Komunitas Kayon; Ajarkan Teknologi Energi Alternatif Pada Anak-Anak

Menyusuri Banjar Geluntung Kaja, Desa Geluntung, Kecamatan Marga udara sejuk terasa di kulit, susunan rumah berpagar rendah seolah memberikan kesan jika perumahan tersebut seragam.

Berada di sebelah timur Balai Banjar Geluntung Kaja, I Gusti Ngurah Agung Putradhyana tampak sibuk dengan beberapa anjing peliharaannya, pria berperawakan kurus itu merupakan salah seorang pendiri dari Komunitas Kayon sejak 1999 yang hingga saat ini masih tetap ada dan memberikan pelajaran tentang lingkungan kepada anak-anak di sekitar Desa Geluntung.

Pria 47 tahun yang akrab disapa Gung Kayon merupakan alumni Arsitektur Universitas Udayana tamatan 1998, dia menceritakan awalnya Komunitas Kayon dibentuk oleh sembilan orang mahasiswa Udayana yang Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Petang.

“Awalnya berasal dari kegiatan mahasiswa KKN, kami sepakat membuat komunitas berbasis pada kegiatan alam dan sosial untuk anak-anak,” katanya saat ditemui di rumahnya, (15/5/2016).

Komunitas Kayon tidak memiliki jadwal ataupun kegiatan yang terprogram, begitupun dengan pertemuan tetap dari anggota komunitas, dirinya dan rekan-rekan komunitas hanya berkumpul jika ada memomen tertentu dan lebih banyak berkomunikasi melalui media sosial.

Sementara untuk kegiatan anak-anak di komunitas itu diajak menonton film, pengenalan bahasa inggris dan pengenalan teknologi ramah lingkungan.

Sebuah panel surya yang bisa dibawa kemana-mana, bisa digunakan untuk berkemah ataupun memancing.

“Mengajarkan tentang energi alternatif juga merupakan bagian dari menjaga lingkungan, karena saat ini di Indonesia produksi listrik masih berbasis bahan tambang, misalkan minyak, gas maupun batu bara,” jelasnya.

Dia menceritakan awalnya, komunitas Kayon eksis di Denpasar, setelah peristiwa Bom Bali I, sekitar tahun 2004 dirinya kembali ke kampung halaman di Banjar Geluntung Kaja, begitu juga dengan kegiatan komunitas sepenuhnya dibawa ke kampungnya.

“Sejak saat itu kami di komunitas banyak melibatkan anak-anak sekitar desa dalam kegiatan pengenalan alam dan teknologi ramah lingkungan,” paparnya.

Mung Kayon yang menghabiskan masa SMA di Denpasar itu sejak tahun 1995 memang memiliki hobi terhadap alat-alat listrik, hingga masa kuliah ia mengambil jurusan arstektur.

Bahkan hingga sekarang ditengah kegiatannya sebagai seorang arsitektur, dirinya tetap menciptakan alat-alat dengan memanfaatkan listrik, khsusnya listrik dari tenaga matahari.

“Ini hobi saja, saat ini sedang serius menyiapkan panel surya yang diletakkan di bawah genteng yang transparan, masih kami perbanyak dan akan diajarkan kepada anak-anak,” ujarnya.

Selain itu, Gung Kayon telah menciptakan beberapa alat yang menggunakan energi matahari sebagai sumber tenaga, di antaranya pemotong rumput bertenaga matahari, koper energi, traktor listrik dan sebagian lampu di rumahnya menggunakan panel-panel surya sebagai energi.

“Sebagai hobi saya lihat sebuah peluang, bukannya peluang bisnis, tapi bagaimana mengelola energi matahari yang sumbernya melimpah sehingga listrik dapat dikelola secara mandiri,” terangnya.

Dia berharap setiap rumah tangga memiliki panel surya, Gung Kayon merinci satu meter panel surya yang telah terpasang dengan model diletakkan dibawah genteng trasparan dapat menghasilkan listrik antara 150 watt hingga 200 watt.

Pemakaian untuk energi listrik rata-rata rumah tangga permalam dihitungnya selama empat jam.

Jika dikalikan 150 watt dengan empat jam menghasilkan 600 watt perhari, dikali 30 (selama sebulan)  satu bulan panel listrik menghasilkan sebesar 1800 watt atau 18 kWh perbulannya.

“Rata-rata listrik yang digunakan pada rumah tangga dengan kilometer 450 kWh menghabiskan listrik sekitar 10 hingga 15 kWh, dengan adanya bantuan panel matahari maka dapat membantu negara dalam beban masalah listrik,” jelasnya.

Sumber: Tribun News Bali

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *