Ketika JAAN Menyelamatkan Buaya Terjerat Ban di Sungai Palu

Jakarta Animal Aid Network (JAAN) memutuskan untuk terbang dari Jakarta ke Kota Palu usai mendapat informasi dari media sosial bahwa ada seekor buaya yang lehernya terjerat ban motor bekas dan belum mendapat pertolongan. Bersama pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng dan Komunitas Pencipta Alam (KPA) Adventure Palu, tiga anggota JAAN langsung ke lapangan untuk menyelamatkan buaya tersebut.

Laporan : Mugni Supardi, Palu

MUNGKIN hanya ada satu kata yang diberikan kepada relawan JAAN, yaitu kesabaran. Sebab, hingga Jumat (9/12) sudah dua hari terakhir mereka menunggu target utama muncul ke daratan.

Ya, target tersebut adalah seekor buaya yang terjerat ban di lehernya, yang hampir tiga bulan terakhir belum juga tertolong. Selama dua hari menunggu di pinggir Sungai Palu, buaya itu tak kunjung menampakan diri.

“Kami tiba di Palu Kamis pagi pukul 06.00. Selama dua hari ini, kami ditemani dari KPA Adventure, tapi belum juga ada hasilnya,” kata Zai, satu dari tiga anggota JAAN kepada Radar Sulteng (Jawa Pos Group), Jumat (9/12).

Kesabaran para relawan ini memang betul-betul diuji. Jika malam hari mereka saling bergantian berjaga-jaga memantau reptil tersebut muncul. Ada juga yang mencuri-curi waktu untuk beristirahat melepas penat.

“Pasti begadang. Kita mohon doanya saja agar secepatnya bisa diselamatkan. Selama di sini belum nongol-nongol,” lanjut Zai, pria berusia 30 tahun tersebut.

Kedua teman Zai dari JAAN asal Jakarta, yaitu Sudarno dan Darmad. Mereka bertiga dibantu oleh KPA Adventure mencoba menyelamatkan buaya muara di Sungai Palu tersebut.
Sebelumnya, sesampainya di Palu, JAAN mencoba melakukan koordinasi dengan pihak BKSDA Sulteng, sebagai instansi yang mempunyai wewenang terhadap satwa yang dilindungi.

Setelah bertemu, Zai dan kedua temannya disambut antusias oleh Kepala BKSDA Sulteng. Malah mereka diberikan saran agar menginap saja di kediaman Kepala BKSDA Sulteng.

“Kita diajak nginap di rumah Pak Kaban, tapi kita lebih milih di sini. Soalnya rumahnya cukup jauh. Kalau di sini kami bisa pantau setiap saat,” sebut Zai sembari mengakui lebih pilih menginap di rumah warga di sekitar Sungai Palu.

Pada malam pertama, ada beberapa ekor buaya yang menampakkan diri di delta Sungai Palu. Namun bukan buaya yang mereka cari yang muncul. Ada tiga sampai empat ekor buaya yang muncul malam itu (Kamis malam).

Kesulitan yang mereka alami, hanya pada medan yang posisi sungainya cukup panjang, sehingga keberadaan buaya yang terjerat ban tak dapat dilacak.

Upaya untuk menarik perhatian buaya agar muncul ke delta sungai, sudah dilakukan dengan berbagai cara. Seperti memberikan umpan bangkai ternak. Ada yang diletakkan di pinggir sungai, ada juga warga membantu dengan menggantungkan usus ternak di bawah jembatan. Tujuannya agar buaya yang ditarget muncul.

“Ada juga ayam hidup kami beli, berharap buayanya keluar. Tapi kita tidak menyerah sampai di sini untuk memikirkan caranya. Akan ada upaya lain. Alternatif terakhir mungkin memakai kerangkeng,” ujar Zai yang disahuti Sudarno.

“Kita sudah beberapa kali resque hewan, terakhir kali di Bekasi. Saat itu ada buaya yang sudah disakralkan oleh warga setempat, tapi setelah pawangnya tergigit oleh buaya, kami dipanggil juga ke sana,” tambah mereka berdua menceritakan pengalaman di daerah lain.

JAAN sendiri adalah organisasi yang non profit berdiri pada tahun 2008, untuk melindungi satwa liar di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan hewan peliharaan di Jakarta. JAAN juga tempat bertemunya para relawan yang tertarik dengan isu kesejahteraan hewan.

“JAAN pusatnya di Jakarta, tapi cabangnya ada juga di Belanda. Jadi, sudah go internasional. Pendirinya orang lokal Indonesia semua,” sebut Zai.

Keinginan JAAN adalah semua satwa sejahtera. Jika nantinya buaya yang terjerat ban di Sungai Palu bisa tertolong, mereka pun menginginkan agar buaya harus dikembalikan ke habitatnya yaitu Sungai Palu. Target mereka hanya untuk melepaskan ban sepeda motor di leher buaya.

“Kan kasian, sebelum pulang harus bisa tertolong, semoga secepatnya dan kami meminta bantuan siapa saja yang ingin bergabung, sama-sama disini. Dukungan doa juga dari teman-teman semua bisa membantu. Intinya buayanya bisa bernafas dengan lega lagi,” sambung Sudarno, ahli teknis dalam menyusun strategi dalam penyelamatan buaya ini.

Sudarno mengakui, yang paling berkesan menyelamatkan hewan liar itu ketika mereka sampai menginap berhari-hari di hutan. “Biasanya kami cepat menangani hewan. Tapi yang paling lama ketika itu monyet Jember, karena lokasinya harus masuk hutan, itu sebelas hari baru selesai. Kalau buaya ini tidak bisa dibius, kami berharap dia naik di delta, setelah kita mulai strateginya,” pungkas Sudarno.

Sumber: Jawapos

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *