Tak Mau Buka Data Perizinan, FWI-Jatam: Bukti Pemerintah Tak Transparan

Pemerintah masih tak transparan membuka data perizinan perkebunan sawit, salah satu satu seperti permintaan Forest Watch Indonesia (FWI) kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang soal izin di di Kalimantan. Terbukti, FWI sulit meminta data, bahkan sampai menang di Komisi Informasi Publik pun, kementerian ini masih banding.

Tertanggal 9 Agustus 2016, Kementerian ATR/BPN memberikan surat atas keberatan putusan sidang KIP pada 22 Juli 2016.

”Mereka mengajukan banding dengan alasan yang dapat membatalkan peraturan terkait kebijakan informasi publik adalah Mahkamah Agung, bukan sidang Komisi Informasi,” kata Linda Rosalina, Pengkampanye FWI, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sikap ini, katanya, jelas bertentangan dengan kebijakan satu map, yang berkomitmen terbuka.

Kejadian serupa terjadi di Kalimantan Timur. Putusan Komisi Informasi Kaltim yang membuka dokumen hak guna usaha perkebunan ditolak Kantor Wilayah (Kanwil) BPN, seperti permintaan data PT Perkebunan Kaltim Utama (perkebunan sawit) dan PT Kutai Energy (tambang) di Kecamatan Muara Jawa milik Luhut Binsar Pandjaitan.

Kedua perusahaan, katanya, terbukti menyerebot lahan masyarakat. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) memenangkan persidangan Maret 2016, BPN Kaltim banding dan Juni menang kembali.

Proses ini, seharusnya menjadi yurisprudensi bagi upaya lain dalam menguak kasus tumpang tindih lahan, pelanggaran HAM dan perampasan lahan karena tak ada transparansi dalam perizinan.

”Usaha BPN melindungi HGU menjadi tolak ukur pemerintah melindungi kejahatan korporasi,” kata Ketut  Bagia Yasa, Divisi Hukum dan Advokasi Jatam Kaltim.

Ada kejanggalan

FWI menemukan kejanggalan pada perizinan usaha perkebunan seluas 9,1 juta hektar. Namun, kata Linda, untuk memverifikasi perizinan, memerlukan data valid yang di-overlay dengan data pemerintahan. FWI perlu pemerintah membuat akses melihat perizinan sawit.

Berdasarkan data FWI 2014, laju deforestasi Indonesia terjadi 1,13 juta hektar per tahun. Adapun Kalimantan, menjadi pulau teratas ekspansi sawit dibandingkan pulau lain, seluas 327,571 hektar.

Sebanyak 9,1 juta hektar memperoleh izin usaha perkebunan (IUP) dan 2,7 juta hektar HGU. Realisasi tanam hanya 3,2 juta hektar. Timbullah carut marut perizinan. Bahkan, di Kutai Timur,  pernah terjadi empat tumpang tindih antara izin HPH, HTI dan tambang dan sawit.

Tumpang tindih ini, katanya, berdampak luar biasa baik dari sisi lingkungan maupun sosial.

Ki Bagus Hadikusuma, Manager Kampanye Jatam menyebutkan, di bawah kepemimpinan Awang Faroek Ishak empat tahun terakhir sudah 95 izin tambang keluar di Kaltim. ”Parahnya di Samarinda, 71% dikapling industri tambang,” katanya.

Adapun, 138 perizinan di Kalimantan, antar beberapa perusahaan saling bersengketa. Ada juga yang memiliki hubungan mutualisme.

Sumber: Mongabay

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *