“Konflik dan gesekan agama itu sering terjadi, tapi saya nggak melihat ada mahasiswa yang berperan untuk mengusahakan terciptanya perdamaian antarumat beragama,” ujarnya menyayangkan.
Sosok tegas itu adalah Andreas Jonathan, pendiri komunitas Young Interfaith Peacemaker. Komunitas yang ia dirikan bersama seorang teman bernama Ayi Yunus Rusyana itu bisa dibilang berbeda dari komunitas pada umumnya. Bagimana tidak, isinya pun bukan sekumpulan orang yang punya kesamaan hobi, tapi lebih kepada orang-orang yang memiliki keinginan untuk memberi pendidikan lintas agama untuk anak muda. Tujuannya jelas, yaitu agar pemuda Indonesia terbebas dari sejuta prasangka dan stereotip terhadap agama lain. Intinya, komunitas ini hadir untuk menciptakan perdamaian dalam kehidupan beragama.
Sejak duduk di bangku kuliah Andreas Jonathan memang aktif terlibat dalam organisasi keagamaan di kampusnya. Ia kala itu ikut organisasi agama Kristen. Ia akui, selama ikut organisasi itu ia tak pernah bersentuhan dengan organisasi agama lain, padahal hal itu semestinya dilakukan, melihat kondisi negara yang rentan akan konflik agama. Hal itu juga yang akhirnya menjadi salah satu pendorong berdirinya Young Interfaith Peacemaker.
Didirikan pada 2012, komunitas ini awalnya terbentuk dari dialog-dialog keagamaan yang diinisiasi keduanya saat menempuh studi di Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), konsorsium program doktoral studi agama yang diinisiasi penganut Islam dan Kristen, serta universitas di Indonesia yang menganut sekularisme. Namun lama-kelamaan keduanya tergerak untuk berbuat lebih.
“Kami adakan dialog keagamaan dengan teman-teman muslim dan nasrani awalnya. Tapi lama-kelamaan saya merasa cara ini kurang efektif, hingga pada akhirnya tahun 2012 dibentuklah YIPC,” ujar lulusan Fakultas Teknik di Universitas Kristen Petra Surabaya ini.
Komunitas besutannya mengalami beberapa tantangan selama berdiri. Sulitnya mengubah pola pikir mahasiswa dan anak muda Indonesia yang masih tertutup dan penuh prasangka terhadap agama lain di luar agamanya sendiri diakui Andreas menjdi salah satu tantangan terberat.
Namun ia tak menyerah begitu saja, salah satu cara untuk terus mengajak anak-anak muda untuk berdialog adalah berkumpul lewat serangkaian kegiatan seperti Peacemaker Camp yang rutin diadakannya. Dalam akhir perkemahan ini, anak-anak muda lintas agama yang ikut serta akan diikutsertakan dalam kegiatan rekonsiliasi yaitu mengeluarkan prasangka dan pikiran-pikiran negatif tentang agama lain di luar agamanya.
Dan meski diliputi berbagai tantangan, Andreas merasa apa yang dikerjakannya tak sia-sia, apalagi jika melihat perubahan pola pikir anak-anak muda Indonesia.
Pria asli Malang, Jawa Timur, ini berharap Young Interfaith Peacemaker akan menuai perhatian pemerintah, pasalnya sampai sekarang belum terlihat upaya pemerintah mengayomi pemuda Indonesia untuk menciptakan perdamaian antarumat beragama.
“Pemerintah masih belum sadar kalau anak-anak muda dengan pikiran terbuka itu penting. Karena mereka kan suka bergaul, melalui mereka lah pesan perdamaian lintas agama dapat disebarkan,” tutupnya.
Idenya bagus sekali.
Apa yg telah dan akan dilakukan?
Hati2 dgn gesekan yg tak diinginkan.
Tetap semangat.
Menarik sekali. Event apa saja yang dilakukan? saya dengar sudah dibuat event2 di beberapa wilayah spt di Jogja?