PGRI Kalbar: Ribuan Guru Serbu Gubernur

Tertundanya pencairan dana bantuan operasional sekolah (BOS) berbuntut pada aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan guru, Senin (27/6) pagi kemarin.

Aksi yang dilakukan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalimantan Barat ini dilakukan di empat tempat. Yakni Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Kejaksaan Tinggi, Mapolda Kalbar, dan Kantor DPRD Kalbar. Para “Oemar Bakri” itu menuntut Gubernur Kalimantan Barat segera mencairkan dana BOS.

Ketua PGRI Provinsi Kalbar Prof Dr Samion H AR mengatakan, para guru menuntut agar dana BOS segera dicairkan paling lambat 1 Juli 2016. Tuntutan itu disampaikannya karena mengingatkan dana BOS digunakan untuk penerimaan siswa baru yang tidak lama lagi akan berlangsung. Selain itu dana BOS juga digunakan untuk pembayaran gaji guru honorer di 14 kabupaten/kota.

“Kami meminta agar dana BOS bisa cair tanggal 1 Juli,” pinta Samion yang juga menjadi koordinator aksi.

Samion menjelaskan, tertundanya pencairan dana BOS disebabkan karena pemerintah provinsi masih menunggu revisi petunjuk teknis (Juknis) dari penggunaan dana BOS yang disampaikan Gubernur Kalimantan Barat ke tingkat pusat.

Dia berharap jika pencairan masih belum dilakukan gubernur memberikan solusi dengan menginstruksikan bupati/wali kota agar mengambil alih yang ditalangkan dari dana yang ada.

“Saya kira dana sudah ada, tapi masalahnya masih menunggu juknis penggunaan dari kementerian yang belum turun,” tambahnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar Alexius Akim memastikan merespon cepat apa yang menjadi tuntutan guru. Dia menilai masalah sekecil apapun yang disampaikan guru itu sangat strategis. Dan itu berkaitan dengan operasional sekolah.

“Perlu saya tegaskan sebetulnya BOS tidak dihambat dari pusat dan ada di sini. Kami tidak menghambat, tapi meminta pemerintah pusat agar memperbaiki juknis BOS. Ada beberapa pasal dalam juknis itu yang sangat rawan bagi para guru,” jelas usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan guru.

Dia mencontohkan untuk pembelian komputer. Dari petunjuk teknis dana BOS pembelian komputer dengan harga tertentu dilakukan di toko resmi. Sementara, tidak semua kabupaten/kota memiliki toko resmi tersebut.

Sebaliknya, lanjut dia, guru mengambil kebijakan sendiri dengan membeli komputer bukan ditoko resmi meskipun dengan nilai yang sudah ditentukan.

Akim menilai guru terlalu berani mengambil kebijakan yang bisa saja bertentangan dengan petunjuk teknis dalam penggunaan dana BOS. Padahal hal itu bisa menjadi temuan bagi aparat penegak hukum.

“Kami tidak mau besok lusa menambah masalah pada guru. Juknis seperti inilah yang kami ingin revisi,” ujarnya.

Untuk menyuarakan tuntutan itu, pemerintah provinsi dan PGRI mengirimkan utusan ke Jakarta agar mendesak pemerintah pusat segera menandatangani juknis dana BOS triwulan kedua. Desakan itu, tambah dia, disampaikan karena kementerian terkait siap untuk memperbaiki juknis dana BOS.

“Konsepnya sudah naik di meja pak Dirjen dan tinggal tandatangan. Jadi kami mendesak agar segera ditandatangani,” jelasnya.

Selain itu pun, sambung dia, tuntutan lain yang disampaikan agar pemerintah pusat menjadi BOS sebagai program strategis nasional. Menurut Akim jika menjadi program strategis nasional maka persoalan yang dialami para guru tidak akan langsung berhadapan dengan hukum.

“Masalah itu akan ditangani secara internal dulu. Jika tidak mampu barulah eksternal. Ini kami sampaikan, agar tidak menghambat proses belajar mengajar,” imbuhnya.

Akim menambahkan, tuntutan lain yang ikut disuarakan di tingkat pusat agar manajemen BOS provinsi dalam melakukan monitoring, evaluasi, peninjauan bisa melalui perwakilan di daerah. Hal itu disampaikan mengingatkan jumlah sekolah yang tidak sedikit di provinsi ini. Belum lagi pencairan itu dilakukan dalam tiga tahap dan semua harus dalam pengawasan provinsi. Sementara itu besaran dana BOS itu sendiri Akim menyebutkan sekitar Rp1 triliun untuk 7.000 sekolah di Kalimantan Barat.

Guru Jangan Dikriminalisasi

Demo guru tidak hanya berlangung di gedung DPRD dan Kantor Gubernur Kalimantan Barat. Tetapi juga di beberapa titik. Salah satunya di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.

Ratusan Guru perwakilan dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di enam kabupaten, seperti Kabupaten Sanggau, Landak, Kayong Utara, Kapuas Hulu, Ketapang dan Sekadau ini menyampaikan tujuh tuntutan.

Silas, Ketua PGRI Kabupaten Sanggau yang saat itu menjadi koordinator lapangan di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat menyampaikan tujuh tuntutan. Di antaranya dukungan terhadap penegakan supremasi hukum di wilayah Kalimantan Barat secara transparan, berkeadilan dan dengan azas praduga tak bersalah.

Mereka mendesak dan meminta Kejaksaan untuk selalu berkoordinasi dengan PGRI melalui dewan Kehormatan Guru Indonesia dalam penanganan hukum yang berhubungan dengan kasus guru dan tenaga kependidikan.

Pihaknya meminta kejaksaan tidak melakukan intervensi dan intimidasi hukum terhadap oknum guru dan tenaga kependidikan sebelum lengkap bukti-bukti pendukung.

Ketua PGRI Provinsi Kalbar Prof Dr H Samion H AR berharap pemerintah bisa memberikan perlindungan agar guru memiliki rasa aman dalam menjalankan tugasnya.

“Ketika guru hanya mengajar tanpa memberikan sanksi maka lihat saja akhlak moral yang sangat prihatin. Kenapa UU yang memberikan perlindungan terhadap guru yang lebih dulu lahir bisa kalah dengan UU Perlindungan anak,” tanya Samion.

Samion menyatakan pihaknya mendukung penuh penegakan hukum jika memang guru yang melakukan tindak kejahatan. Akan tetapi yang diharapkannya jangan sampai guru malah menjadi korban kriminalisasi.

“Bukan berarti kami membenarkan perbuatan itu, tapi menyayangkan sekali tindakan yang dibebankan kepada guru. Kami berharap agar marwah guru dikembalikan,” kata dia.

Ketua PGRI Kubu Raya Fran Randus menilai pemberian hukuman dalam batas kewajaran adalah alat pendidikan. Hal itu sebagaimana tertuang dalam teori pendidikan yang berfungsi sebagai kendali terhadap anak. Menanggapi tuntutan tersebut, Wakil Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Sugeng Purnomo mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti, untuk memberikan arahan dan himbauan sekaligus perintah kepada jaksa-jaksa di daerah agar lebih bijak melihat persoalan yang bersentuhan dengan dunia pendidikan, guru maupun tenaga kependidikan.

Tekait dengan tuntutan untuk penangguhan penahanan Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sanggau, pihaknya sudah melakukan komunikasi kepada  kejaksaan yang menangani perkara tersebut, ternyata perkara itu sudah menjadi kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pontianak.

“Perkara itu sudah dilimpahkan ke pengadilan tertanggal 21 Juni 2016. Dan perkara ini merupakan perkara pengembangan perkara sebelumnya yang perkaranya sudah diputus dan sudah dieksekusi,” katanya.

Sugeng memastikan, apabila ada hal-hal yang terkait dengan penanganan dana BOS di sekolah, pihaknya berharap pihak sekolah memanfaatkan kejaksaan. Karena kejaksaan telah membentuk tim P4 (Pengawal Pengaman pemerintahan dan Pembangunan). “Tim ini tugasnya memberikan pendampingan, pendapat hukum dan support dalam pengelolaan anggaran. Saya sangat berharap pengelolaan dana BOS, apabila ada hal-hal yang perlu pendapat hukum atau ragu-ragu dalam mengambil keputusan, saya berharap ini dimanfaatkan,” tegasnya.

Sumber: PontianakPost

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *