Heni Sri Sundani: Pahlawan Devisa yang Kini jadi Pahlawan Pendidikan Masyarakat Prasejahtera

“Saya memberi bukan karena saya punya banyak, tetapi ini saya lakukan karena saya pernah mengalami kemiskinan. Saya pernah berada di keadaan itu, merasakan keterbatasan, bukan hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga informasi dan pendidikan,” tukasnya dalam pembicaraan lewat telepon sore itu.

Perempuan ramah diujung telepon itu bernama Heni Sri Sundani, pendiri komunitas Agroedu Jampang, sebuah komunitas yang fokus meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin, khususnya keluarga petani melalui pendidikan gratis. Didirikan resmi pada 2012 silam, komunitasnya ini pertama-tama ia awali dengan pendirian perpustakaan di kampung halamannya, Ciamis, setelah ia kembali dari perjuangannya menjadi pahlawan devisa di Hongkong.

Ya, setelah selesai menempuh pendidikan menengah atas, mau tak mau, Heni–begitu panggilannya, pergi ke negeri seberang untuk membantu perekonomian keluarga. Terhitung 3 tahun lamanya ia disana, bekerja sambil menempuh studi di Saint Mary’s University. Kehidupan jauh dari tanah kelahirannya ia akui tak mudah, ia sempat kesulitan beradaptasi di negara itu dan pernah tertipu agen penyalur TKI yang mengirimnya, akan tetapi hal itu tak menghentikan Heni menamatkan pendidikan strata 1 dan menyabet predikat cumlaude di bidang Entrepreneurial Management.

Setelah lulus, ia pun memutuskan kembali ke Indonesia dan kembali ke kampung halamannya di Ciamis, Jawa Barat, pada 2011. Apa yang ia temukan membuat hatinya sedih. Kampungnya tak berubah sama sekali. Persis sama ketika ia dulu meninggalkannya. Anak-anak tanpa alas kaki, pakaian lusuh, dan jalanan yang rusak. Yang berubah hanya teman-teman sepermainannya yang kini menua, memiliki anak, dan membangun sebuah keluarga yang tak . Hatinya pun tergerak mendirikan sebuah perpustakaan di rumah ibunya. Hatinya tergerak menaikan taraf hidup orang-orang kecil di kampungnya. Padahal ia punya pilihan untuk tinggal dan bekerja di Hongkong, tawaran gaji yang lebih besar, tapi ia memutuskan untuk kembali.

“Aku dirikan perpus di kampungku. Itu perpustakaan pertama yang didirikan oleh seorang anak buruh tani yang berhasil jadi sarjana. Aku dirikan pertama-tama dengan bekal buku-buku yang kubawa dari Hongkong,” ujar Heni.

Tak disangka, lambat laun rumah ibunya semakin ramai oleh anak-anak kampung. Mereka membaca buku, bermain, mengerjakan pekerjaan rumah, hingga belajar komputer gratis. Hal ini tentu membuat sang Ibu bahagia, pasalnya Heni bisa berbagi manfaat untuk orang lain. Tak berhenti hingga disitu, kebahagiaan sang ibu makin bertambah ketika tahu sang anak dipinang seorang pria baik-baik bernama Aditya Ginantaka, pria yang bekerja di sebuah organisasi non-profit dan punya jiwa sosial yang tinggi, serta gemar berbagi persis seperi Heni.

Berjalan sambil Berbagi Kebaikan bersama Suami

Singkat cerita, setahun kemudian, tepatnya tahun 2012, setelah dipinang dan membangun keluarga di kota Bogor, Jawa Barat, bersama sang suami, keduanya mantap berbuat sesuatu untuk orang sekitarnya dengan mendirikan komunitas Agroedu Jampang. Keduanya menyediakan pendidikan gratis kepada masyarakat prasejahtera, khususnya anak-anak. Tak hanya itu, keduanya juga memberikan pelatihan di bidang pertanian, pengobatan gratis, pembangunan fasilitas, salah satunya fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK).

“Saya dan suami terenyuh melihat lingkungan sekitar tempat tinggal kami. Kemiskinan masih nyata terasa, padahal perkampungan ini dekat sekali dengan kota. Hal ini kami ketahui juga dari bibi yang kami pekerjakan. Dia berasal dari kampung sekitaran lingkungan rumah kami. Kampungnya terbelakang sekali, rumah-rumahnya reot dan rata-rata penduduk berprofesi sebagai PRT, buruh tani, buruh kasar dan tukang ojek. Kami berdua merasa harus melakukan sesuatu,” ungkap perempuan yang berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah swasta ini.

Tercatat kini ada 1500 anak yang jadi anak didik Heni dan komunitasnya. Dan mereka semua tersebar di beberapa kampung di Kota Bogor. Ribuan anak ini ikut serta dalam gerakan komunitas bertajuk “Gerakan Petani Cerdas” yang memberikan pendampingan pendidikan, mulai dari pelajaran logika seperti matematika, IPA, bisnis, dan lainnya, pelajaran Linguistik, seperti bahasa Inggris, Mandarin, dan Arab. Bahasa Indonesia juga diajarkan kepada anak, pasalnya anak-anak ini tidak memiliki kemampuan berbahasa yang baik kata Heni. Dan yang ketiga adalah literasi, seperti membaca, menulis dan diskusi.

Uniknya, tak hanya belajar bahasa dalam kelas, Heni dan komunitasnya punya cara jitu agar anak-anak punya motivasi dalam belajar bahasa, yakni dengan pergi ke tempat-tempat wisata yang banyak turis asingnya. Di sana anak-anak diterjunkan langsung untuk bertemu dan berkomunikasi dengan para turis. Tambah Heni, “Ini supaya mereka bisa praktik langsung dan mereka bisa mempelajari kurangnya dimana saya belajar bahasa ini. Dan berhasil, mereka jadi lebih gigih belajar bahasa setelahnya.

Ambil Bagian Mewujudkan Mimpi Orang Lain

Pendirian komunitas yang kini berumur 4 tahun ini diakui Heni sangat berkesan buatnya. Meski kadang merasa kelelahan karena terlalu banyak hal yang harus ia urus dan kekurangan tenaga dalam mengelola komunitasnya, ia bahagia dapat merubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik dan menjadi bagian kecil dalam perwujudan mimpi orang lain. Ia juga mengaku semakin punya banyak teman dan kepekaannya makin terasah. Matanya makin terbuka dan ia makin tahu banyak fakta menyedihkan yang mendorongnya makin semangat berbuat kebaikan.

“Mata rasanya terbuka makin lebar. Saya menyaksikan sendiri betapa banyak kampung yang sangat terbelakang di Bogor, di perkotaan lho ini. Tapi tetap saja pemerintah sama sekali nggak berbuat apa-apa. Bahkan bertahun-tahun kegiatan kami, liputan media dalam dan luar negeri, pemerintah sama sekali nggak berbuat apa-apa,” katanya sambil menyayangkan.

Heni bukannya ingin dipuja-puja dan diberikan apresiasi terhadap apa yang ia buat untuk masyarakat prasejahtera Bogor oleh pemerintah, hanya saja ia ingin sekali pemerintah berjalan bersama-sama komunitasnya dan komunitas lain di kota hujan ini, agar perubahan lebih besar terasa di kota hujan itu.

Sambung Heni, “Upaya kami saat ini adalah mengajak lembaga-lembaga dan komunitas terkait untuk berjalan bersama mereka dan berbagi. Contohnya waktu itu Agroedu Jampang bekerja sama dengan komunitas kesehatan, disitu kami kerja sama dalam hal fasilitas pemeriksaan kesehatan gratis untuk warga.”

Ajakan Heni untuk Berbagi di Lingkungan Terdekat

Selain pemerintah Heni juga menyoroti banyaknya komunitas yang bermunculan di Bogor. Ia menyayangkan, komunitas-komunitas ini malah lebih tertarik membenahi isu lain di luar kota Bogor. Bahkan ada yang pernah berkomentar kalau isu masyarakat prasejahtera itu kurang seksi. Ujarnya, “Ada yang komentar, isu ini kurang seksi apalagi di kota Bogor.”  Tapi Heni tak pantang mundur, ia terus semangat melakukan kebaikan untuk masyarakat di Bogor dan sekitarnya. Bahkan teman-temannya dari belahan dunia lain turut membantu komunitas dan gerakannya dalam hal pendanaan kegiatan. Karena baginya, jika kita ingin melakukan sesuatu, baiknya dimulai dari lingkungan terdekat kita terlebih dahulu.

Kedepannya ia berharap, apa yang ia lakukan ini bisa menginspirasi orang banyak. Ya, soal berbagi kebaikan dengan orang-orang di sekitar kita, yang terdekat. Dan ia juga berharap, banyak komunitas yang tergerak bergerak bersama-samanya menciptakan perubahan lebih besar lagi. “Semoga banyak yang terketuk melakukan apa yang saya lakukan. Nggak perlu pakai nama Agroedu Jampang nggak apa-apa,” tutupnya.

Dokumentasi: Heni Sri Sundani

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *