Muda, punya cita-cita jadi sociopreneur, dan aktif ikut kegiatan yang kental dengan isu lingkungan. Perkenalkan, ia adalah Pardi Pay, penggagas komunitas yang berisi para pemuda yang peduli dengan perubahan iklim bernama Youth For Climate Change Indonesia. Komunitas ini ia bentuk bersama ketujuh temannya sesama alumni Perkemahan Pemuda Peduli Perubahan Iklim yang dihelat 2013 silam.
“Kecanduan” Terlibat dalam Kegiatan Pelestarian Lingkungan
Semasa duduk di bangku perkuliahan, Pardi Pay yang menempuh studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) ini memang tergolong aktif mengikuti berbagai kegiatan kampus. Bahkan saking aktifnya, ia dicalonkan jadi duta lingkungan hidup di kampusnya. Tak disangka-sangka, setelah melewati tahap penjurian akhirnya ia terpilih menjadi pemenang dan dinobatkan jadi Duta Lingkungan Hidup IPB 2010. Saat itu ia mesti menjalankan tugasnya yakni mengedukasi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menjalankan gaya hidup hijau. Semenjak itulah ia mulai “kecanduan” terlibat dalam berbagai kegiatan berbau isu lingkungan.
Rasa ketagihan itu kemudian mendorong Pardi -begitu biasa ia dipanggil- untuk mendaftarkan diri ke sebuah kegiatan perkemahan khusus anak muda bernama ‘Youth For Climate Camp’. Perkemahan yang diikuti oleh para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia ini berawal dari pembentukan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) pada 2008 silam dan diketuai langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta melibatkan 17 badan kementerian dan Badan Meteorologi Kebumian dan Geofisika (BMKG) Indonesia.
“DNPI dibentuk sebagai komitmen pemerintah dalam pengendalian iklim. Kemudian mereka membentuk kegiatan perkemahan pemuda dalam rangka mengajak pemuda Indonesia terlibat dalam melawan perubahan iklim. Para pemuda diberikan edukasi soal perubahan iklim dan aksi apa saja yang mesti dilakukan, kemudian kami harus menyebarkannya di daerah asal masing-masing,” cerita pria kelahiran 1990 ini.
Tak seindah yang diangankan, setelah kegiatan perkemahan selesai, nyatanya banyak alumnus “Youth for Climate Camp” yang tak terdengar lagi kabar dan aksinya. Melihat hal ini, Pardi tak tinggal diam. Ia kemudian mengajak para alumni perkemahan untuk membentuk wadah untuk bersama-sama berkolaborasi dan beraksi.
“Saya yakin bahwa perubahan ke arah yang lebih baik akan lebih berdampak bila dilakukan bersama-sama. Akhirnya tepat pada Hari Sumpah Pemuda tahun 2011, diresmikanlah komunitas ini dan diberi nama Youth For Climate Change Indonesia atau YFCC Indonesia.”
Kesulitan Mengubah Pola Pikir dan Gaya Hidup
Menjalankan sebuah komunitas dikatakan Pardi tak semudah membalikkan tangan, apalagi jika berkaitan dengan mengubah kebiasaan dan gaya hidup masyarakat.
Ia membeberkan, “Hal ini saya rasakan betul ketika melancarkan aksi bersama YFCC Indonesia. Kebiasaan masyarakat sulit sekali untuk diubah, contoh sederhananya soal membuang sampah dan hidup hemat energi. Ditambah lagi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah, biasanya mereka makin sulit didekati dan diedukasi.”
Akan tetapi Pardi tak patah semangat, malahan bersama YFCC Indonesia, ia dan kawan-kawannya makin semangat meningkatkan kesadaran masyarakat dan anak-anak soal lingkungan hidup lewat edukasi dan berbagai training.
“Saat ini kami tengah fokus membangun kesadaran soal bahaya sampah plastik. Karena itu, kegiatan yang kami lakukan adalah seputar sosialisasi penggunaan tas ramah lingkungan, kegiatan pungut sampah, hingga kreasi barang bekas bersama anak-anak SD. Supaya seru dan menarik minat, kegiatan yang kam lakukan kaya pengetahuan dan membangkitkan semangat kolaborasi antarpemuda yang peduli dan berniat melawan perubahan iklim,” jelas pemuda yang pernah jadi delegasi Indonesia di ASEAN Power Shift 2015 ini.
Tak hanya itu, tantangan juga datang dari dalam komunitas yakni soal SDM. Kata pria asli Sukabumi ini tantangan muncul ketika ia mesti menghidupkan kembali semangat para anggota yang mulai redup. Ia menambahkan, “Saya khawatir jika mereka hanya ikut-ikutan tren jadi relawan dan gabung di komunitas.”
Berdayakan Masyarakat di Kampung Halaman
Saat ini Pardi sedang menyusun kepengurusan baru YFCC Indonesia. Nantinya ia akan duduk di bangku pembina dan menyerahkan posisi yang ia duduki sebelumnya kepada kepengurusan baru. Akan tetapi, duduk di bangku pembina bukan berarti tak melakukan apa-apa lagi untuk lingkungan dan masyarakat.
Ya, saat ini selangkah demi selangkah Pardi menjajal mimpinya jadi seorang sociopreneur di kota kelahirannya, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Ia memberdayakan ibu-ibu setempat lewat pengolahan pangan hingga kegiatan lainnya seperti pengumpulan dana renovasi Majelis Taklim Al Baenuriyah Desa Batununggul, pembuatan perpustakaan desa, pembagian santunan anak yatim dan lansia setiap tahunnya.
Pardi mengaku, sebenarnya kegiatan yang dilakukannya ini sempat ditentang orang tuanya, alasannya adalah soal urusan finansial. Keduanya khawatir soal masa depan anaknya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu sang ibu dan ayah memahami dan menyerahkan semua pilihan kepadanya. “Kata mereka, yang penting saya bisa bermanfaat untuk lingkungan sekitar,” seloroh Pardi seraya mengingat wejangan orang tuanya.
Dokumentasi: Pardi Pay