Usianya memang masih 14 tahun. Namun pola pikir dan cita-citanya tidak seperti anak-anak seusianya kebanyakan.
Faye Hasian Simanjuntak, sejak tiga tahun lalu sudah berpikir dan punya keinginan keras untuk melakukan aksi nyata dalam membantu pencegahan perdagangan anak di Indonesia. Melalui organisasi nirlaba “Rumah Faye” yang didirikannya, Rumah Faye melakukan kampanye, penyelamatan dan rehabilitasi bagi penyintas perdagangan anak dan eksploitasi seks.
“Pencegahan adalah yang paling penting. Stopping it. Pendidikan seks ke anak muda mungkin banyak yang menganggap tabu tapi hal itu penting untuk pengetahuan dan pencegahan,” kata Faye.
Keinginan Faye untuk turut andil dan menjadi salah satu aktivis perempuan termuda saat ini dikatakanya berawal kala dirinya kerap diajak orang tua ke tempat anak jalanan. Di situ ia melihat banyak anak-anak yang kehidupannya jauh dibawah dirinya.
“Oleh orang tua, saya dikondisikan untuk sadar bahwa lebih beruntung dari mereka. Sehingga secara tidak sadar saya jadi merasa punya tanggung jawab menolong mereka,” kata Faye.
Memilih untuk aktif pencegahan perdagangan anak dikatakanya bukan secara tiba-tiba. Namun melalui riset yang mendalam.
Berdasarkan data UNICEF dan Koalisi Nasional Eksploitasi Seksual Komersial Anak, setiap tahun 150 ribu anak Indonesia diperdagangkan untuk seks dan 40 ribu hingga 70 ribu dari mereka menjadi korban eksploitasi seks.
Eksploitasi seksual anak merupakan tujuan terbesar dalam perdagangan anak di Indonesia. Tujuan berikutnya adalah kerja paksa, bekerja di tempat-tempat berbahaya dan perdagangan organ tubuh. Kemiskinan, putus sekolah, kemajuan informasi dan teknologi, lemahnya penegakan hukum dan perkembangan pariwisata yang pesat merupakan beberapa faktor semakin maraknya perdagangan anak.
“Setelah beberapa bulan riset, akhirnya pada 16 Oktober 2013 Rumah Faye didirikan,” ujar Faye.
Dalam kegiatanya Faye mengaku tidak segan untuk terjun langsung. Terutama saat menyebarkan pesan serta pendidikan seks terhadap anak yang notabene adalah seusianya. Karena itu dalam penyampaiannya ia selalu berusaha menghadirkan suasana layaknya pertemanan.
“Aku anak remaja jadi mereka aku anggap aja sebagai temen. Awalnya mungkin akan sedikit susah, karena seperti yang dikatakan tadi, bahwa pendidikan seks masih hal yang tabu,” kata dia.
Selain pencegahan, Rumah Faye juga berperan dalam hal pembebasan anak-anak korban perdagangan. Namun untuk hal ini Faye mengaku tidak bisa terjun langsung terlalu jauh mengingat kondisi di lapangan yang tidak sepenuhnya aman.
“Aku pernah ketemu dengan anak-anak korban perdagangan dan dengar cerita mereka. Tapi yang ada aku jadi nggak bisa tidur, jadi untuk pembebasan aku tunggu dewasa,” ujar Faye.
Karena hal itu pula Faye pernah diragukan sanggup menjalankan segala kegiatan di Rumah Faye. Ia dianggap sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa namun tidak tahu harus menolong apa.
“Aku selalu didukung orang tua. Dan menurut aku justru mereka yang salah berpikir seperti itu, karena saya sebagai anak muda juga harus bisa menolong dan melakukan sesuatu,” kata dia.
Akan tetapi ia tidak khawatir karena dalam kegiatannya Rumah Faye juga bergandeng tangan dengan berbagai LSM lainnya untuk bersama-sama menghentikan praktik perdagangan anak.
Dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional tahun ini Rumah Faye bekerja sama dengan Cinema 21 meluncurkan kampanye “Sejuta Senyum Untuk Indonesia”. Ia juga menyerukan lima hal, yang salah satunya Pemerintah Pusat dan Daerah mesti melakukan pengawasan ketat soal perdagangan anak online dan pornografi melalui koordinasi dan kerja sama yang baik diantara kementerian yang menjadi Satgas Nasional Tindak Perdagangan Orang dan Satgas Nasional Perlindungan Anak.
“Serta penegakan hukum mesti dilakukan dentan sangsi maksimum bagi pelaku dengan menyiapkan aparat penegak hukum yang professional dalam penanganan masalah ini,” kata Faye.
Sumber: Republika