Komunitas Utan Kayu Film Indonesia; Eksplorasi Kecantikan dan Kekayaan Tanjungpinang

KOMUNITAS bisa dipahami sebagai sebuah kelompok yang para anggotanya memiliki aktivitas, ketertarikan, hobi, habitat atau sesuatu lain yang sama. Maka, Komunitas Utan Kayu Film Indonesia (KUKFI) berarti kelompok yang memiliki ketertarikan hingga keterlibatan dalam dunia film.

Nama UK ini diambil dari daerah Jakarta. Hal itu terkait karena awal Khairan Aldhy berkumpul bersama teman satu komunitas ini di Jakarta. Saat berkumpul itulah muncul ide untuk membentuk KUKFI. Tujuan terbentuknya komunitas ini, adalah karena ingin belajar bersama untuk membuat film dan juga ingin berkarir bersama teman-teman satu komunitas. Dan sekarang memprioritaskan membuat film di daerah Tanjungpinang.

“Kami ini semuanya masih didikan dari Hanung Bramantyo,” ucap Ketua KUKFI Khairan Aldhy, Jumat (11/10) melalui sambungan telepon selulernya.

Kami memberanikan diri untuk produksi film sendiri, ujar Khairan, dan dengan dana pribadi. Dengan semangat tinggi dan upaya kerja keras akhirnya mereka berhasil dengan film Lebaran The Movie yang menampilkan Tanjungpinang dan Bintan.

“Film ini tembus tayang di televisi nasional (MNC Movie Channel),” terang Aldhy lagi.

Tidak hanya itu saja, imbuhnya lagi, sekarang mereka sedang merancang film berikutnya untuk produksi film layar lebar yang akan bisa tayang di bioskop di seluruh Indonesia. Film yang dicita-citakan ini betul-betul memperkenalkan dan eksplorasi kecantikan dan kekayaan Tanjungpinang.

Menjawab pertanyaan kenapa ingin membuat film yang menampilkan Tanjungpinang dan Bintan, Khairan, menjawab karena sudah banyak daerah yang menjadi lebih maju dan dikenal karena sebuah film. Contohnya, Bangka Belitung yang populer karena film Laskar Pelangi dan masih banyak lagi.

Tentunya, ucap Khairan, apabila film ini berhasil terwujud akan sangat berdampak baik dari segala hal untuk eksistensi Kepri. Baik, dari sisi pemerintahan, pengusaha, bisnis dan generasi muda.

“Kita bisa bersama-sama menunjukkan pada Indonesia, bahwa Tanjungpinang yang begitu cantik ini layak dijadikan tempat wisata yang bisa setara dengan Bali dan daerah lainya,” tuturnya.

Komunitas ini, sekearang sedang menyiapkan suatu konsep film layar lebar yang nantinya banyak kalangan yang bisa terlibat pada produksi ini baik dari segi kreatif dan bahkan untuk investasi. “Intinya kita untuk menunjukan pada Indonesia, bahwa Tanjungpinang ada potensi yang luar biasa ini,” bebernya.

Ia mengatakan, ketika komunitas film ini akan produksi film di Tanjungpinang, pasti melibatkan kawan-kawan yang punya minat di bidang ini. Mulai dari menjadi kru bahkan pemain sekalipun. Karena komunitas film ini yang di jalani ini, turut berdampak baik dalam mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) anak muda di Tanjungpinang.

Contohnya yang sudah terlibat di komunitas film ini adalah Yoan Sutrisna Nugraha (penggiat seni budaya Melayu di Tanjungpinang), Fatih Muftih (penulis sastra di Tanjungpinang) dan Norman Ali. Tidak hanya itu, penggiat film asal Tanjungpinang yang ternyata satu produksi dengan Hanung Bramantyo sewaktu di Jakarta dan Palembang.

“Karena beliau banyak membantu kami ketika produksi di Tanjungpinang. Dan juga banyak kawan yang menjadi kru yang bisa sama-sama belajar, karena ketika industri film ini sudah berjalan produksi di Tanjungpinang. Maka, akan ada banyak lahir banyak sineas-sineas atau penggiat film di Tanjungpinang,” ucapnya.

Kalau berbicara tentang peralatan pembuatan atau produksi film, tambahnya, di Jakarta peralatan film sangat banyak dan lengkap. Dari peralatan departmen kamera, sound sampai lighting. Tetapi setelah mendapat tantangan ketika produksi film di Tanjungpinang adalah lampu-lampu syuting atau peralatan khusus lainya belum tersedia dan sangat tidak selengkap dibandingkan di Jakarta.

“Sehingga kami harus putar otak berpikir kreatif dengan peralatan seadanya karya film kami harus tetap mantap,” tegasnya.

Komunitas film ini sudah memproduseri dan menyutradarai 4 judul film pendek yang berjudul Me And Al Azhar Cilegon (2011 waktu masih SMP di Cilegon Banten). Kemudian, Pengejar Angan tahun 2011 ( syuting di Jakarta setelah jadi anak didik Hanung Bramantyo). Selanjutnya, film berjudjl Papa yang syutingnya dilaksanakan di Banten tahun 2013.

“Lalu jadi production manager dalam film Gending Tengah Malam syuting di Bogor dan Puncak (Jawa Barat). Tapi yang paling berkesan adalah film Lebaran The Movie yang saya produseri dan sutradarai. Syuting di Tanjungpinang dan Bintan Kepri dan sudah tayang di teve nasional dan beberapa teve lokal di Kepri,” jelasnya.

Sumber: Tanjungpinang pos

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *