Sindy: Bentuk Komunitas Untuk Jalan Keliling Bangunan Historis di Malang

Sosok R.A. Kartini menginspirasi banyak orang hingga pada zaman sekarang. Tokoh-tokoh perempuan yang memilih jalan menebarkan kebaikan untuk lingkungan sekitar. Mereka tak butuh uang atau pujian atas apa yang mereka lakukan. Melainkan hanya ingin ikut memperbaiki kondisi masyarakat dengan kemampuan yang dipunyai. Sosok-sosok semacam inilah yang dibutuhkan oleh negeri ini kedepan.

Di Kota Malang, sosok perempuan masa kini yang inspiratif cukup banyak. Salah satunya adalah Sindy Ridho Asta Sumartono. Ia mendirikan komunitas A Day to Walk. Komunitas ini bukanlah sekadar komunitas jalan-jalan saja. Namun, lebih dari itu, komunitas ini berusaha melestarikan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Malang. Dan Sindy berperan sebagai penggerak sekaligus “tour guide”. Hampir setiap minggu, ia mengajak 30 orang berjalan, mengenalkan gedung-gedung bersejarah, dan berkampanye cinta sejarah.

Awalnya, Sindy memang suka jalan kaki. Ia juga geram dengan banyaknya gedung bersejarah di Malang yang ditinggalkan begitu saja, dan banyaknya gedung-gedung baru dibangun. Ia pun bersama kawan-kawannya membentuk komunitas. Jadilah A Day to Walk.

Komunitas ini dibentuk karena menurut dia, Malang adalah kota yang memiliki banyak potensi wisata, namun kota ini sendiri kekurangan daya tarik terhadap wisata dalam kotanya sendiri. Jika dilihat sekarang, Malang justru banyak dipenuhi kafe-kafe yang bermunculan. Malang hanya dijadikan sebagai tempat transit, para wisatawan lebih memilih ke Batu atau Malang Selatan untuk berwisata.

“Malang itu punya banyak peninggalan sejarah dari zaman kolonial, berupa tata kota yang sangat bagus. Beberapa bangunan kuno bersejarah yang akan sia-sia jika tidak di eksplore. Jadi dari situlah saya membentuk komunitas ini. Jalan-jalan sambil belajar sejarah kota Malang,” ujarnya.

Setiap hari Minggu, pendaftaran bagi yang berminat ikut jalan dibuka. Pesertanya kebanyakan adalah mahasiswa arsitektur, mahasiswa sejarah, dan anak-anak muda yang senang sejarah. Setelah siap, mereka jalan-jalan keliling ke gedung-gedung bersejarah dan membahas gedung-gedung atau bangunan tua tersebut. “Sebenernya bebas siapa saja boleh ikut dan gratis,” katanya.

Tujuan jalan-jalan memang setiap minggunya beda. Karena tidak mungkin dalam sekali waktu bisa menghabiskan tempat-tempat bersejarah di Kota Malang. Misalnya saat menyambut Malang Film Festival, komunitas ini jalan-jalan keliling bioskop-bioskop tua di Kota Malang, seperti gedung bioskop Kelud di jalan Trunojoyo dan gedung bioskop Merdeka yang ada di Jalan Basuki Rahmat.

Bersama komunitasnya, Sindy berharap berharap generasi muda bisa lebih menghargai sejarah kotanya, sebelum semua aset sejarah yang ada digusur dan diganti oleh bangunan baru yang lebih kekinian, “Kota Malang dulu tata kotanya sangat bagus, dan salah satu kawasan di Malang yaitu Ijen termasuk kawasan terindah di zaman Hindia Belanda, jadi sayang kalau kita melupakan sejarah begitu saja,” ungkapnya.

Sindy ternyata sosok yang inspiratif tak hanya di bidang pelestarian sejarah. Ternyata ia juga aktif di komunitas stand up komedi bernama komunitas Standup Indo Malang. Talenta menulisnya juga diasah, dan sekarang gadis berhijab ini sedang menyelesaikan novel keduanya, setelah sebelumnya dia sudah menulis novel yang berjudul Patah.

Foto dan narasi diambil dari sumber.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *