Galih Aristo: Pecinta, Kritikus, Kolektor, hingga Pendiri Komunitas Film.

Komunitas dibentuk biasanya dengan tujuan untuk melayani orang lain yang membutuhkan, namun tidak dengan jenis komunitas satu ini. Komunitas ini dibentuk malahan berdasarkan kebutuhan untuk melayani dan menolong diri sendiri dari kebosanan yang melanda. Ya, sebut saja komunitas pecinta film, Movie Explorer Club atau MEC. Komunitas yang kini berubah jadi media ini menghimpun semua pecinta film, penikmat, kritikus, hingga kolektor barang-barang film.

Komunitas ini didirikan oleh Galih Aristo 6 tahun silam, saat dirinya jadi penulis konten di sebuah perusahaan startup. Pendirian komunitas ini juga berkat kecintaan dan hobinya terhadap film sejak duduk di bangku kuliah. Bahkan saking cintanya, ia punya 300 koleksi barang-barang film asli yang memenuhi lemari-lemari kaca di rumahnya yang kini tinggal 180 jumlahnya karena sudah diperjual belikan.

“Komunitas ini tercetus dari project konten di perusahaan tempat saya bekerja dulu. Saya juga memang hobi nonton film dan koleksi film, tapi lama-lama saya bosan nonton sendiri, lalu saya mulai ajak teman-teman yang se-hobi untuk nonton bareng. Eh lama-kelamaan, makin seru, ramai, dan kita rutin adakan nobar,” cerita pria asli Jakarta ini.

Tak hanya nonton bareng, komunitas ini dikatakan pria yang kini berprofesi sebagai desainer grafis di sebuah creative consultant ini juga melancarkan sejumlah kegiatan lain seperti bedah film dan diskusi, movie marathon, hingga barter barang-barang koleksi film. Bahkan, komunitas yang kini berubah jadi sebuah media ini juga dilirik raksasa distributor film di Indonesia. Kata Galih, MEC—singkatan nama komunitas, kerap kali diajak untuk mempublikasikan atau menulis review sebuah film di laman websitenya di www.moviexplorers.com.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, sejak duduk di bangku kuliah, pria kelahiran tahun 81 ini memang sudah jatuh cinta dengan dunia film. Film yang ia sering tonton hingga kini ialah film yang diangkat dari kisah nyata, seperti dokumenter dan biopik. Karena baginya, jenis film seperti ini punya kekuatan tersendiri dalam mengangkat realitas ke dalam layar.

Tambahnya, “Saya suka mengulik-ngulik film itu, saya orang yang punya keingintahuan yang cukup tinggi. Saya suka cari inspirasi dari jenis film ini dan ngulik-ngulik ada konspirasi apa dibalik kisah dalam film ini. Itu sih yang bikin saya tertarik.”

Tak ada tantangan berarti yang ia temukan dalam mengelola komunitasnya hingga kini jadi media. Semua mengalir begitu saja dan tak ada target yang musti dikejar. Hanya saja, ketika hari pameran tiba atau event-event khusus film dan kolektor barang film berlangsung, ia mesti siap-siap “membelah diri”, pasalnya ia mesti berbagi menyambangi booth-booth komunitas miliknya yang lain di event tersebut yang dibuka bersamaan. Ya, bukan hanya Movie Explorer Club, pria satu anak ini juga menelurkan tiga komunitas hobi lain.

“Saya juga punya komunitas seru-seru lainnya yang aktif hingga sekarang. Kadang kewalahan kalau ada pameran mainan, koleksi barang film atau kegiatan lainnya. Saya punya komunitas Gotham Citizen Club (komunitas penggemar Batman), Arcanum Boardgames (komunitas papan permainan), dan World Mythology Community (komunitas penggemar cerita mitologi).

Hingga kini, pria satu anak ini masih aktif mengurusi media beserta kegiatan komunitas-komunitasnya sambil bekerja jadi desainer dan mengelola event organizer miliknya. Ia mengaku, adalah suatu kebahagiaan tersendiri dapat membangun komunitas yang sesuai dengan kesukaan dan minatnya.

Sebenarnya, ada pesan tersimpan yang ingin disampaikan lewat komunitas ini, yakni soal pembajakan. Galih mengatakan, komunitas ini tentu juga jadi pengingat kepada para pecinta film agar memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada sebuah karya film dengan tidak melakukan pembajakan. “Originalitas itu tentu sangat penting. Komunitas ini juga selalu nonton film original, bukan bajakan,” tambahnya.

Dokumentasi: Galih Aristo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *