CISDI: Angka pertumbuhan perokok pemula Indonesia paling tinggi di dunia

Bahaya rokok dinilai sudah mendesak dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Dengan demikian, nantinya para pendidik mampu memberikan penjelasan komprehensif mengenai dampak buruk rokok kepada anak-anak didiknya.

“Angka pertumbuhan perokok pemula Indonesia paling tinggi di dunia, maka, hal ini mestinya segera direspons pemerintah,” kata Koordinator Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Anindita Sitepu, di Jakarta, Rabu (24/8).

Ini bisa dilakukan dengan menyasar tempat anak dan remaja menghabiskan sebagian waktu mereka, yakni institusi pendidikan. Bentuk informasi yang diberikan, sebaiknya tak hanya dipaparkan sebagai mata pelajaran penunjang, tetapi ke materi pelajaran.

Menurutnya, materi tentang bahaya rokok bisa dikenalkan sejak jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Untuk tingkat pendidikan sekolah dasar, materi dapat disampaikan secara lebih ringan. Penjelasan lebih terperinci bisa di SMP hingga SMA.

Sebelumnya, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyatakan,  jumlah perokok muda dari usia 10-14 tahun terus bertambah. Pada 2001, jumlah perokok usia 10-14 tahun sebanyak 1,9 juta orang. Pada 2010, jumlahnya meningkat hingga 3,9 juta orang.

Lebih lanjut Anindita memaparkan, berdasarkan pengalaman Tim Pencerah Nusantara (salah satu bagian kegiatan CISDI) di beberapa daerah Indonesia, anak muda sangat antusias mendapat informasi mengenai bahaya rokok.

Tim Pencerah Nusantara sudah empat kali memberangkatkan wakil-wakilnya ke puluhan daerah terpencil di Indonesia. Di satu kecamatan, ada satu tenaga penyuluh yang memberikan informasi kepada kaum muda. Penyuluh tersebut memberikan materi dan pelatihan.

Anak-anak muda itu tidak hanya diberi tahu seperti apa bahaya rokok. Mereka juga dilatih menyampaikan informasi kepada kawan-kawan sebayanya. ”Itu membuktikan bahwa informasi soal rokok memang perlu dan nyatanya bisa diterima anak muda,” tutur Anindita.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Muhammad Faqih, meminta pemerintah menegaskan komitmen alokasi pendanaan jaminan kesehatan jika wacana kenaikan harga rokok diberlakukan.

Alokasi ini untuk menjamin penderita penyakit akibat rokok. “Jika kenaikan harga rokok jadi dilaksanakan, kami harap nanti ada implikasinya bagi perlindungan dari sisi kesehatan,” ujar Daeng kepada Republika di Jakarta, Rabu (24/8).

Menurut dia, perokok yang menderita penyakit akibat rokok saat ini masih ditanggung dengan dana jaminan kesehatan nasional. Daeng menilai, kondisi ini tidak sepatutnya terjadi. Para produsen rokok semestinya ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan konsumen.

Daeng pun menambahkan, setidaknya harus ada tiga pihak yang nantinya diperhatikan jika kebijakan kenaikan harga rokok diterapkan. Ketiganya yakni para perokok pemula, para perokok aktif dan para perokok pasif.

Harus ada penjelasan atau aturan yang menyertai, supaya dapat mencegah bertambahnya perokok pemula, mencegah agar para perokok tidak merokok sembarangan, sehingga perokok pasif tidak terimbas kesehatannya.

Jika ada perokok aktif sakit akibat rokok, harus dijamin pembiayaan pengobatannya. ”Tiga aspek ini sampai sekarang belum tampak dilakukan pemerintah.”

Khawatir
Kementerian Perindustrian mengkhawatirkan nasib industri kecil menengah rokok menyusul wacana penetapan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus. Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto mengatakan, harga naik membuat konsumsi turun.

Menurut Panggah, ini akan membuat industri kecil menengah rokok yang akan gulung tikar lebih dulu, mengingat jumlahnya yang semakin menurun hingga 2016. Sedangkan industri skala besar akan melakukan efisiensi besar-besaran.

Salah satu cara yang akan ditempuh adalah mengganti tenaga manusia dengan teknologi mesin. “Dari 2.600 data total industri rokok pada 2010, sekarang tinggal 600 industri, termasuk IKM. Industri besar pasti akan mengejar efisiensi,” ujar Panggah, Rabu (24/8).

Pabrik rokok kelobot yang ada di Kota Madiun, Jawa Timur, merasa resah dengan wacana kenaikan harga rokok. Pemilik pabrik rokok kelobot di jalan Panglima Sudirman, Kota Madiun, Aman Winarto mengatakan, dampak langsungnya pada buruh pabrik.

”Kemungkinan mereka kehilangan pekerjaan karena berkurangnya jumlah pembeli rokok,” ujar Aman. Ia menilai, mahalnya harga rokok nantinya akan menyebabkan daya beli masyarakat menurun, akibatnya industri rokok pun terpaksa mengurangi jumlah produksi rokoknya.

Pengurangan produksi akan berimbas juga terhadap pengurangan tenaga kerja yang ada atau bekerja di pabrik rokok. Dengan kata lain, jelas Aman, kenaikan harga rokok malah akan menimbulkan masalah baru, yakni pengangguran yang akhirnya menambah kemiskinan.

Meski ada isu kenaikan harga rokok, ia mengaku produksinya stabil, yakni sekitar 4.000 batang per hari atau sekitar 400 bungkus. Rokok produksinya dipasarkan di Kota dan Kabupaten Madiun serta daerah sekitarnya.

Sumber: Republika

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *