Komunitas Kanot Bu bekerjasama dengan Seniman Perantauan Atjeh (Sepat) akan menggelar workshop seni rupa bertema “Nuga Art Exhibition”. Acara digelar selama tiga hari sejak Minggu 31 Juli hingga Selasa 2 Agustus 2016 di Bivak Emperom, Sekretariat Komunias Kanot Bu, di Jl. Cut Nyak Dhien, Emperom, Jaya Baru, Kota Banda Aceh.
Kegiatan ini dikemas dengan konsep santai penuh kebersamaan. Peserta bebas menuangkan segala ide dan imajinasi sambil minum kopi bersama di Bivak Emperom. Panitia pelaksana workshop akan menyediakan media kayu bekas serta alat lukis untuk digunakan seniman peserta sesuai keinginan.
Kepala urusan Workshop, Ibnu Hajar, mengatakan kegiatan ini terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, baik yang berdomisili di Aceh atau sekadar sedang berpergian ke Aceh. Selain itu, kegiatan ini juga akan diikuti oleh para seniman rupa dari berbagai komunitas di Banda Aceh.
“Kami menyebut perhelatan ini sebagai NUGA. Dalam persepsi kami, nuga adalah metafor penanda ingatan, alat meng-geulawa siapa saja yang kira-kira pantas digeulawa. Nuga tidak kami definisikan secara sepihak karena kami rasa, kemerdekaan definisi sesungguhnya ada dalam persepsi kita masing-masing,” kata Ibnu.
Lebih detail dijelaskan, Nuga adalah kata dalam bahasa Aceh yang berarti kayu sisa. Dalam keseharian ia biasa digunakan sebagai benda yang bersinggungan dengan urusan fisik. Kerap pula bersinggungan dengan perilaku kekerasan seperti untuk mengancam, menjatuhkan, atau bahkan memukul hingga mematikan.
“Nuga telah kadung terkonotasikan dan terkungkung pada perkara-perkara negatif, ofkir, atawa limbah. Keterkungkungan yang butuh sebuah upaya pemerdekaan untuk membebaskannya dari penjara paling isolatif dari pemaknaan diri kita sendiri,” ujarnya.
Menurut Ibnu, fungsi yang mengacu pada fisik ini, bagi seniman—selagi ngopi di Bivak Emperom—dianggap sebagai pemiskinan bahasa. Mesti ada cara lain untuk membuatnya lebih kaya. Seperti bagaimana menggunakannya sebagai medium yang bisa membahasakan atau mengungkapkan pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, workshop ini memberikan kemerdekaan penuh bagi seniman untuk menggunakan nuga sebagai medium untuk memberikan sebuah bentuk baru yang lahir melalui ide atau gagasan seniman.
“Ide atau gagasan yang tentu saja menjadi kekuatan baru sehingga berujung pada hadirnya produk seni baru: Benda Seni Nuga,” katanya.
Dalam workshop seni rupa ini, nuga juga merupakan medium yang digunakan para seniman dalam membahasakan pelbagai masalah yang dikemas dalam sebuah pameran. Nuga-nuga dijadikan sebagai bahasa simbolik demi memberikan penyegaran pada sebuah realitas yang terjadi di Aceh.
“Entah bagaimana, tanpa menyimbolkannya dengan apa-apa, nuga bisa saja menjatuhkan korban. Setidaknya melalui pameran yang di gagas kali ini, seniman ingin meluaskan definisi nuga tersebut ke dalam makna yang mengarah pada fungsi metafisik. Yaitu sebagai benda yang memberikan kekuatan atau daya sentuh, namun tanpa melukai fisik tertentu.”
Acara ini juga akan dikuratori oleh curator muda Aceh, Putra Hidayatullah. Sebelumnya, Putra juga menjadi curator pada perhelatan akbar dua tahunan seni rupa kontemporer berskala internasional, Jakarta Biennale 2015.
Workshop seni rupa “Nuga Art Exhibition” terselenggara berkat sokongan dan kerjasama apik antar unit-unit kreatif di Banda Aceh dan Yogyakarta, seperti NyanbanKaos, Aceh Documentary Competition, geulanceng, Tu-ngang Syndicate, kaosmaop, Band Indie Seungkak Malam Seulanyan dan Amroe, serta q management.
Untuk konfirmasi kehadiran serta keterangan lebih lanjut, panitia whorkshop bisa dihubungi di nomor 08116722896.
“Alamat lengkapnya di Jalan Cut Nyak Dhien, Emperom, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh. Atau persis bersebelahan dengan kantor Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh,” kata Ibnu.
Sumber: Klik Kabar