Kala itu ia adalah pribadi yang kaku, tak luwes berbicara, tertutup, dan takut berbicara di hadapan orang banyak. Tapi itu dulu. Sekarang? Lain lagi ceritanya.
Ia adalah Ciptoning Hestomo, penggagas komunitas Teater KataK. Pria yang mengambil jurusan teknik informasi semasa kuliahnya ini tak pernah menyangka dirinya yang tertutup dan tak banyak berbicara, kini jadi orang yang terbuka, bawel dan banyak memiliki teman setelah masuk ke dunia seni peran dan membentuk komunitas teater.
“Saya juga nggak nyangka. Kegiatan berteater ini sangat berlawanan dengan jurusan yang saya ambil sewaktu kuliah. Sebelumnya saya nggak pandai bicara dengan orang banyak, cuma pandai bicara sama komputer. Bahkan ngobrol sama cewek aja nggak berani,” ujarnya sambil tertawa.
Awalnya ia mengaku hanya ikut-ikutan saja diajak teman ketiga temannya membangun komunitas atau yang dikenal dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Namun setelah menceburkan diri, ia mengaku justru semakin jatuh cinta dengan dunia seni peran ini. Bahkan saat dirinya melakukan kerja magang di luar pulau, ia mengaku tak bisa berhenti memikirkan KataK.
Menurut Itok –begitu ia akrab disapa- komunitas seni peran ini pada mulanya diberi nama “AUTUMN” atau Anak UKM Teater UMN (mengikuti nama institusi perkuliahan tempatnya bernaung). Namun pada tahun 2009, komunitas yang didirikan bersama ketiga temannya ini berganti nama menjadi Teater KataK atau Komunitas Anak Teater Kampus. Pemilihan nama ini tak sembarangan. Hal itu ditunjukan dari kokohnya filosofi yang ada di balik nama KataK.
“Di dalamnya ada harapan, yaitu ‘berani melompat lebih tinggi melewati batasan yang ada’. Dan jika diperhatikan, huruf ‘K’ di awal dan akhir nama komunitas kami sama-sama menggunakan huruf kapital. Makna sekaligus harapannya adalah agar kami tetap seimbang dalam menjalani kuliah dan mendalami dunia seni peran,” jelas Itok
Di awal perjalanannya, diakui Itok komunitas ini sempat mengalami beberapa kendala. Karena ketiadaan pelatih dan tidak memiliki guidelines kegiatan, ia dan teman-temannya terpaksa menghentikan kegiatan selama satu tahun, hingga pada akhirnya mereka diajak tampil di pentas teater Kompas Gramedia dan kemudian dikenalkan dengan seorang pelatih yang memiliki kesamaan visi.
“Pelatih tersebut punya visi yang sama dengan saya dan teman-teman. Kami melihat bahwa teater ini bisa berkembang ke depannya, ada jalan untuk teater ini. Akhirnya kita mulai lagi deh dengan semangat dan nama baru,” ujarnya.
Bersama sang pelatih, Venantius Vladimir Ivan Pratama, Itok dan teman-teman berhasil tampil dalam pementasan pertama mereka yang membawakan naskah “Sang Pemenang”. Sejak saat itu, tepatnya tahun 2009, KataK kemudian mulai aktif adakan pementasan di luar dan dalam kampus sekaligus merekrut anggota baru. Itok kala itu juga digadang jadi ketua komunitas teater ini. Sambil tertawa ia mengatakan dirinya kagok saat ditunjuk jadi pemimpin dan sempat terkejut dengan banyak hal yang harus ia kerjakan.
Tantangan lain juga muncul dalam perjalanan Teater KataK. Itok berujar, “Banyak anak-anak yang masuk dan bergabung dengan teater kala itu karena melihat keasyikan kegiatan komunitas, tapi hal itu berbanding lurus dengan jumlah anggota yang keluar dari komunitas. People come and go, begitu realitanya,” ujarnya.
Anak sulung dari dua bersaudara ini mengakui bahwa sekarang ia punya cinta yang besar untuk dunia seni peran. Ketika ditanya seberapa besar cintanya, ia punya jawaban yang cukup dalam, “Saya cinta dengan dunia seni peran karena bisa bikin saya jujur dengan diri sendiri. Saya juga bisa menggali pengalaman dan bertemu banyak orang, meski saya tahu kalau di balik ini semua ada proses yang sangat melelahkan,” katanya sambil tertawa kecil.
Meski belum menjadi sebuah institut teater seperti harapan Itok dan teman-teman, melihat KataK yang sekarang ia mengaku bangga. Semua pencapaian anggotanya jauh dari yang ia bayangkan di awal.
Pria yang di tengah kesibukan bekerjanya masih aktif mengajar seni peran di sebuah perguruan tinggi di bilangan Bintaro, Jakarta Selatan ini pun menambahkan, “Apa yang telah dilakukan KataK hingga saat ini bisa dibilang merupakan harapan atau mimpi saya dan teman-teman yang perlahan mulai terwujud. Komunitas seni peran yang beranggotakan para mahasiswa ini mulai melompat tinggi dan mulai dikenal namanya, bahkan bisa disejajarkan dengan teater kampus ternama lainnya.”
Tercatat sudah ada puluhan pementasan yang dilakukan Katak, yang terdiri dari pementasan kecil atau pementasan besar, dalam dan luar kampus. Beragam penghargaan juga sudah dicetak oleh KataK.
“Semoga KataK dapat terus menjadi wadah belajar dan pengembangan diri para anggotanya. Sehingga kami semakin berpikiran terbuka dan siap menyambut tantangan-tantang baru,” harapnya.