Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menuntut pemerintah membuktikan komitmen menindaklanjuti kasus lubang bekas penambangan yang menewaskan 25 anak di Kalimantan Timur.
Sekitar 17 perusahaan tambang disebut bertanggung jawab dalam kasus ini.
Perusahaan-perusahaan itu adalah PT. Kitadin, PT Bara Sigi Mining, PT Muliana Jaya, PT Multi Harapan Utama, KSU Wijaya Kusuma, PT Bukit Baiduri Energi, PT Insani Bara Perkasa, PT Hymco Coal, PT Panca Prima Mining, PT Energi Cahaya Industritama, PT Graha Benua Etam, PT Cahaya Energi Mandiri, PT Lana Harita Indonesia, PT Transisi Energi Satunama, CV Atap Tri Utama, CV Panca Bara Sejahtera, dan PT Bumi Energi Kaltim.
Koordinator Nasional JATAM Merah Johansyah menyatakan, pemerintah harus menggiring seluruh perusahaan itu ke pengadilan.
“Kami mau pemerintah wujudkan dan praktikan penegakan hukum kepada 17 perusahaan. Jangan sekedar lip service seperti selama ini,” ujar Merah di kantor JATAM, Jakarta, pada Jumat (5/8).
Sejauh ini belum ada tindak lanjut dari otoritas daerah maupun pusat kepada perusahaan-perusahaan yang diduga terlibat. Pemerintah bahkan belum sepenuhnya memberikan hak pendampingan dan keadilan hukum bagi keluarga korban.
Dari 17 perusahaan, kata Merah, hanya satu perusahaan yang telah diproses secara hukum oleh pemerintah daerah.
Itu pun dengan hasil putusan hukum yang menurutnya tak sebanding dengan dampak kerusakan dan nyawa yang menghilang.
Satu perusahaan tersebut hanya dikenakan hukuman 2 bulan hukuman penjara dan denda sebesar Rp100 juta.
“Itu pun yang kena hanya security perusahaan. Kalau pemerintah serius, ya giring perusahaan ke meja hijau tapi aktor besarnya, bukan aktor kecilnya,” ucap Merah.
Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, ada 3.500 lubang tambang yang menyebar di Kaltim, dan 232 lubang di antaranya berada di Kota Samarinda.
Jumlah korban terbanyak juga berada di Kota Samarinda, yakni sebanyak 15 dari 25 korban meninggal.
Sementara itu, Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada Kamis lalu memimpin rapat koordinasi dengan lembaga dan kementerian untuk menyelesaikan persoalan tambang maut tersebut.
Beberapa yang hadir di antaranya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Mabes Polri, Direskrimum Polda Kaltim, dan Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Kaltim.
Pelaksana Harian (Plh) Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Inspektur Jenderal Carlo Tewu mengatakan, dalam waktu dekat timnya akan melakukan peninjauan ke lokasi lubang bekas penambangan, sebelum memutuskan tindakan selanjutnya. (wis/wis)
Sumber: CNN