Komunitas Militant Arts; Wadah Para Perupa Lintas Komunitas

Militant Arts salah satu komunitas seni rupa yang dibentuk berawal dari sebuah grup di social media. Dari perbincangan social media banyak hal disampaikan mulai dari mencurahkan unek-unek tentang seni rupa. Sampai sejauh ini keanggotan terus bertambah hingga beranggotakan 30 orang, berasal dari para perupa lintas komunitas, antara lain dari Galang Kangin, Hitam Putih, Sanggar Dewata dan Ten Fine Art.

Para perupa yang tergabung dalam Milintant Arts antara lain: Made Wiradana, Made Supena, Diwarupa, Ida Bagus Purwa, Sujana Kenyem , Galung Wiratmaja , Lekung Sugantika, Wayan Paramartha, Made Gunawan, I Gede Pande Paramartha, Somya Prabawa, Edy Asmara, Wayan Naya, Decko, Nyoman Pande Wijaya Suta, I Gusti Buda, Gung Putra, Antho, Agus “Dangap“ Murdika, Ngurah Paramartha, I Ketut Suasana “Kabul“, I Gede Jaya Putra “Dekde“, Atmi Kristiadewi, Made Kaek, Teja Astawa, Putu Bonuz, Made Kenak Dwi Adnyana, Uuk Paramahita, Wayan Suja, Ketut Tenang, serta Ni Made Yeni S.Sos, MA.

Banyak hal menarik untuk telisik dan dicermati dari komunitas ini, terlebih mengingat mereka, para perupa ini, menyatukan diri dalam kelompok informal Militan Art –yang boleh dikata terbentuk secara natural yakni dari sebuah grup chating Blackberry Messager (BBM). Kelompok atau grup informal semacam ini sebenarnya adalah fenomena yang tumbuh belakangan, sejalan hadirnya teknologi canggih komunikasi yang tak terelakan telah menyentuh aneka lapis masyarakat.

Kelahiran Militan Art berikut fenomena serupa di bidang lainnya, sesungguhnya mengindikasikan adanya perubahan yang mendasar menyangkut soal konsep Ruang dan Waktu, yang sejurus itu turut pula mengubah tata nilai yang selama ini diyakni telah baku. Teknologi informatika dan audio visual yang kian canggih tak terbayangkan ini terbukti menyuguhkan satu ragam keseketikaan dan keserentakan, di mana peristiwa di berbagai penjuru dunia dapat disaksikan secara bersama-sama oleh kita dari belahan bumi manapun. Teknologi canggih juga kian mengaburkan batas wilayah privasi dan publik, bahkan secara ekstrim media-media sosial (facebook, twitter, instagram, path, dll), secara seketika dan serentak menjadikan persoalan-persoalan pribadi sebagai masalah publik, atau fenomena sebaliknya –masalah-masalah publik secara leluasa melakukan penetrasi ke wilayah-wilayah pribadi.

Kelompok ini telah menggelar pameran bersama di Bentara Budaya Bali bertajuk “ULU-TEBEN“ pada 21 – 30 Juni 2015. Selain itu, masing-masing perupanya secara pribadi juga aktif dalam pameran-pameran dengan kelompok-kelompok lain di Bentara Budaya Bali.

Sumber: Bentara Budaya Bali

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *