Rompok Bolong; Komunitas Seniman Musik Malang

Komunitas seniman musik Malang bernama Rompok Bolong ini, baru terbentuk selama dua tahun. Namun, namanya sudah cukup dikenal di kalangan musisi ibu kota. Ini dibuktikan dengan banyaknya musisi beken Indonesia yang tampil di depan Rompok Bolong.

Rompok adalah sebuah tempat sederhana, yang pada zaman penjajahan Belanda dipakai oleh petani untuk beristirahat setelah bekerja di ladang. Sedangkan Bolong adalah wadah, kelompok dimanapun dan siapapun yang masuk di dalamnya bebas untuk berekspresi tanpa takut dibatasi oleh aturan-aturan.

Mengambil filosofi inilah, maka para seniman musik di Malang Raya membentuk sebuah komunitas bernama Rompok Bolong pada 1 April  2012. Ide terbentuknya komunitas ini dilontarkan oleh Graha Rizkyka, seorang pemain bass, yang kemudian disambut positif oleh Deodato Maharddhika, owner Jazzcorner, sebuah kafe di Jalan Bogor.

Di kalangan musisi penggemar musik-musik indie Malang, nama Rompok Bolong sudah tidak asing lagi. Biasanya, secara rutin mereka ngumpul di Jazzcorner atau di tempat-tempat nongkrong lainnya.

Malam itu, kebetulan mereka tengah nongkrong di halaman sekolah musik Gilang Ramadhan, sejumlah muda-mudi tengah asyik berkumpul. Awalnya, hanya lima orang yang datang. Tapi ketika malam semakin larut, jumlahnya terus bertambah. Penampilan mereka rata-rata seperti anak band pada umumnya. Ada yang membawa gitar listrik dan bass. ”Kami baru saja manggung di salah satu tempat hiburan malam,” kata Mikail Al Rabbdia, salah seorang pentolan komunitas Rompok Bolong.

Mikail mengatakan, seperti inilah ’keseharian’ para anggota komunitas. Setelah manggung, mereka biasa janjian di suatu tempat ngopi. Di hari-hari tertentu, biasanya 2–3 kali dalam sebulan ada event khusus yang digelar di Jazzcorner. Biasanya, ada 4–6 band yang tampil, antara pukul 18.00–23.00. Band manapun boleh tampil, tidak sebatas anggota komunitas Rompok Bolong.

Sebenarnya, berbeda dengan komunitas kebanyakan. Rompok Bolong tidak memiliki sistem organisasi dan keanggotaan yang baku. ”Kami tidak ada daftar nama siapa saja yang menjadi anggota komunitas. Rompok Bolong hanyalah sebuah wadah yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja. Kita terbuka bagi siapa saja yang mau ikut nimbrung,” lanjut dia.

Pada awal terbentuknya komunitas ini, jazz mendominasi genre musik kami. ”Namun, belakangan ini semakin beragam. Blues masuk, metal juga masuk,” sambungnya.

Mikail mengatakan, pada setiap event internal mereka, hampir selalu dibuat konsep tematis. Misalkan tema hari ini adalah Tribute to Oasis, maka band-band pengisi wajib membawakan lagu-lagu karya Oasis, band asal Inggris yang tenar di era 90-an.

Event tematis juga bisa berdasarkan genre musik. Selasa depan misalnya (10/6), Rompok Bolong menggelar SeloJazz. Selo yang dimaksud bukanlah slow (lambat). ”Tapi kependekan dari Seloso,” kata dia. Sesuai dengan namanya, maka seluruh band pengisi harus membawakan lagu-lagu jazz.

Mikail mengatakan, Rompok Bolong tidak membatasi band seperti apa yang bisa tampil di acara internal mereka. Apakah itu band yang sudah punya nama dan jam terbang tinggi di tingkat lokal, ataukah itu band pemula yang mungkin belum pernah tampil di depan umum. Yang jelas, band pengisi tidak menuntut bayaran. Sebab, Rompok Bolong memang tidak punya dana khusus untuk membayar band-band pengisi.

Di event internal, beberapa kali mereka kedatangan musisi-musisi dari ibu kota. Tidak tanggung-tanggung, musisi-musisi jazz ternama di tanah air, seperti Idang Rasjidi, Koko Harsoe, dan Hary Toledo pernah tampil di Jazzcorner. Lho, bukannya Rompok Bolong tidak punya dana khusus untuk membayar band-band tamu? Memang betul. ”Mereka ke sini kebetulan dalam rangka promo. Gratis. Kita hanya sediakan konsumsi dan akomodasi saja,” lanjut mahasiswa semester delapan jurusan Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (UB) ini.

Konsistensi yang ditunjukkan dalam dua tahun terakhir ini membuahkan hasil positif. Dalam beberapa kali event internal, mereka bisa mendatangkan 200–300 orang. Cukup banyak untuk sebuah event musik indie. ”Kita berharap, ke depannya lebih banyak orang yang tahu soal komunitas ini. Keberadaan komunitas musik itu penting. Sebab, orang luar bisa melihat karakter (musik) sebuah kota, cukup dengan melihat komunitas-komunitasnya,” ujarnya.

Sumber: Radar Malang

 

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *