Berawal dari iseng, Ledome Percussion menjadi salah satu komunitas musik yang cukup diperhitungkan di Kota Malang. Dibentuk sejak 2009, komunitas ini merajai event dari kampus ke kampus.
Sekitar tujuh tahun yang lalu, lima orang pemuda menerima undangan dari sebuah acara jamming musik tabuh. Kelima pemuda itu adalah Yeyen Firdiansyah, Dono Fatoni Irawan, Timotius Nugraha Lalompo, Fajar Sukma, dan Teguh Suwanto.
Saat menerima undangan, kelima pemuda itu belum tahu alat musik apa yang akan mereka mainkan. Jimbe akhirnya dipilih karena karakteristiknya yang atraktif. ”Pertama kali tampil, kami belum punya nama. Saat itu, belum ada pikiran ke arah sana,” kata Yeyen.
Namun siapa sangka, dari penampilan pertama itu, Yeyen dkk laris diundang di berbagai acara kampus. Itu membuat mereka semakin serius mempelajari alat musik yang berasal dari Sierra Leone, Afrika. ”Setahun setelah penampilan pertama, kami sepakat membawa nama Ledome Percussion,” ujarnya.
Nama Ledome Percussion sendiri berawal dari olok-olokan (ejekan) antaranggota sewaktu berlatih. Ledome diambil dari bahasa walikan Malang yang berarti modele.
Seiring dengan semakin seringnya mereka tampil di acara-acara kampus, Ledome Percussion mampu menarik banyak anggota. Saat ini, komunitas ini beranggotakan 15 orang.
Suhariyanto, salah satu anggota Ledome Percussion bergabung atas ajakan Yeyen. Sebelumnya, Suhariyanto dan Yeyen adalah teman di satu komunitas teater. ”Mendengarkan tabuhan musik dari jimbe, membuat saya lebih bersemangat,” ujar pria yang akrab disapa Otus ini.
Latar belakang sebagai seorang penabuh drum dan aktif bermain musik sejak SMP, membuat Otus mampu mempelajari alat jimbe dengan cepat. Belakangan, Otus berusaha mengolaborasikan jimbe dengan alat musik tradisional Indonesia. ”Kami sering diundang berkolaborasi dengan beberapa kesenian tradisional seperti jaranan atau bantengan,” ujar pria yang bekerja sebagai marketing di salah satu perusahaan swasta ini.
Lain Otus, lain pula Achmad Agus Wachid. Agus mengaku kenal Ledome Percussion dari event Malang Tempo Doeloe (MTD) 2011. Kala itu, Ledome Percussion ngamen di salah satu acara.
Kebetulan, Agus kenal dengan salah seorang pendiri komunitas, Dono Fatoni. Tanpa pikir panjang, Agus meminta Dono untuk memasukkannya dalam komunitas tersebut. ”Saya tertarik dengan aliran musik kontemporer. Meski pada awalnya saya bermain dalam grup band,” ujar Agus.
Sumber: Radar Malang