Disdikbud Sosialisasikan MoU Polri dengan PGRI, Ini Poin Strategisnya

Guru merupakan “pahlawan tanpa tanda jasa”. Karena bekerja mencetak generasi penerus bangsa yang terdidik dan berprestasi, baik secara mental, moral, maupun spiritual. Oleh karena itu profesi guru sangatlah mulia dan harus dilindungi.

Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 14 /2005 tentang Guru dan Dosen dirasa kurang optimal melindungi profesi guru dan dosen dalam melaksanakan tugasnya. Sehubungan hal tersebut, Kepolisian Negarai Republik Indonesia bersama bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) melakukan Memorandum of Understanding (MoU) untuk mengatur mekanisme penanganan perkara dan pengamanan terhadap profesi guru.

MoU dengan nomor B/53/XII/2012 dan 1003/UM/PB/XX/2012 sudah mulai disosialisasikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) kepada para guru di Kutim dengan melibatkan para pihak terkait. Dalam MoU tersebut menjelaskan latar belakang dilakukannya kerja sama. Yakni tentang perlindungan hukum dan keamanan bagi guru dalam menjalankan profesinya.

“Dalam MoU tersebut memuat batasan-batasan guru untuk mencegah tindak kekerasan terhadap siswa, penyamaan persepsi tentang istilah dalam pedoman kerja, berikut penerapannya,” sebut Kadisdikbud Iman Hidayat.

Kerja sama antara Polri dan PGRI ini bertujuan untuk merumuskan pedoman kerja yang memungkinkan terwujudnya perlindungan hukum dan keamanan bagi profesi guru serta perlindungan atas hak kekayaan intelektual guru.

Penandatanganan nota kesepahaman tersebut juga dilatarbelakangi maraknya pemberitaan tindak kekerasan guru terhadap siswa yang dilaporkan ke kepolisian. Persoalan tersebut merupakan akumulasi dari kurangnya komunikasi antara orangtua dengan anak, orangtua dengan guru, serta guru dengan peserta didik. Selanjutnya persoalan ekonomi guru, kepribadian guru dan anak didik, pengaruh lingkungan, teknologi dan informasi, serta peraturan sekolah yang ketat dan tegas.

Melalui MoU dimaksud, kepolisian merupakan alat negara yang berperan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat dengan tidak meninggalkan peraturan perundang-undangan dapat membantu mencarikan solusi atau pemecahan permasalahan guru.

Selanjutnya MoU yang diimplementasikan dalam bentuk pedoman kerja tersebut mengatur penggolongan dan kedudukan guru. Penggolongan perbuatan guru meliputi perbuatan yang tidak disengaja, disengaja, yang rawan menimbulkan tindak pidana. Perbutan guru dengan niat melakukan tindak pidana, serta perbuatan tidak disengaja yang menimbulkan tindak pidana.

Perbuatan guru yang tidak disengaja, yang dapat mengakibatkan timbulnya perbuatan tindak pidana menurut kesalahpahaman atau salah pengertian dari peserta didik atau orang tua wali murid pada saat melaksanakan tugas. Misalnya guru tidak menanyakan kesiapan kesehatan, kondisi fisik dan psikis kepada peserta didik sebelum memulai proses pembelajaran.

Hal tersebut tidak merupakan kesalahan guru, karena kesiapan proses belajar adalah tanggung jawab orangtua, wali murid, dan peserta didik. Berikutnya guru tidak sengaja menyentuh bagian badan peserta didik yang dianggap pelecehan seksual pada saat serangkaian kegiatan proses pembelajaran.

“Pedoman kerja itu juga mencantumkan kedudukan, tugas dan kewenangan Polri, PGRI, DKG (Dewan Kehormatan Guru), serta lembaga bantuan hukum. Tata cara atau mekanisme penyelesaian pelanggaran guru dan murid serta kode etik guru,” jelas Iman.

Dalam poin-poin dalam pedoman penyelesaian pelanggaran peraturan yang dilakukan peserta didik , guru dapat memberikan sanksi kepada peserta didik sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Baik melanggar norma agama, norma kesusilaan dan kesopanan. Termasuk di dalamnya berupa peraturan tertulis maupun yang tidak, yang ditetapkan oleh sekolah. Namun guru juga diwajibkan melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-perundangan yang berkaitan dengan profesi guru.

Terkait dengan perlindungan terhadap guru, ada baiknya meninjau kembali spirit perlindungan yang termaktub dalam pasal 39 UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Dijelaskan bahwa perlindungan yang merupakan hak guru meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Jadi, kata Kadisdik, setiap guru yang dianggap melakukan kesalahan terlebih dahulu diperiksa oleh DKG, untuk selanjutnya disimpulkan apakah ternyata guru bersangkutan benar-benar dapat diproses secara hukum oleh pihak kepolisian atau hanya sanksi lainnya. Tentunya kembali lagi bahwa perlindungan terhadap guru dan murid akan berjalan optimal jika masing-masing pemangku pendidikan menyadari hal tersebut.

Sumber: Tribunnews.com

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *