polisi atau ditegur atas aksi ini. Belum lagi kepikiran mempertahankan karya rajut di ruang publik supaya nggak diambil tangan-tangan jahil. Tapi anehnya, semakin lama justru rasa cemas dan jantung berdebar itulah yang memacu saya untuk membuat lebih banyak kejutan melalui karya rajut,” jelas perempuan yang pernah bekerja sebagai Kepala Kantor Dewan Kesenian Jakarta ini.

Semangat tadi makin bergelora dengan adanya respon positif dari masyarakata. Kata Ati, biasanya mereka yang tertarik dengan karya Rajut Kejut akan memotret lalu mengunggahnya di media sosial. Apresiasi juga datang dari rekan-rekan media dengan memuat artikel seputar kegiatan Rajut Kejut.

Ati mengatakan lebih lanjut, kala itu karyanya juga diapresiasi langsung oleh Basuki Tjahaja Purnama, yang kala itu masih menduduki kursi nomor satu di Jakarta. Kata Ati, pria yang akrab dipanggil Ahok itu hadir dan memuji karya Rajut Kejut di Taman Pandang Istana Negara.

Ketika ditanya soal ketertarikannya dengan dunia merajut, perempuan kelahiran 1970 ini mengatakan, hobinya berawal dari rasa penasaran akan kegiatan merajut yang teman-temannya lakukan di 2010. Ia kala itu mulai mencoba pola-pola sederhana dan simsalabim…berkat ketekunannya, tangan-tangannya kini lincah merajut benang warna-warni.

Ati menambahkan, “Jujur saja saya bukan termasuk orang yang sabar dan telaten. Tapi teman-teman aku bilang kalau merajut itu tidak sulit, maka saya pun mulai mempelajarinya. Asal sudah tahu polanya dan banyak berlatih, pasti mudah untuk menyeleasikan sebuah karya rajutan.”

Kemudian Ati mengungkapkan keinginannya agar kedua anaknya yang beranjak remaja belajar merajut agar lebih telaten dan tak melulu bergantung pada gadget.  “Meski demikian, saya tak memaksa mereka untuk suka merajut.  Semua tergantung mereka, terbukti mereka pernah ikut aksi yarn bombing bersama Rajut Kejut, lho!” tuturnya bangga.

Selanjutnya perempuan yang pernah mengambil studi antropologi ini berharap, ia bersama Rajut Kejut bisa terus berkarya dan memberi kejutan-kejutan manis untuk warga kota. “Saya juga berharap kelak dapat bekerja sama dengan pihak pemerintah dan makin semangat mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam sesi yarn bombing kami berikutnya,” tutupnya.

Dokumentasi: Harjuni Rochajati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *