The Habibie Center: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Capai 5,3%

The Habibie Center memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sekitar 5,2- 5,3% dengan harapan investasi (belanja modal) pemerintah bisa menjadi stimulus bagi investasi sektor swasta.

Ekonom Habibie Center Umar Juoro mengatakan, tahun ini berbagai proyek infrastruktur yang dibiayai belanja modal tahun lalu sekitar Rp 213,3 triliun akan mulai terbangun. Ia berharap fondasi ekonomi yang dibangun tahun lalu lewat pembangunan berbagai infrastruktur terus dilajutkan tahun ini.

“Di 2015, belanja modal terealisasi 84,37% dari target Rp 252,8 triliun. Saya kira tahun ini tidak akan banyak berbeda. Realisasi belanja modal itu bukan hanya soal persentase tapi efektivitasnya. Pertumbuhan 52-53 persen oke, asal efektif,” kata dia, di Jakarta, Rabu (13/1).

Dalam APBN 2016, pemerintah menganggarkan sekitar Rp 315 triliun untuk belanja infrastruktur dengan distribusi terbesar pada Kementerian PUPera sekitar Rp 104 triliun, naik dari tahun lalu Rp 295 triliun dimana Kementerian PUPera mencapai Rp 119 triliun. Adapun, belanja modal rencananya diamandemen melalui APBNP sesuai realisasi tahun lalu agar lebih realistis.

“Harus lebih realistis mengingat harga minyak turun, perkiraan para lembaga keuangan yang selama ini membentuk harga ada di kisaran US$ 20 per barel, ini pasti akan berdampak pada penerimaan PPh migas maupun PNBP SDA migas. Jadi, asumsi target penerimaan (pajak) harus diubah, begitu juga belanja (modal) harus disesuaikan,” tambah dia.

Umar Juoro mengatakan, beberapa DIPA K/L sudah mulai ditenderkan bulan ini. Diharapkan sektor swasta lebih cepat bergerak, dibanding tahun lalu yang memang terkendala nomenklatur kabinet yang baru selesai sekitar Juni. Namun demikian, diakuinya perusahaan swasta banyak mengalami kontraksi akibat pelemahan harga komoditas dan depresiasi rupiah sepanjang tahun lalu sekitar 11%. Sedangkan tahun ini rupiah diperkirakan terdepresiasi rata-rata menjadi Rp 13.400 per dolar AS dan pada akhir tahun sekitar Rp 13.900 per dolar AS.

“Mereka masih perlu mengkonsolidasi balance sheet dan cash flow, makanya harapannya investasi dari asing melalui PMA masih besar, di satu sisi tantangan global masih perlambatan ekonomi Tiongkok tapi kan justru investor cari alternatif. Ini yang perlu fasilitasi strategi investasinya lewat perizinan dan sebagainya, apalagi secara politik kita lebih stabil, masih lebih besar sizenya dari Vietnam, namun perlu diwaspadai utang luar negeri swasta yang tumbuh terlalu cepat, ini perlu diarahkan ke ekuitas ketimbang utang,” kata dia.

Berita dan foto disadur dari sumber.

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *