Komunitas Akar Tuli: Aksi teman-teman tunarungu menunjukkan potensinya

“Membanggakan, sebuah kata yang dapat mewakili kekaguman atas penampilan anggota Komunitas Akar Tuli Malang yang dengan lincah dan cantik menari di atas panggung.”

Sungguh, penampilan penari-penari yang nyaris sempurna membuat mereka tidak terlihat seperti kaum difabel (berkebutuhan khusus). Hal ini membuktikan bahwa keberadaan komunitas peduli tunarungu seperti Akar Tuli mampu memberikan angin segar bagi perkembangan potensi diri anggotanya.

Bukan rahasia umum, jika masih banyak orang yang masih memandang sebelah mata pada kaum difabel. Mereka masih dianggap orang yang ‘berbeda’, bahkan dalam banyak hal masih didiskriminasikan. Perlakuan diskriminatif itu tentu membuat mereka merasa tersisih, minder, bahkan ciut semangat hidupnya.

Meski pada kenyataannya, masyarakat normal dan difabel tidak banyak memiliki perbedaan. Lihat saja, faktanya perbedaan itu hanya dalam satu, dua hal saja. Khusus untuk tunarungu, mereka dan kita hanya berbeda dalam hal komunikasi. Seandainya kita bisa memahami mereka, tentu tidak akan ada lagi sekat. Seandainya…

Yap, hal itu tidak akan berhenti di kata ‘seandainya’ jika Anda bergabung dengan Komunitas Akar Tuli. Digagas oleh Nur Syamsan Fajrina, Dina Amalia Fahima, Octaviany Wulansari, Muria Naharul Hudan Najilul Ulum, dan Fikri Muhandis.

Komunitas ini diresmikan pada 13 September 2013. Akar Tuli sendiri berarti Aksi Arek Tuli. Bertujuan untuk: pertama, membuka kesempatan teman-teman tunarungu untuk menunjukkan potensinya.

Kedua, memperjuangkan aksesibilitas tunarungu dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan hukum yang selama ini belum berjalan dengan baik. Ketiga, mengusahakan terjalinnya komunikasi yang baik antara kaum tunarungu dan kaum hearing (normal, bisa mendengar).

Sehingga, komunitas ini selalu gencar memperluas sosialisasi bahasa isyarat sebagai bahasa komunikasi utama. Tentunya, untuk memperjuangankan kesetaraan antara kaum tunarungu dan hearing

Tidak hanya diperuntukkan bagi kaum tunarungu, Komunitas Akar Tuli pun terbuka bagi kaum hearing. Para hearing bisa bergabung dan berpartisipasi sebagai relawan atau peserta kegiatan pelatihan bahasa isyarat. Seperti yang dilakukan Astarita Septia Nufaya Latuperisa, hearing yang saat ini berperan menjadi penerjemah di Komunitas Akar Tuli.

Berawal dari iseng melihat aksi anggota Akar Tuli pada acara Car Free Day di Malang, gadis Indo-Belanda ini memutuskan belajar bahasa isyarat. “Saat itu saya melihat teman-teman tuli yang sangat  bersemangat mengajak pengunjung untuk belajar bahasa isyarat. Saya pun tertarik, dan memutuskan untuk belajar bahasa isyarat di Komunitas Akar Tuli. Setelah menguasai, sekarang saya turut mendukung mereka dengan menjadi penerjemah bagi orang-orang yang belum mengerti bahasa isyarat,” tutur mahasiswa yang biasa disapa Septi itu.

Menurut Septi, banyak hal berharga yang ia peroleh dengan bergabung dengan Komunitas Akar Tuli. Sebuah tempat di mana semangat belajar dan berbagi sungguh amat besar. “Komunitas ini berisi orang-orang yang daya juang hidupnya tinggi. Teman-teman Tuli di komunitas, lebih suka disebut dengan Tuli dari pada tunarungu. Tuna berarti ketidakmampuan. Nah, teman-teman tidak suka disebut demikian. Sebab, meski tidak sempurna mereka yakin akan mampu dengan terus belajar dan berusaha maksimal. Semangat inilah yang menginspirasi saya,” ucap Mahasiswa S1 Keperawatan itu.

“Tidak hanya bersemangat belajar, teman-teman Tuli juga sangat antusias dalam berbagi dan berkolaborasi terkait apa saja yang mereka bisa kepada semua orang.”

Bukan saja berbahasa isyarat, tapi banyak kemampuan lainnya seperti tarian tradisional, break dance, teater, dan lain sebagainya. Sampai saat ini, kebanyakan kaum Tuli di komunitas ini tidak pernah sepi prestasi. Baik tingkat provinsi, nasional, bahkan internasional.

Kegiatan di dalam komunitas ini di antaranya pelatihan kemampuan untuk kaum tuli, mengenal tentang ketulian dan hak tuli dalam berorganisani dan kehidupan sehari-hari, pelatihan bahasa isyarat, diskusi mengenai isu ketulian dan kehidupan hearing people. 

Selain itu, komunitas ini telah banyak berkolaborasi dengan berbagai pihak dan terbuka untuk kerja sama. Baru-baru ini, Komunitas Akar Tuli baru saja menggelar Seminar Nasional bertajuk “Hear Our Sign” di Aula BAU Universitas Muhammadiyah Malang yang dihadiri sekitar 300 orang. Terlihat mulai banyak orang yang peduli pada hak kaum berkebutuhan khusus.

Ke depannya, komunitas ini berharap akan semakin banyak orang dari berbagai kalangan peduli kepada kaum tunarungu. Kemudian tergugah mempelajari bahasa isyarat sehingga bisa berkomunikasi dengan mereka.

Tidak hanya itu, mereka juga berharap agar pendidikan tinggi di Indonesia bisa berperan aktif untuk mendukung penyandang disabilitas. Karena, persyaratan khusus seperti tidak tunarungu, tunanetra, tunagrahita, dan tunadaksa merupakan wujud diskriminasi secara halus bagi mereka.

Seandainya, lebih banyak yang peduli pada mereka seperti Septi dan relawan lainnya, mungkin akan lebih banyak lagi prestasi yang muncul dari Komunitas Akar Tuli. Bagaimana, Anda tertarik untuk lebih memahami mereka? Atau ingin bekerja sama?

Yang jelas, bukan hanya teman yang akan didapat dengan bergabung dengan komunitas seperti ini. Melainkan kedamaian dan kita akan lebih mengerti arti dari kehidupan ini.

 

Sumber: Zona Malang Raya

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *