Muhammad Sarudi Putra Siregar: Saingi Origami Melalui Kerajinan Kertas Khas Indonesia Bernama Enigami

Perkenalkan, nama pemuda ini adalah Muhammad Sarudi Putra Siregar pemuda kelahiran Riau ini adalah seorang pendiri komunitas daur ulang limbah kertas, yang diberi nama Enigami Papers.

Komunitas ini ia dirikan setelah mengikuti kompetisi bisnis bertajuk Social Enterprise saat masih duduk di bangku kuliah. Dalam kompetisi itu ia tak hanya belajar soal bisnis, namun pemberdayaan masyarakat. Dari situlah Ucok –begitu ia biasa dipanggil- kemudian terdorong untuk mendirikan Enigami Papers, yang punya maksud memberdayakan ibu-ibu yang tinggal di sekitar kampus UIN Syarifhidayatulah, tempatnya menempuh pendidikan S1. Tujuannya sederhana, agar para ibu tersebut punya kegiatan bermanfaat saat menunggu anaknya di sekolah, tak sekadar bergosip.

“Saya memang sering ikut beragam kompetisi berbasis ide bisnis dan desain sejak 2010, sampai akhirnya ikut kompetisi ini di tahun 2013. Bersyukur sekali karena di kompetisi ini akhirnya bisa mendapat predikat kelompok dengan ide terbaik, yaitu pengelolaan limbah kertas jadi benda bernilai ekonomi. Saat itu kami mengidekan penerapannya di kawasan sekitar kampus dulu, yaitu Desa Jombang,” jelas Ucok.

Nama komunitas ini sekilas terdengar seperti bahasa Jepang, tapi ternyata bukan itu maksudnya. Jika ‘Enigami’ dibaca terbalik dari kanan ke kiri, maka akan menjadi tulisan dalam bahasa Inggris, yaitu ‘Imagine’.

“Pemilihan nama ini juga punya maksud tersendiri, yaitu untuk menjadikan kerajinan limbah kertas ini menjadi salah satu ciri khas Indonesia. Jadi kalau Jepang punya Origami, Indonesia punya Enigami,” tukasnya.

Pendirian Enigami Papers yang kelihatan mudah ini nyatanya tak lepas dari banyaknya tantangan yang menhadang. Bahkan dikatakan Ucok, hal ini sempat membuat komunitasnya vakum selama beberapa waktu dan juga mendapat komplain dari beberapa pihak terkait kualitas produk komunitas yang kurang bagus.

“Karena yang mengerjakan ibu-ibu rumah tangga yang tak punya ilmu dan pengalaman dalam hal desain, jadi kualitas dan hasil jadi produknya kadang tidak seragam. Itulah komplain yang paling sering kami dapat dari pelanggan,” tutur pemuda kelahiran tahun 91 ini.

Namun tentunya tantangan ini tak membuat Ucok dan kawan-kawan patah semangat dan meratapi kegagalan. Mereka selalu melakukan perbaikan dan evaluasi terhadap setiap masalah, hingga akhirnya menemukan solusi yang efektif.

Tambahnya, “Akhirnya saya dan teman putuskan, finishing setiap produk diambil alih oleh kami dan komputer digunakan untuk membuat desainnta.”

Pendirian komunitas ini juga mendapat apresiasi dari sang bunda. Awalnya diakui Ucok, agak sulit untuk menjelaskan kepada ibunya tentang apa yang ia lakukan bersama teman-teman di Enigami Papers. Namun lama-kelamaan, setelah ia sering mengajak ibunya ke kegiatan-kegiatan komunitas besutannya, sang ibu mengerti dan bahkan sangat bangga dengan apa yang dilakukan anaknya, yaitu sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak.

Hingga saat ini, pemuda yang sibuk dengan pekerjaan lepas desain di sebuah kantor UKM ini masih aktif berkegiatan bersama Enigami Papers. Bahkan kini Ucok sedang mengembangkan proyek baru bersama komunitasnya yang bekerja sama dengan sebuah lembaga pendidikan, untuk memberdayakan kembali masyarakat di Desa Jombang. Kali ini tak hanya ibu-ibu tetapi juga anak-anak muda di sana.

Bersama Enigami Papers, Ucok juga aktif menjadi pembicara dalam berbagai workshop dan pelatihan. Tak hanya itu, ia juga tak lelah membangkitkan kesadaran generasi muda Indonesia terhadap permasalahan lingkungan hidup melalui edukasi yang dilakukannya ke sekolah-sekolah.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *