Di Sidang KIP, Kontras Beberkan Kronologi Penolakan Setneg Buka Hasil Laporan TPF Munir

Komisi Informasi Pusat (KIP) menggelar sidang perdana Sengketa Informasi Publik antara Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Sekretariat Negara (Setneg), Rabu (22/6/2016).

Sidang yang berlangsung di lantai 5 Gedung Graha PPI, Jakata Pusat ini, dimohonkan Kontras yang ingin Setneg mempublikasi laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir.

Agenda pada sidang kali ini adalah pemeriksaan awal permohonan sengketa informasi yang diajukan Kontras pada Kamis (28/4/2016). Majelis hakim dipimpin Evy Trisulo Dianasari, dengan dua anggota Thannu Setyawan dan Dyah Aryani.

Hadir sebagai pemohon Koordinator Kontras Haris Azhar didampingi dua kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Sri suparyati dan Veronika Koman.

Namun, Setneg sebagai termohon tidak hadir dalam persidangan. Berdasarkan surat yang dikirimkan ke Komisi Informasi, pihak Setneg beralasan sedang menyiapkan dokumen yang diperlukan dalam persidangan.

“Berdasarkan surat resmi yang dikirimkan kepada kami, pihak termohon tidak hadir dengan alasan sedang menyiapkan dokumen. Sidang terus berjalan meski termohon tidak hadir,” ujar Ketua Majelis Hakim Evy Trisulo Dianasari.

Dalam sidang tersebut majelis hakim menanyakan tiga hal terkait pengajuan sengketa informasi kepada Kontras, yakni latar belakang permohonan sengketa, keberadaan hasil laporan TPF kasus Munir dan dasar hukum yang menyatakan dokumen laporan tersebut disimpan Setneg.

Haris menuturkan, pada 17 Februari 2016 Kontras mengajukan permohonan ke Setneg untuk segera mengumumkan laporan TPF Munir. Laporan, menurut Azhar, diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005.

Namun, permohonan tersebut ditolak. Pihak Setneg beralasan tidak menguasai dokumen yang dimaksud. Selain itu, menurut Haris, Setneg juga menyatakan tidak mengetahui keberadaan maupun lembaga negara yang menyimpan dokumen laporan TPF Munir.

“Berdasarkan hal itu kami mengajukan permohonan sengketa informasi sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat 1 huruf a UU Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Haris.

Haris menjelaskan, sesuai pasal 9 Keputusan Presiden (Keppres) No. 111 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Munir, maka Pemerintah wajib mengumumkan secara resmi hasil penyelidikan kepada masyarakat.

Selain itu Pemerintah juga diminta untuk memberikan penjelasan atas alasan belum diumumkannya hasil penyelidikan TPF.

“Sudah 11 tahun sejak hasil penyelidikan itu diserahkan, Pemerintah belum juga membukanya kepada publik,” kata Haris.

Selain itu Haris juga yakin laporan TPF Munir sudah berada di tangan Pemerintah dan disimpan Setneg. Hal tersebut pernah diutarakan oleh anggota TPF secara langsung kepada Kontras dan ada beberapa media yang meliput.

Harris menyebut beberapa anggota TPF Munir antara lain Usman Hamid, Munarman, Bambang Widjojanto, Amrudin Harahap, Retno Marsudi, Hendardi, Kemala Chandra Kirana dan Asmara Nababan.

“Argumentasi soal bukti laporan sudah diserahkan dan dasar kenapa kami yakin Kemensetneg menyimpan dokumen tersebut itu ada, hanya belum kami serahkan ke Komisi Informasi. Beberapa anggota Tim TPF sudah menyampaikan kepada kami,” kata Haris.

Rencananya sidang kedua akan digelar pada Rabu (29/6/2016) pukul 13.00 WIB di gedung Komisi Informasi Pusat dengan agenda penyerahan bukti-bukti terkait keberadaan dokumen TPF Munir oleh Pemohon dan mendengarkan tanggapan dari pihak Termohon.

Sumber: Kompas.com

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *