KontraS: Kecam Kebrutalan Aparat Polisi di Dongi-Dongi

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] mengecam penembakan yang dilakukan oleh pihak aparat ke petani yang sedang aksi memperingati Hari Ketiadaan Tanah di Dongi-Dongi, Sulawesi Tengah pada 28 Maret 2016. Aksi tersebut dilakukan oleh massa sebagai bentuk respon atas ketidakadilan yang dialami oleh para petani, buruh, dan penambang dalam pengelolaan Sumber Daya Agraria. Pada kasus ini, setidaknya mengakibatkan 14 orang tertembak (ada yang dibagian kepala, telinga, punggung, pinggang, pantat dan kaki) dan sisanya mengalami penganiayaan yang keduanya dilakukan oleh aparat. Sementara 94 orang mengalami penangkapan dan penahanan sewenang-wenang oleh pihak kepolisian.

Berdasarkan informasi yang kami terima, saat massa aksi sampai di Ranoromba, mereka ditahan oleh pihak polisi dan meminta untuk digeledah agar tidak membawa senjata tajam dan Rep (bongkahan batu yang mengandung emas). Padahal Rep tersebut akan mereka jual di Poboya untuk kebutuhan logistik saat aksi (makan, minum dan bahan bakar kendaraan). Saat negosiasi terjadi, massa yang dari belakang yang tidak tahu sedang terjadi negosiasi di depan mulai berteriak “maju sudah!” (terus jalan). Tindakan ini dianggap oleh polisi sebagai upaya membuka blockade, dan menembakan gas air mata. Massa yang masih berada di atas mobil turun ke jalan dan berlarian mundur. Pihak keamanan mulai menembak massa secara membabi buta ke arah massa. Beberapa orang tertembak.

Jika ditarik garis ke belakang, intimidasi terhadap gerakan tani pernah terjadi beberapa tahun silam. Pengebirian dan penculikan terhadap 13 petani dari Desa Dongi-dongi dan Kamamora, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah terjadi pada 28 Januari 2014 saat mereka sedang mengolah lahan. Insiden itu terjadi bertepatan dengan pembukaan Kongres Forum Petani Merdeka (FPM) Dongi-dongi, yang merupakan organisasi di mana ke-13 petani tersebut bernaung. Sederet peristiwa yang terjadi ini menjadi potret buruk aparat yang menggunakan kekuatannya secara sewenang-wenang dan abai menjadi pelindung bagi masyarakat.

Dalam peristiwa hari ini, kami melihat anggota polisi telah gagal melakukan upaya pencegahan (preventif) serta penilaian terkait perlunya tindakan (nesesitas) yang seimbang (proporsionalitas) dan masuk akal (reasonable) sehubungan dengan penggunaan kekuatan dalam peristiwa tersebut, sebagaimana yang diamanatkan oleh Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Tindakan berlebihan yang berujung kekerasan dan pelanggaran HAM tersebut juga bertentangan dengan Perkap No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa serta Perkap No. 9 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum.

Foto dan narasi dikutip dari laman resmi KontraS.

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *