Indonesia Darurat Narkoba: Kriminalisasi Tidak Sesuai Komitmen Pemberantasan

Indonesia sudah darurat narkoba; lebih parahnya, sindikat narkoba yang ada di negara ini melibatkan banyak instansi. Haris Azhar—Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)—yang mencoba mengungkapnya malah dituding melakukan penghinaan. Maka itu, para ahli hukum berkumpul untuk memberikan media briefing kepada para wartawan berbagai media. Bertempat di Perpustakaan Hukum Daniel S. Lev, acara itu dimoderatori oleh Miko S. Ginting (peneliti PSHK dan pengajar STHI Jentera) dengan narasumber Todung Mulya Lubis (founder Lubis Santosa & Maramis Law Firm), Chandra M. Hamzah (pendiri PSHK dan STHI Jentera), Asfinawati (pengajar STHI Jentera), dan Ganjar Bondan Laksmana (pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia).

Testimoni yang disampaikan oleh Freddy Budiman kepada Haris Azhar—bahwa banyak pihak yang berbagi pendapatan dari adanya sindikat narkoba—sebenarnya merupakan isu publik. Namun, ketika Haris berupaya mengungkapkan kenyataan itu, ia justru dikriminalisasi dengan alasan melakukan pencemaran nama baik terhadap berbagai instansi yang tercantum dalam tulisannya itu.

“Padahal, apa yang dilakukan oleh Haris itu sudah sesuai dengan Bab 2 Kode Etik Advokat (Kepribadian Advokat) Pasal 3 huruf b dan c,” ujar Todung. Bunyi kedua huruf pasal itu adalah “Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi, tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan” dan “Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia.” Para narasumber memiliki suara yang sama dalam menyatakan bahwa ketika seorang public interest lawyer membongkar sindikasi narkoba, ia seharusnya dilindungi; bukan malah dikriminalisasi. Ketika dikriminalisasi, hal itu memberikan pesan yang salah kepada warga Indonesia dan justru akan ada kecenderungan untuk menimbulkan ketidakberanian dalam melaporkan kasus-kasus terkait narkoba.

Chandra M. Hamzah menambahkan bahwa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 26/PUU-XI/2013, “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam dan di luar sidang pengadilan.” Ia jelaskan bahwa hal yang seharusnya menjadi sorotan utama adalah niat seorang advokat. Dalam hal ini, niat Haris Azhar sudah sesuai dengan pernyataan Jokowi bahwa Indonesia harus lebih giat dalam pemberantasan narkoba. “Hal itu sudah di-endorse oleh Presiden dan oleh karena itu, seluruh upaya harus dimaksimalkan, bukan menuduh orang yang berupaya memberantas sindikat narkoba,” Chandra katakan.

Asfinawati mengaitkan kejadian kriminalisasi itu dengan kurangnya komitmen Indonesia dalam menjalankan Convention Against Transnational Organized Crime yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dalam UU No. 5 Tahun 009 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi. Dalam konvensi itu, tertulis bahwa ada lima tindakan yang tergolong transnational organized crimes, yaitu perdagangan manusia, perdagangan senjata, narkoba, pencucian uang, dan korupsi.

Menurut Asfinawati, kelima hal itu saling terkait. “Indonesia, sebagai bagian dari komunitas internasional, dengan meratifikasi konvensi itu sejak 2009 sudah ditagih oleh komunitas internasional untuk memberantas kelima hal itu. Kalau sekarang tidak terjadi penurunan angka terhadap kelima hal itu dan justru yang semakin marak terjadi adalah tindak kriminalisasi, itu bukti komitmen Indonesia tidak terjadi,” ujar Asfinawati.

Ganjar Bondan Laksmana menutup media briefing itu dengan mengatakan bahwa apa yang ditulis oleh Haris Azhar seharusnya dapat dijadikan pintu masuk dalam rangka memberantas narkoba. Ia juga tambahkan bahwa yang dilakukan oleh Haris bukanlah bentuk penghinaan karena tidak bersifat menyerang nama baik; ia sekadar mengungkapkan testimoni narasumbernya. Para ahli hukum tersebut memberikan masukan kepada Presiden Jokowi untuk membentuk tim independen yang melakukan investigasi agar mampu mendapat gambaran yang lebih objektif terhadap kasus ini. (AW)

Sumber: Laman PSHK

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *