Terbukanya pasar bebas di negara-negara Asia Tenggara atau lebih dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) memang memudahkan pekerja asing masuk ke Indonesia.
Namun, menurut arsitek lokal, MEA juga bisa menjadi ajang unjuk gigi atau mengembangkan diri di luar negeri.
“MEA bukan ancaman, justru kita lihat market yang besar. Arsitek Indonesia cukup kreatif dan bagus,” ujar Arsitek dari PHL Architects, Hendy Lim di Artotel, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Menurut Hendy, kemampuan arsitek Indonesia tidak kalah dibandingkan dengan arsitek dari asing.
Meskipun kini arsitek asing lebih mudah masuk Indonesia, tetapi secara penerapannya tidak semudah itu.
Saat ini, kata dia, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) tengah memperjuangkan pengesahan Undang-undang Arsitek. Dengan UU ini, arsitek dalam negeri akan lebih terlindungi.
Salah satu poin UU tersebut adalah saat ada arsitek asing yang ingin masuk ke Indonesia harus bekerjasama dengan arsitek lokal. Dengan demikian, arsitek luar tidak dengan mudah membawa staf-stafnya ke Indonesia.
Meski UU ini belum resmi, lanjut Hendy, arsitek asing juga tidak serta merta bisa berpraktek di Indonesia. Di satu sisi, ada beberapa peraturan atau regulasi yang berbeda di setiap daerah.
“Kan ada peraturan gubernur (pergub), ada peraturan daerah (perda), mereka kan tidak tahu itu kalau tidak kerjasama dengan arsitek lokal,” kata Hendy.
Ia menambahkan, selain ada peraturan-peraturan, dari sisi desain juga mungkin ada perbedaan antara Indonesia dengan negara lain yang dipengaruhi oleh cuaca atau iklim tropis.
Sementara itu, meski memang hasil kerja arsitek asing dinilai bagus, namun pasar juga yang nantinya akan menentuka.
Dalam hal ini, menurut Hendy, pasar Indonesia bisa menentukan mana hasil desain yang lebih baik apakah arsitek asing atau lokal.
Sumber: Kompas.com