FFP: Pemutaran Film Pulau Buru Jalan Terus

Suasana panas cukup terasa sehari menjelang pemutaran Film Pulau Buru Tanah Air Beta. Empat organisasi massa ngotot membubarkan film dan panitia tetap pada keputusannya untuk memutar film itu.

“Besok tetap jalan pemutarannya,” ujar Direktur Festival Film Purbalingga, Bowo Leksono, Kamis (26/5).

Pemutaran akan digelar di aula Hotel Kencana Purbalingga mulai pukul 13.30. Bowo mengatakan, agenda pemutaran dan diskusi film “Pulau Buru Tanah Air Beta” merupakan salah satu agenda dalam FFP. Film karya sutradara Rahung Nasution tersebut menceritakan tentang tahanan politik di Pulau Buru. “Kami juga mengundang sejumlah nara sumber untuk mendiskusikan film tersebut,” kata Bowo.

Beberapa hari menjelang pemutaran film tersebut dia sempat dipanggil oleh jajaran kepolisian. Dia diberi tahu jika rencana pemutaran film tersebut mendapatkan penolakan dari sejumlah Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Alasannya film tersebut merupakan propaganda komunis. “Kami tidak paham dengan tuduhan tersebut. Pemutaran film tersebut menurut kami wajar. Karena ini bagian dari upaya pencerahan kepada generasi muda untuk mengetahui sejarah,” ungkapnya tanpa merinci Ormas yang dimaksud.

Ia mengatakan, panitia merasa diintimidasi, sejumlah Ormas yang menyatakan menolak rencana pemutaran film tersebut juga berencana akan mendatangi arena FFP di Aula Hotel Kencana. Mereka mengancam akan membubarkan acara apabila memang pemutaran film dokumenter itu tetap dilaksanakan.

Bahkan Ormas tersebut juga telah memasang spanduk penolakan di area pelaksanaan FFP. Menanggapi ancaman tersebut, Bowo mengatakan pihaknya tenang-tenang saja. “Kami mencoba akomodatif. Kami akan ajak pihak-pihak yang menolak pemutaran film tersebut untuk menyaksikan langsung filmnya. Benar atau tidak yang mereka tuduhkan bahwa film tersebut merupakan propaganda komunis,” tuturnya.

Dalam surat penolakan yang salinannya diterima Purwokertokita.com, ada empat organisasi massa yang menamakan diri Aliansi Pemuda Cinta Pancasila Purbalingga yang mengajukan surat penolakan. Empat organisasi tersebut yakni Banser, Kokam, Pemuda Pancasila dan FKPPI.

Aliansi dalam suratnya menuduh film tersebut mengandung propaganda komunis. Mereka juga berniat mendatangi lokasi acara jika pemutaran tetap dilakukan.

Penolakan terhadap pemutaran film ini terdeteksi sejak tanggal 23 Mei lalu, atau sehari sebelum pengumuman pemutaran film keluar. Padahal, panitia baru mengumumkan akan diputar film tersebut pada tanggal 24 Mei.

Rapat penolakan tersebut terdokumentasi dari akun Twitter milik Korem 0701. Dalam postingannya, ormas sepakat untuk menolak pemutaran film.

Di antara bentuk penolakan, banyak juga yang mendukung tetap diputarnya film tersebut. Salah satunya datang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas. Pendapatnya diunggah di akun Facebook, Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor. Berikut ini pernyataan yang dibuat GP Ansor:

Ada upaya pelarangan pemutaran film pada Festival Film Purbalingga. Kami mengetahui ada oknum GP Ansor Purbalingga yang berupaya menolak film Pulau Buru Tanah Air Beta yang akan diputar besok ba’da Jumatan. Maka Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Gus Yaqut Cholil Qoumas, dengan tegas menyampaikan tidak boleh ada pelarangan pemutaran film ataupun pelarangan buku bacaan. Generasi muda harus tumbuh dan bangkit dengan berbagai informasi yang adil dan berimbang.

Respon Gus Yaqut mendukung pemutaran film dengan mengatakan, “Jarang generasi sekarang ini yang tahu apa yang terjadi saat itu di Pulau Buru. Film Pulau Buru Tanah Air Beta ini bisa jadi cuilan pengetahuan,” twit Gus Yaqut, 26 Mei jam 9 pagi.

Marilah kita perkenalkan kepada dunia, bahwa Nahdlatul Ulama adalah Islam yang rahmatan lil alamin.

Sementara itu, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemkab Purbalingga, Satya Giri Podo membenarkan mengenai adanya pihak yang pro dan kontra dengan rencana pemutaran film dokumenter “Pulau Buru Tanah Air Beta” tersebut. Menurutnya ada tudingan bahwa film tersebut merupakan film propaganda komunis. “Kami akan mencoba bersikap akomodatif. Kita coba cari jalan tengah,” ujarnya diplomatis.

Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ahmad Sabiq menilai persoalan ini terjadi karena tumbuhnya spectrophobia dalam masyarakat.

“Selama ini, mereka telah ditanamkan phobia yang bentuknya bisa bermacam-macam. Bisa mengambil subjek komunisme, radikalisme agama, dan lain-lain. Intinya dengan kekhawatiran-kekhawatiran tersebut, masyarakat tetap dalam kendali penuh penguasa,” kata dosen jurusan Ilmu Politik Unsoed ini.

Ia mengemukakan, gejala ini bisa dipahami karena sejak zaman orde baru sudah terjadi hal tersebut. Karena itu, ia mengemukakan kekhawatiran tersebut harusnya bisa dikikis dengan melakukan edukasi kepada masyarakat secara luas.

“Masyarakat perlu diedukasi untuk tidak mudah mengalami spectrophobia. Harus bisa menghadapi ketakutan-ketakutan yang sebetulnya tak perlu,” jelasnya.

Bahkan, Sabiq menyarankan kepada para pihak yang fobia dengan fenomena seperti yang terjadi di Purbalingga saat ini untuk lebih membuka wawasan lebih luas.

“Bacalah buku-bukunya dulu sebelum memberikan penilaian. Tonton filmnya dulu lah sebelum memberikan tanggapan,” ucapnya.

 

Sumber: Purwokertokita.com

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *