Intoleransi Marak, Seniman-Seniman Yogyakarta Protes Lewat Graffiti

Karya seni grafiti menggelitik pejalan, menghias dinding kusam. Grafiti di dinding Jembatan Kleringan atau Kewek Yogyakarta itu bercat dominan hitam. Coretan nyeni itu ada di bagian barat dan timur jembatan. Ada tanda tanya besar dan kalimat City of Tolerance bercat kuning, tepat di tengah sebuah dinding bagian barat Jembatan Kewek.

Tulisan serupa juga ada di dinding sebelah timur. Tulisan yang mencolok juga muncul di dinding bagian barat. Dinding itu bertuliskan penyeragaman membunuh keberagaman dengan cat semprot berwarna oranye. Pembuatnya adalah seniman yang tergabung dalam Forum Solidaritas Jogja Damai. Forum yang dibentuk berbagai individu, organisasi, dan kelompok kreatif di Yogyakarta mendorong keadilan bagi kelompok minoritas, yang mengalami kekerasan kelompok intoleran. “Grafiti itu penanda kami berkabung terhadap maraknya kasus intoleransi,” kata Patub, anggota Forum Solidaritas Jogja Damai.

Sebanyak 20-30 seniman menciptakan grafiti itu pada Sabtu menjelang tengah malam, 9 April 2016. Selain di dinding Jembatan Kewek, seniman juga menciptakan grafiti di dinding Jalan Parangtritis. Karya seni itu menggambarkan ironi bagi Yogyakarta yang menyandang predikat sebagai city of tolerance, kota pendidikan, kota pelajar, kota budaya, dan kota istimewa.  Di daerah ini kasus intoleransi  yang melibatkan kelompok yang mengatasnamakan agama semakin bertambah. Aparat tidak tegas, lamban, dan malah membiarkan kasus intoleransi.

Seniman lainnya, Andre mengatakan teks penyeragaman membunuh keberagaman pada grafiti menggambarkan kelompok reaksioner yang memaksakan kehendak. Mereka memaksakan persamaan persepsi, keyakinan, ide, dan ekspresi.  Tindakan itu mengancam demokrasi dan keberagaman di Yogyakarta. Sedangkan, tulisan City of Tolerance  sebagai bagian dari upaya seniman mempertanyakan ulang makna itu dan relevansinya bagi Yogyakarta.

Selain menciptakan karya grafiti pada dinding, seniman di Yogyakarta menciptakan karya yang diunggah di media sosial. Satu di antaranya adalah poster ciptaan Anti-Tank. Poster bertuliskan ‘ hadang fasisme’ berlatar warna merah. Dalam poster itu terdapat tangan yang menggenggam pergelangan tangan dengan sebuah pedang.

Ada juga poster berlatar warna hitam bertuliskan ‘Jogja City of Intolerance’. Karya-karya Anti-Tank selama ini banyak menghias sudut kota yang lekat dengan kritik sosial. “Poster itu media kampanye untuk menandingi kampanye bernada kebencian oleh ormas,” kata Andre.

Setara Institute merilis hasil kajiannya tentang kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan pada 2015. Hasil laporan itu menunjukkan Daerah Istimewa Yogyakarta masuk dalam lima besar provinsi dengan pelanggaran tertinggi. Ada tiga penyebab daerah ini masuk dalam provinsi dengan peringkat pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan tertinggi. Pertama, faktor dinamika kepemimpinan di tingkat lokal. Kedua, pertumbuhan kelompok sosial yang menampilkan wajah dan tindakan intoleran. Mereka memanfaatkan keterbukaan masyarakat Yogyakarta. Ketiga, lemahnya kontrol legal dan kontrol sosial.

Foto dan narasi diambil dari sumber.

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *