Komunitas Rindu Menanti; manfaatkan halte jadi taman bacaan

Halte masih dipandang sebagai ruang publik yang kumuh dan membosankan. Namun di Komunitas Rindu Menanti, halte dimanfaatkan sebagai taman bacaan. Cara unik ini untuk menebarkan virus gemar membaca bagi masyarakat.

“Ini adalah sebuah gerakan untuk menumbuhkan budaya membaca di masyarakat. Caranya yaitu dengan menyuguhkan bahan bacaan kepada calon penumpang yang sedang menunggu di halte,” ujar penggagas gerakan Rindu Menanti, Rosihan Fahmi saat ditemui di Halte Jalan Pelajar Pejuang 45, Kota Bandung, Rabu (11/11).

Cara ini sengaja dipilih karena masih banyak halte di Kota Bandung yang kondisinya sudah mengkhawatirkan. Selain kondisinya kumuh dan tidak terawat, keberadaan halte juga tidak dilengkapi dengan beragam fasilitas penunjang lainnya seperti tempat sampah, toilet serta fasilitas bagi kaum difabel. Melalui gerakan ini diharapkan mampu mengubah kesan tersebut.

Gerakan ini dibantu sejumlah relawan yang disebut ‘penanti’. Tugas mereka yaitu membawa beragam buku bacaan kemudian ditawarkan kepada kepada para pengguna halte. Buku yang dibaca dipinjamkan secara cuma-cuma alias gratis.

“Jadi para relawan itu membawa buku untuk para calon penumpang. Nah, buku itu nanti untuk menemani calon penumpang menunggu bus/angkot sambil baca-baca,” kata dia.

Rosihan mengatakan komunitas yang bergerak sejak dua pekan lalu ini, baru memiliki dua orang relawan gerakan Rindu Menanti ini. Dirinya sengaja mempublikasikan gerakan ini melalui media sosial untuk menarik minat masyarakat.

Setelah disebar melalui media sosial banyak kalangan yang berminat. Terutama mahasiswa di Bandung yang tertarik menjadi relawan. Dia berharap dengan adanya gerakan ini dapat mengubah persepsi masyarakat terhadap keberadaan halte

“Goalnya untuk melestarikan halte yang ada di Kota Bandung, bahwa menunggu di halte itu asyik dan menyenangkan serta tidak membosankan,” ujarnya.

Menurut salah seorang relawan, Nadia (23), masih banyak masyarakat yang acuh dengan keberadaan mereka. Bahkan sebagian besar mengira bahwa mereka sebagai sales yang sedang menawarkan buku.

“Ada yang menolak karena dianggapnya kita sales yang menawarkan buku. Padahal kita ingin menularkan minat baca dan menciptakan suasana nyaman di halte,” kata Nadia yang juga guru SMP ini.

Namun demikian, Ia mengaku memaklumi hal tersebut. Sebab gerakan semacam ini menurutnya masih terbilang baru dan belum populer di masyarakat. “Masyarakat terkadang terlalu asik dengan gadget mereka. Jadi kita tawarin buku sambil menanti bus membaca buku,” ujar dia.

Sumber: Bandung Merdeka

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *