Di tengah guyuran hujan lebat, komunitas lintas iman dan etnis menggelar do’a bersama di pusara Gus Dur di komplek Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Kamis sore (10/11/2016).
Aksi yang diikuti sejumlah perwakilan Katolik, Konghucu, Tionghoa, Hindu, Budda, Kristen dan Islam itu secara khusus bertujuan untuk mengenang warisan kepahlawanan Gus Dur bagi Bangsa Indonesia.
Sebelum do’a bersama itu, mereka secara bergiliran menyampaikan pandangannya tentang sosok Gus Dur.
Pendeta dari GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan) Jombang Sholeh menyatakan, Gus Dur telah melampaui level sebagai pahlawan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya orang yang mengunjunginya.
“Setiap harinya bisa sampai 2000an, dari berbagai latar belakang. Kenyataan ini sekaligus merupakan sindiran bagi Pemerintah yang hingga saat ini maju-mundur terkait gelar kepahlawanan Gus Dur,” tegas Sholeh.
Sementara Yusianto, Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jombang menekankan perlunya menghidupkan lagi sosok GD. “Indonesia tengah berada dalam pusaran radikalisme dan intoleransi. Hanya gara-gara berbeda suku dan agama, orang bisa menista dan menghujat,” ujar Yusianto.
Saat diberi kesempatan menuampaikan pandangannya, perwakilan umat Konghucu Jombang, Yenny, mengingatkan perlunya bagi setiap orang untuk benar-benar meneladani prilaku Gus Dur.
“Apa yang Gus Dur lakukan terhadap kami warga Tionghoa, khususnya Konghucu, tidak akan hilang dalam sejarah kami. Tidak ada satupun orang Konghucu yang tidak menghormati Gus Dur. Dia orang suci,” katanya.
Perwakilan Jemaat Ahmadiyah Indonesi (JAI) yang diwakili Gus Amin, menyatakan Gus Dur adalah pahlawan bangsa Indonesia. “Dalam soal menjaga kebhinnekaan, Gusdur adalah pahlawan. Saat negara ini dipimpin beliau, sungguh terasa kerukunan dan kehidupan yang saling menghormati,” tegas Amin.
Sumber: Jatim Times