Setelah 5 tahun berdiri, Aspera, sebuah komunitas pecinta reptil yang bermarkas di bilangan Depok, Jawa Barat, tetap fokus melakukan kegiatan sosial demi melestarikan aneka reptil seperti ular, kadal dan biawak.
Menurut Arby Krisna, kepala diklat Aspera, tujuan berdirinya komunitas ini tak lain ingin mengubah stigma buruk masyarakat terhadap reptil khususnya ular menjadi lebih positif. Nama Aspera dipilih karena berasal dari nama spesies ular tanah asli Indonesia, yakni Candoia aspera, yang di sini dikenal sebagai ular mono tanah.
“Aspera berdiri pada 4 Juli 2011, tujuan dbentuknya, kami ingin mengubah pandangan masyarakat kepada ular karena orang itu kalau melihat ular lebih banyak membunuh daripada diamankan atau dikembalikan ke habitat aslinya,” jelas Arby.
Untuk mewujudkan misinya tersebut, Aspera kerap menggelar kegiatan sosial berupa kopdar, rescue, edukasi dan tak jarang turut serta me-monitoring populasi ular di alam liar bersama mahasiswa UI dan IPB. Diluar itu, Aspera juga menggandeng dokter hewan.
Arby menambahkan, komunitas yang beranggotakan 30 orang tersebut saat ini telah memiliki koleksi sedikitnya puluhan ular asli Indonesia, seperti ular ruling, cobra Jawa, ular bangkai laut, ular cincin emas, ular pucuk, ular koros serta jenis piton dan boa.
Arby mengatakan, selain ular milik Aspera, masing-masing anggota Aspera yang sebagian besar mahasiswa tingkat akhir juga memelihara ular jenis piton karena dianggap tidak berbisa.
Di tengah kegiatan sosialnya, Aspera juga tak lupa melakukan pelestarian ular. Setiap Aspera mendapati ular yang berada di kawasan yang tak semestinya didiami ular, Arby bersama anggota selalu sigap mengembalikannya ke alam liar sehingga populasi dan ekosistem habitat ular tetap stabil.
“Ular-ular koleksi Aspera kami gunakan untuk edukasi ke jenjang Sekolah Dasar hingga perkuliahan sebagai bentuk kegiatan sosial untuk menghilangkan pandangan buruk masyarakat terhadap ular. Kepemilikan ular di Indonesia itu tidak butuh surat-surat. Karena di Indonesia sendiri ular yang dilindungi itu hanya 2 jenis yakni sanca bodo dan sanca hijau Papua,” tutur Arby.
Ke depannya, Arby berharap Aspera dapat dirangkul pemerintah khususnya Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan kegiatan pelestarian reptil, karena sampai dengan saat ini operasional Aspera diakui Arby hanya menggunakan dana pribadi kelompok.
“Kami berharap bisa jalan bareng bersama pemerintah dalam melakukan pelestarian reptil, tapi sampai dengan saat ini belum ada tanda-tandanya,” tutup Arby.