Komunitas Khatulistiwa Berbagi (KKB); Tuntaskan Kesenjangan Pendidikan di Indonesia

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2016 menjadi momentum yang baik bagi para pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk melakukan evaluasi. Berbagai harapan pun muncul dari komunitas, di mana di Kota Pontianak setidaknya ada puluhan komunitas nonprofit yang konsen di bidang ini.

Ketua Komunitas Khatulistiwa Berbagi (KKB) Anggia Anggraini berharap, ke depan tidak ada lagi diskriminasi bagai generasi penerus bangsa dalam memperoleh pendidikan, baik di Kota Pontianak juga secara umum di Indonesia. “Terutama anak-anak kurang mampu, mereka tentu memiliki hak sama dalam pendidikan,” ucapnya, Senin (2/5).

Menurutnya pendidikan di Indonesia harus setara, tidak hanya murid-murid di Pulau Jawa saja yang bisa memiliki fasilitas lengkap tetapi juga di daerah lain, termasuk Kalimantan. Dia mencontohkan, di Kalimantan sebagian besar, untuk daerah kota saja perpustakaan dan internet di sekolah masih minim. Ini berpengaruh pada semangat membaca serta peningkatan pengetahuan anak.

Selama cita-cita ini belum tercapai, dia menilai penting kehadiran berbagai komunitas nonprofit yang bergerak di bidang pendidikan seperti KKB ini. “Komunitas di daerah bisa sangat membantu kerja pemerintah, karena tidak mungkin pemerintah menjangkau seluruhnya,” katanya.

KKB yang fokus memberikan pendidikan tambahan kepada anak-anak marginal di lingkungan pemulung ini, terus berupaya memotivasi anak-anak didiknya agar semangat sekolah. Bahwa cita-cita dan kesempatan tidak hanya terbuka untuk anak-anak orang kaya, tapi untuk seluruh anak Indonesia tanpa terkecuali.

Meski dia mengakui peran pemerintah sudah cukup baik, dia berharap akan lebih baik jika sekolah gratis tidak hanya sebatas SPP.  Tapi harus semuanya, mulai dari seragam, buku dan fasilitas penunjang lainnya. “Sekolah memang banyak yang gratis, tapi pembelian buku, LKS, seragam dan lain-lain tetap harus membeli. Ini yang membuat banyak orang kurang beruntung enggan kembali ke sekolah,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Beasiswa Uang Jajan Abdul Jabbar menilai, pendidikan di Kalbar perlu ada perhatian khusus. Hal ini bisa dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih relatif rendah. “Ada kesan kesenjangan pendidikan, di kabupaten berbeda dengan kota, hal ini lah yang perlu dijembatani,” katanya.

Jika ingin adanya pembangunan SDM yang signifikan harus ada usaha-usaha memperbanyak sarjana asal daerah. Selain itu, perlu bekal lebih, tak sekadar materi perkulihan yang mereka dapat, namun juga kemampuan agar ketika kembali ke kampung bisa berperan dalam pembangunan.

“Apalagi saat ini di tiap desa punya anggaran besar, jangan hanya kuliah tapi tidak punya kemampuan, pulang kampung hanya bawa gelar sarjana saja, yang bisa bangun desa anak desa itu sendiri,” pesannya.

Karena itu dirinya menggagas komunitas yang diberi nama Beasiswa Uang Jajan. Maksudnya mereka para anggota mengumpulkan uang jajan semampunya dalam waktu tertentu, ditambah bantuan dari para donatur. Kemudian dari uang itulah mereka membuat berbagi program.

Arahnya lebih pada pendampingan bagi para pelajar yang kurang mampu baik secara ekonomi maupun pengetahuan. Karena sejauh ini, kebanyakan mereka yang kurang mampu menganggap kuliah mahal. “Kami sampaikan ke mereka, memang kuliah mahal, tapi di kampus juga banyak beasiswa, kami mendorong agar mereka bisa dapat beasiswa ini,” ujar pria asal Kubu Raya ini.

Dari program pendampingan tersebut sudah cukup banyak putra-putri daerah yang berhasil masuk ke perguruan tinggi ternama, tidak hanya di Untan bahkan di luar Kalbar seperti UI Depok dan UPI Bandung. “Jadi kami di sini hanya memfasilitasi lewat program bimbingan seperti try out dan lain-lain,” ucapnya.

Berawal dari program membantu teman se-angkatan yang kesulitan membayar biaya kuliah, berjalan sekitar empat tahun, Beasiswa Uang Jajan sempat masuk dalam nominasi Organisasi Pemuda Berprestasi Tingkat Nasional 2015 lalu.

Sumber: Pontianak Post

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *