Dady Setiadi Suarsa: Takkan Kapok ikut Ekspedisi Mistis

Mendengar kata mistis, apa yang langsung melintas di kepala kalian semua? Pasti mahkluk-mahkluk halus kan? Semacam tante kuntilanak, adik tuyul, om genderuwo dan kawan-kawan. Lalu, pertanyaan selanjutnya, kalau mendengar ‘Wisata Mistis’? pasti pikirannya langsung tertuju dengan kegiatan jalan-jalan, berpariwisata melihat hal-hal mistis? Ada benarnya, tapi tak sepenuhnya benar. Penasaran? Langsung saja tanyakan ke Dady Setiadi Suarsa, pegiat Komunitas Wisata Mistis.

Awalnya dari Forum Internet Besar

Komunitas yang resmi didirikan pada 2011 ini dikatakan Dady –begitu sapaan akrabnya- mulanya terbentuk dari sebuah forum internet besar. Forum ini diisi oleh sekumpulan orang yang gemar bepergian ke tempat-tempat bersejarah yang memiliki mitos dibaliknya. Sekumpulan orang ini pula sering membagikan cerita perjalanan mereka dalam forum, sehingga lambat laun banyak yang tertarik dan ingin ikut bepergian bersama, termasuk Dady. Dari situlah komunitas ini kemudian dibentuk dan diberi nama ‘Wisata Mistis’

Sekilas, nama komunitas ini menimbulkan kengerian, namun jangan salah, komunitas ini tak sekedar menawarkan kengerian saja, tapi lebih dari itu, yakni menawarkan edukasi lewat sejarah dan budaya kota kembang Bandung yang kaya.

“Ya itu tujuan kita menamakan komunitas itu ya memang tujuannya supaya menimbulkan sensasi kengerian saja sih, supaya banyak yang penasaran lalu ikut. Tapi perlu diingat, komunitas ini bukan untuk cari sensasi dan belajar ilmu-ilmu nggak benar, tapi lebih dari itu dan bahkan bisa mengobati rasa takut seseorang juga, dan ini yang paling penting, kita edukasi juga para anggota tata krama atau cara berkunjung ke tempat-tempat tertentu supaya tak sembarangan,­­” jelasnya.

Pindah Lokasi Tidur

Pria kelahiran tahun 91 ini mengaku tak pernah kapok ikut kegiatan bersama komunitas sejak awal berdirinya. Bahkan, pria yang kini duduk di bangku penasihat komunitas ini pernah punya pengalaman yang bisa dibilang tak biasa, mulai dari kerasukan hingga katanya ada yang memindahkan tubuhnya dari tempat tidur ke tempat lain.

“Oh ya, ada kejadian waktu itu di penginapan di daerah Lembang. Saya malam itu ingat betul tidur di lantai 1, eh besok paginya saya sudah berada di lantai 2. Itu saya yakin ada yang pindahin,” ceritanya seru.

Menurut Dady, pengalaman yang menakutkan ini tak sebanding dengan apa yang ia dapatkan, misalnya, menyalurkan hobinya yang suka jalan-jalan dan menambah teman yang memperluas jaringannya.

Tambahnya, “Ya kuncinya ikut kegiatan unik ini yang utama adalah pikiran positif dan fisik yang sehat. Pokoknya pikiran tidak boleh kosong lah.”

Sulitnya Mengubah Stigma Masyarakat

Ketika ditanya soal tantangan yang dihadapi komunitas, pria yang bekerja sebagai IT di sebuah perusahaan swasta di Bandung ini mengatakan, tantangan itu letaknya ada pada proses mengubah stigma masyarakat soal kegiatan komunitas. Nama mistis yang melekat di komunitas misalnya, mendengar kata “mistis” pasti masyarakat langsung berpikir soal aktivitas gaib yang cenderung punya konotasi negatif. Jadi dapat dikatakan, nama komunitas ini di satu sisi mengundang rasa penasaran banyak orang, di sisi lainnya justru mengundang anggapan miring.

Tambahnya “ini bisa dibilang suatu keuntungan sekaligus kemalangan sih. Masyarakat di luar komunitas punya pikiran kalau kita belajar ilmu-ilmu gaib kayak yang di televisi-televisi itu. Bahkan saya juga diomongi sama beberapa teman. Mereka keheranan kenapa sih saya ikutan hal-hal seperti ini.”

Bahkan karena stigma yang sulit dihilangkan itu, komunitas ini sempat mengalami beberapa kendala dalam hal pemilihan tempat, salah satunya gedung instansi pemerintahan kota Bandung yang kental dengan arsitektur peninggalan Belanda.

“Ya itu, mereka nggak mengijinkan karena takut kita pakai ilmu-ilmu apa gitu yang membahayakan,” tukasnya.

Meski diliputi pandangan miring dan anggapan tak sedap, tak sedikit yang tertarik ikut kegiatan komunitas ini melakukan ekspedisi (sebutan untuk perjalanan yang dilakukan komunitas). Bahkan wisatawan asing dan anak-anak ikut terlibat dalam ekspedisi. Dan dikatakan Dady, banyak orang luar negeri yang keheranan sekaligus kagum dengan kegiatan komunitasnya.

“Batasan usia itu kita tetapkan sebenarnya, 17 tahun ke atas. Tapi kalau ada anak-anak, kami sarankan untuk tidak ikut dan melihat dari kekuatan mereka juga. Namun untuk safety, di komunitas kami punya seseorang yang tugasnya menjaga kami selama ekspedisi. Oh ya, soal turis, mereka antusias ikut kegiatan dan nggak pernah menyangka loh ada kegiatan seperti ini di Indonesia. Bahkan, ada yang jauh-jauh dari Australia untuk buat penelitian kegiatan ini,” jelas Dady antusias.

Hingga saat ini, komunitas yang sudah memiliki ratusan anggota aktif ini memiliki sejumlah cabang di beberapa kota di Indonesia. Komunitas ini aktif adakan ekspedisi dan pertemuan atau kopdar anggota tiap minggunya. Kedepannya, Dady dan komunitas akan membuat ekspedisi di Museum Geologi, Bandung.

Tutupnya, “kita akan ada program Night at the Museum nantinya. Sejauh ini agenda kita itu.”

Dokumentasi: Dady Setiady Suarsa

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *