Saat seluruh partisipan acara berdiri tuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, semua hadirin menyanyikan dalam suasana khidmat. Itulah suasana saat pembukaan dialog publik yang dilaksanakan oleh Jaringan Gusdurian Kalimantan Selatan bertemakan “Gus Dur: Setara dalam kemajemukan”. Diskusi ini dihadiri hampir seluruh pemuka agama besar dan aliran-aliran di Indonesia dan peserta dari masyarakat umum sekitar 100 orang. Para peserta diskusi ini terlihat sangat antusias mengikuti acara. Dalam diskusi ini ada 4 tokoh yang berlaku menjadi pembicara yaitu Bante Saddhaviro Mahatera, Uskup Petrus Boddeng Timang, Prof.Dr.H.Mujiburrahman,MA. dan yang pasti adalah Putri sulung Gus Dur yang juga sebagai Pengayom Jaringan Gusdurian yaitu Alissa Qatrunnada Munawwaroh Wahid atau yang lebih kita kenal sebagai Alissa Wahid.
Bante Saddhaviro Mahatera yang diberikan sebagai pembicara pertama membeberkan pengalaman beliau dan jasa2 Gus Dur yang beliau rasakan. Namun itu tidak berhenti disana, Bante Sada begitu beliau dipanggil akrab juga menjelas bagaimana pentingnya pendalaman pemahaman agama dan moral untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Beliau memberikan ilustrasi yang menarik bahwa kehidupan manusia yang beragama sama dengan jari-jari ditelapak tangan kita. Kalau pemahaman keagamaan kita yang masih dangkal maka kita seakan-akan berada diujung jari terpisah jauh, namun jika terus berusaha mendalami agama dan memperbaiki moral kita maka kita akan berjalan hingga akhirnya kita semua akan menemukan kesamaan tujuan yaitu Tuhan.
Kesempatan kedua diberikan kepada Uskup Petrus Boddeng Timang, dimana beliau bicara cukup singkat dan membeberkan pengalaman beliau dalam dunia literasi dengan Gus Dur. Dalam spirit yang sama dengan Bante Sada pembicara sebelumnya, Uskup juga memberikan perhatian khusus bahwa kita sebagai umat manusia yang hidup di Indonesia ini harus banyak meneladani Gus Dur dalam membangun hubungan yang harmonis dengan umat beragama yang lain. Sebagaimana sudah dilakukan dan dicontohkan oleh Gus Dur sendiri.
Pembicara yang ketiga adalah Prof. Dr. H. Mujiburrahman, MA., beliau menuliskan makalah yang berjudul “Pemikiran Gus Dur Tentang Kesetaraan dalam Perbedaan” . Mujiburrahman mengawali tulisan dan pembicaraan beliau dengan menceritakan pengalaman beliau saat pertama kali bertemu dengan Gus Dur saat diundang dalam suatu acara di Kalimantan Selatan. Dalam membeberkan ide-ide dalam tulisan beliau banyak menceritakan bagaimana Gus Dur membangun suasana humanis dalam beragama, dan selalu konsisten membela mereka yang tertindas. Dari Ahmadiyah hingga penyanyi Inul Daratista yang dibela oleh Gus Dur membuktikan bahwa Gus Dur konsisten membela mereka yang hak-haknya ditindas oleh pihak mayoritas, dalam usaha pembelaan ini Gus Dur tidak jarang mendapatkan celaan dan hinaan namun Gus Dur tak bergeming sehingga banyak yang memberi predikat Gus Dur sebagai pahlawan para kaum tertindas.
Dikesempatan terakhir ini, Alissa Wahid yang diplot sebagai pembicara yang berbicara sebagai pelindung dari Jaringan Gusdurian ini banyak berbicara bagaimana kiprah Jaringan Gusdurian di berbagai daerah. Banyak hal yang sudah dilakukan Gusdurian di Indonesia, dari menjalin hubungan antar iman, advokasi pada ketertindasan masyarakat kecil di hadapan industri ekstraktif dll. Alissa juga menjelaskan bagaimana kiprah Gus Dur membela kaum papa, ada beberapa cerita tentang Gus Dur yang membuat para audiens tertawa seakan-akan kita diberitahu bahwa beragamalah dengan perasaan riang dan tanpa beban. Mbak Alissa begitu beliau akrab dipanggil banyak menekankan bahwa Jaringan harus bergerak sesuai dari 9 nilai perjuangan Gus Dur dan sangat berharap dengan kehadiran Jaringan Gusdurian Kalimantan Selatan menjadi motor penggerak kaum muda untuk menjaga kedamaian dan kerukunan antar umat beragama dan menjadikan Indonesia jadi lebih baik lagi
Para peserta yang diberikan kesempatan untuk bertanya, malah banyak memberikan komentar yang berharap kiprah Jaringan Gusdurian di Kalimantan Selatan ini bisa menjangkau masyarakat lebih luas lagi di Kalimantan Selatan. Di kesempatan kedua ini Alissa Wahid dan Prof. Dr. Mujiburrahman yang memberikan jawaban dari peserta yang bertanya sebelumnya. Alissa Wahid memberikan jawaban dengan menegaskan bahwa Jaringan Gusdurian akan berusaha menjadi ikon dalam perjuangan untuk memajukan Indonesia dan Prof. Dr. H. Mujiburrahman lebih banyak berkomentar bahwa anak muda adalah aset untuk Indonesia.
Sumber: http://www.gusdurian.net/id/peristiwa/DIALOG-PUBLIK-GUSDURian-Kalsel-Setara-Kemajemukan/
FOTO: DOK. GUSDURIAN