Yuk, Kenali Mitos-Mitos Seputar Epilepsi!

Awal tahun 1900-an era kedokteran modern epilepsi telah dimulai, tetapi masih ada masyarakat yang meyakini tentang mitos yang ada sejak ribuan tahun lalu itu.

Stigma yang salah terhadap epilepsi tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi di negara maju pun masih mengalaminya. Perlu sosialisasi tentang epilepsi untuk mengurangi dampak negatif  pada kondisi psikologi orang dengan epilepsi (ODE).

“Misalnya epilepsi penyakit kutukan, air liurnya bisa menular, padahal itu semua hanyalah mitos. Mitos tersebut dapat membuat mereka menjadi minder,” kata Dokter Irawati Hawari SpS, yang menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Epilepsi Indonesia

Masyarakat umumnya hanya mengetahui bahwa serangan epilepsi berupa kejang disertai mulut berbusa. Melalui seminar “Kejang…apakah selalu epilepsi?” yang dilaksanakan pada hari jumat, 26 juni di RSU Bunda, Menteng, Jakarta Pusat, dokter Irawati Hawari SpS (spesialis saraf) dan dokter Dr. dr Wawan Mulyawan SpBs (konsultan saraf) memberikan penjelasan lebih tentang epilepsi.

Epilepsi adalah salah satu penyakit neurologi menahun yang dapat mengenai siapa saja tanpa batasan usia, jenis kelamin, ras maupun sosial ekonomi.

Bentuk gejala awal serangan seperti berupa kejang atau perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran dan perubahan yang muncul kemudian hilang.

Serangan epilepsi dapat berbebeda-beda pada setiap kasus karena tergantung pada fungsi otak mana yang terganggu, selain berupa kejang-kejang serangan epilepsi dapat pula berupa hilang kesadaraan sesaat ‘bengong’, tiba-tiba menjatuhkan atau melempar benda yang dipegang.

Atau terjadi perubahan perilaku yang tiba-tiba sehingga keluarga mengira itu sedang kesurupan

“Serangan kejang epilepsi itu tidak disertai demam. hanya kejang saja. Berlangsung sekitar sekian detik- 2 menit paling lama,” kata dokter Irawati.

“Begitu dia terjadi serangan bangkitan, cepat lakukan EEG (Elektroensefalografi) dalam 24 jam pertama, karena kalau ditunda nanti sudah normal dan tidak ketemu penyebabnya. tapi diagnosa yang pasti itu sebenarnya dari cerita saksi mata, misal dari anggota keluarga,”

Terapi yang diberikan pada setiap kasus epilepsi berbeda-beda, tergantung dari hasil diagnosanya. Ada yang diberikan obat, ada yang dianjurkan melakukan bedah operasi dan sebagainya.

Ada hal-hal yang perlu dihindari orang dengan epilepsi (ODE), seperti terlalu lelah atau perut kosong, kepanasan, kedinginan, terlalu banyak pikiran atau stres, terlalu gembira dan hal-hal lain yang berlebihan.

Dokter Irawati menyarankan orang dengan epilepsi (ODE) untuk tidak boleh melakukan pekerjaan berat seperti mengoperasikan alat-alat berat, mengendarai kendaraan kecuali kalau sudah bebas serangan selama 2 tahun.

“Orang dengan epilepsi kita sarankan untuk tidur yang cukup, makan tidak boleh terlambat, tidak boleh banyak stres. tapi kasusnya beda-beda pada setiap orang dan hal-hal itu termasuk pemicunya” kata dokter Irawati.

Masalah epilepsi bukanlah semata masalah penyakit ataupun gangguan medis saja, besar pengaruhnya terhadap masalah psikologi dan masalah sosial masyarakat.

Yayasan Epilepsi Indonesia dibentuk bertujuan untuk memberikan dukungan, memotivasi dan saling membina komunikasi agar dapat mereka dapat lebih percaya diri.

Yayasan ini mempunyai program salah satunya mengadakan pertemuan setiap 3 bulan untuk mereka saling berbagi. Pertemuan rutin tersebut diharapkan menjadi media untuk berbagi dan saling mendukung.

Sumber: CNN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *