Kala itu Dani Ferdian masih duduk di tingkat dua Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, namun ia tergerak membuat sebuah gerakan kecil yang lambat laun dapat berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini ia mulai pada saat melakukan kajian kesehatan masyarakat. Dari situ ia menemukan banyak sekali masalah kesehatan masyarakat yang tak berujung bila hanya diselesaikan oleh sendirian.
“Nah dari situ saya pikir perlu ada elemen-elemen di luar pemerintah yang sama-sama gotong-royong untuk membereskan masalah ini. Saya lihat mahasiswa punya akses dan potensi untuk itu,” tegasnya.
Gerakannya ini ia beri nama Volunteer Doctor. Didirikan resmi pada tahun 2009, gerakan yang sudah diikuti banyak mahasiswa lintas fakultas Unpad, lintas universitas hingga lintas daerah ini telah melakukan banyak kegiatan skala kecil-besar yang kontinu, mulai dari bale bantuan pengobatan, edukasi kesehatan, kunjungan sosial, edukasi anak jalanan, kolaborasi komunitas penyakit tertentu, riset, dan pemeriksaan gigi dan mulut.
Gerakan ini tak hanya ditujukan pada masyarakat dan pemerintah saja, namun lebih dari itu. Dani juga memiliki tujuan membentuk karakter –meliputi kepekaan sosial, empati, dan semangat kerelawanan- para relawan yang tergabung di dalamnya. Bahkan gerakan ini ia sebut sebagai sekolah nuraninya para calon dokter atau dokter-dokter mahasiswa.
“Kegiatan gerakan ini tak terbatas. Pokoknya semua kegiatan sosial, kemanusiaan, dan kesehatan kami jabani,” tukas pria yang sedang mengambil studi manajemen pelayanan kesehatan ini.
Sulit Membangun Kepercayaan
Awal pembentukan gerakan ini dinilainya tak mudah. Ada sederetan tantangan yang mesti ia hadapi, mulai dari kepercayaan orang-orang yang ingin bergabung dengan gerakannya dan kepercayaan masyarakat terhadap gerakannya ini. Ia kala itu sadar betul bahwa gerakannya ini masih dipandang sebelah mata banyak orang, karena dirinya yang masih menjadi mahasiswa tingkat dua.
“Orang-orang masih meragukan apa yang saya dan para relawan lakukan. Kami kerap dipandang sebelah mata. Ini mau ngapain sih anak-anak, masih tingkat 1-2 juga, sok sok-an,” ujarnya sambil meniru perkataan banyak orang kala itu.
Namun pandangan miring dan rasa tak percaya yang ditujukan kepada gerakan besutannya tak membuatnya putus asa. Ia selalu berpikiran positif dan optimis, serta konsisten menjalankan kegiatan bersama gerakannya dan mengajak mahasiswa untuk ikut bergabung.
Tambahnya, “Terserah orang mau bilang apa, selama kita tidak merugikan mereka. Dengan melakukan hal-hal kecil yang bersifat positif, kami makin diapresiasi banyak orang dan pada akhirnya kepercayaan itu terbangun.”
Tantangan juga datang dari sumber daya terutama dalam bentuk materi. Pasalnya dikatakan Dani, komunitas ini merupakan gerakan independen yang tidak terikat lembaga atau organisasi manapun, sehingga untuk pendanaan kegiatan, Dani mengatakan ia mengajak komunitas-komunitas lain yang memiliki dana untuk berkolaborasi dengan gerakan bentukannya. Alhasil, kegiatan-kegiatan skala besar berhasil mereka lakukan.
“Banyak dari mereka yang punya dana, tapi nggak ada sistem dan atau bahkan mereka nggak tahu cara membentuk kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan. Ya sudah, mengapa tak diajak untuk saling melengkapi saja,” ujarnya semangat.
Setelah enam tahun berjalan, gerakan ini semakin berkembang dan bahkan telah memilki unit-unit bisnis kecil untuk menjadi sumber dana operasional kegiatan mereka, seperti klinik murah dan lembaga konsultan kesehatan, serta kegiatan pendampingan event-event besar.
Dampak dan Perubahan yang Terasa
Pria kelahiran Bandung ini merasa semakin mengenal masyarakat, keadaan mereka dan apa yang mereka butuhkan setelah turun langsung ke masyarakat dan berkegiatan bersama Volunteer Doctor.
Sementara itu, untuk perubahan atau dampak yang dirasakan masyarakat, Dani mengatakan bahwa dirinya masih belum bisa menilai perubahan signifikan yang terjadi, namun ia bisa melihat proses perubahan itu sedikit demi sedikit. Misalnya, kesadaran masyarakat akan kebutuhan pelayanan kesehatan di puskemas dan posyandu yang mulai meningkat.
Sambil tertawa bahagia ia juga menceritakan bagaimana teman-teman mahasiswa yang ikut kegiatan ini jadi tertular semangat berkolaborasi, semangat berkegiatan sosial dan ketagihan untuk terus aktif turun ke masyarakat. Bahkan kegiatan ini ia katakan jadi perenungan para mahasiswa kedokteran dalam melihat kondisi lingkungan sekitarnya.
Proyek Masa Depan
Dani berharap komunitas ini terus tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, menyebarkan dampak yang lebih besar kepada seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan lebih dari itu, ia percaya bahwa gerakan ini merupakan sebuah proyek masa depan yang dampaknya memang belum bisa dirasakan 10 tahun ke depan, melainkan 30 tahun ke depan, ketika para relawan dokter ini sudah menjadi dokter-dokter profesional, ahli, atau bahkan duduk di bangku kementerian. Ia optimis, pasalnya para relawan sudah dipupuk sejak dini untuk menumbuhkan rasa kemanusiaannya dan kepekaannya, sesuai dengan goal atau tujuan komunitas.
“Alhasil nantinya Idealisme mereka bagus. Mereka akan berorientasi terhadap kegiatan sosial. Dan bahkan jika mereka sudah duduk di kursi tinggi, seperti kementrian, hal ini akan mempengaruhi pembentukan kebijakan mereka yang selalu berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan masyarakat,” tutupnya.
Ia juga menaruh harapan agar konsep gerakan ini bisa jadi inspirasi dan bisa ditiru pemuda lainnya untuk membangun gerakan baru yang tak mesti dalam bidang yang sama, namun bidang lainnya yang tentunya bisa membawa perubahan pada negara Indonesia.