Film adalah sarana yang bisa dibilang sangat dahsyat untuk mempelajari bahasa asing,karena film menyediakan contoh-contoh percakapan dalam berbagai situasi. Dalam film, apalagi serial drama/sinetron yang memiliki episode yang panjang, kita bisa mendapatkan contoh percakapan hampir meng’cover’ semua situasi kehidupan kita sehari-hari. Dalam serial drama yang panjang, kita bisa mempelajari percakapan penutur asli dalam berbagai situasi seperti situasi saat marah, senang, benci, sedih, gembira, jatuh cinta dan lain-lain. Dari sinilah, meskipun kita tidak berada di negara tempat bahasa yang sedang kita pelajari, tapi kita tetap bisa mempelajari percakapan bahasa asing sehari-hari melalui film atau serial drama. Menghayati emosi dalam film asing juga perlu untuk kita pelajari agar kita mampu memahami kosakata-kosakata baru dan bagaimana respon emosi yang sesuai.
Meskipun demikian, tidak sembarangan film atau serial drama bisa kita gunakan untuk belajar. Jika kita ingin belajar memahami percakapan bahasa asing sehari-hari, kita harus mempunyai film atau serial drama yang memiliki dua jenis subtitle; subtitle dalam bahasa Indonesia dan subtitle dalam bahasa yang dipakai dalam film tersebut. Kenapa demikian? Karena dengan adanya subtitle bahasa yang dipakai dalam film tersebut, kita bisa lebih mampu memahami percakapan dan kata-kata apa saja yang dipakai dalam film tersebut. Karena jika tidak ada subtitle dalam bahasa asingnya (hanya ada subtitle bahasa Indonesia), maka kita akan menemui kesulitan dalam menangkap pelafalan dan setiap kata yang diucapkan oleh para penutur asli. Meski kita bisa mendengar bunyi suara yang keluar dari para penutur asli, tapi seringkali kita akan merasa kesulitan menebak kata apa yang diucapkan oleh para penutur asli dalam film. Hal ini sangatlah wajar terjadi mengingat telinga seseorang yang tidak terlatih atau yang masih asing dengan suatu bahasa tertentu akan ‘salah’ mendengarkan bunyi yang dari suatu kata yang diucapkan oleh penutur asli.
Setelah kita mendapatkan film ataupun serial drama dengan dual subtitle, langkah berikutnya adalah meng’copy’ emosi. Kata meng’copy’ emosi di sini mungkin terdengar aneh, akan tetapi maksud sebenarnya adalah kita memahami situasi yang ditampilkan dalam sebuah adegan film tersebut dan mencoba untuk menghayati setiap percakapan dan aliran emosi yang terjadi di dalamnya. Hal ini mirip dengan saat seseorang memahami perannya sebelum ia tampil dalam sebuah theater, di mana setelah mencoba menghayati peranannya, dia mulai beraksi memerankan perannya dengan sealami mungkin.
Meng’copy’ emosi dalam film adalah penting untuk melakukan penghayatan bahasa asing yang dipelajari. Cara melakukan adalah, kita pilih satu adegan yang paling kita sukai dalam film tersebut. Sebagai contoh, misalnya ada adegan di mana terdapat seorang laki-laki yang sedang merayu wanita. Dalam adegan tersebut kita harus memahami kata-kata apa saja yang dipakai oleh penutur asli dalam dalam merayu. Setelah kata-kata tersebut kita pelajari, pahami dan kemudian kita hapalkan, langkah berikutnya kita hayati emosi yang muncul dalam kata-kata tersebut, dan setelah kita mendapatkan ‘rasa’nya, langkah berikutnya adalah kita praktekkan. Kalaupun kita tidak memiliki partner dalam berpraktek, kita bisa melakukannya dengan partner bayangan. Bayangkan saja kita sedang menghafal naskah dialog kita sebelum kita tampil dalam sebuah pertunjukan theater. Meskipun terasa canggung, tetapi hasil latihan seperti ini sangatlah dasyat.
Jika kita bisa menghayati dan menghayati emosi dalam setiap situasi yang diperagakan dalam film atau serial drama dalam latihan yang panjang, maka ‘sense’ dari bahasa asing yang kita pelajari akan dapat kita tangkap. Sehingga dalam praktek berbahasa asingpun, kalimat-kalimat akan terdengat sangat alami dan hidup bagi telinga penutur asli. Jika kita bisa menguasai frasa dan kata-kata yang dipakai di banyak situasi seperti situasi sedang senang, sedih, gembira, jatuh cinta, kebingungan, berdebat, dan lain-lain, maka kita akan bisa berkomunikasi dengan penutur asli bahasa tersebut dengan lebih bebas dan alami.
Saat kita senang, kita tahu apa yang harus dibicarakan, saat sedih atau saat ingin mengeluh kita tahu apa yang harus dikatakan dan lain sebagainya. Menghafal kosakata bahasa asing dengan disertai penghayatan emosi yang muncul dari setiap kata tersebut akan jauh lebih cepat dari pada kita hanya menghafalkan satu daftar panjang kosa kata dengan emosi yang datar-datar saja. Kenapa? Karena tidak adanya penjiwaan dan kita tidak ikut terlibat di dalamnya. Seseorang yang menghafal sebuah kosakata dengan penghayatan emosi akan cenderung lebih cepat hafal dan menancap lebih lama dalam memorinya karena seseorang tersebut secara emosi merasa terlibat di dalamnya. Dengan kata lain, dia bisa menjiwai setiap kata-kata yang dia ucapkan. Dengan penjiwaan inilah bahasa asing akan terasa seperti bahasanya sendiri.
Pada tahapan awal mungkin memang kita hanya menghafal kata-kata tersebut, akan tetapi setelah kita sering berkomunikasi dengan penutur asli dan tahu bagaimana merespon situasi-situasi tersebut, maka kita akan bisa sampai pada tahapan di mana kita mampu menciptakan kalimat-kalimat kita sendiri tetapi tetap terdengar alami.
Kiat ini ditulis oleh Krisna, hyperpolyglot yang juga founder dari Polyglot Indonesia.
Narasi dan foto diambil dari laman resmi Polyglot Indonesia.