Ayu Nurul Huda: Membantu Sesama adalah Panggilan Hidup

Perkenalkan, perempuan cantik ini bernama Ayu Nurul Huda. Ia adalah salah satu pemuda yang peduli dengan pendidikan anak-anak Indonesia. Kepeduliannya ini ia tuangkan dengan mendirikan sebuah komunitas yang ia beri nama Life For Edu. Komunitas ini ia bangun bersama keempat temannya, yakni Hutomo Hadi Saputro, Dedy Sandro Lubis, dan Eva Ulisiana, 2015 lalu.

Pendirian komunitas ini ia ceritakan bermula dari kegiatan bakti sosial yang ia lakukan bersama ketiga temannya di sebuah panti asuhan di awal 2015. Ternyata raut kebahagiaan yang terpancar dari anak-anak tersebut meluluhkan hati mereka untuk berbuat sesuatu bersama-sama, yakni mendirikan komunitas.

Fokus komunitas ini adalah membantu anak-anak sekolah dasar untuk mengenyam pendidikan hingga bangku sekolah menengah dalam bentuk bantuan materi dan moril. Hal ini mereka lakukan berdasarkan fakta mahalnya biaya pendidikan di Indonesia yang menyulitkan banyak keluarga untuk membiayai anaknya menamatkan sekolahnya di jenjang tinggi. Alhasil, banyak anak yang putus sekolah, padahal anak-anak itu berprestasi. Untuk itu, komunitas ini hadir memberikan bantuan biaya pendidikan kepada anak-anak kurang mampu namun berprestasi di Jakarta. (Baca profil Life For Edu selengkapnya di Profil Komunitas Life For Edu )

Sejak duduk di bangku kuliah Ayu memang sudah ke sana ke mari ikut kegiatan komunitas dan kerelawanan. Dari cerita Ayu, ia pernah jadi relawan pengajar di pelosok Indonesia bersama 1000 guru, relawan kegiatan Clean Up Jakarta Day, hingga menjadi relawan pendamping pasien anak di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo bersama Komunitas Taufan. Ketika ditanya mengapa ia gemar melakukan hal itu, jawabannya cukup sederhana namun membuka mata. Ya, kata Ayu ini sebuah panggilan buatnya.

Jelasnya, “Aku berpikir. Buat apa sih kita hidup di dunia ini kalau tidak melakukan apa-apa untuk orang lain. Masa kita lahir dan hidup untuk sekolah, kuliah, kerja, menikah, kemudian tua tapi nggak melakukan apa-apa buat orang lain. Sia-sia menurutku.”

Dari sejumlah pengalaman tersebutlah yang kemudian mendorong Ayu makin semangat mendirikan Life For Edu bersama ketiga temannya selain kegiatan bakti sosial kala itu. Ia merasa ia harus berbuat sesuatu untuk orang lain. Baginya ini merupakan bentuk Personal Social Responsibility atau tanggung jawab pribadi kepada masyarakat.

Sejak kecil ternyata Ayu juga sudah punya jiwa sosial yang tinggi. Ia menceritakan, sejak kecil, saat duduk di bangku kelas 2 SD, ia sudah terenyuh ketika melihat anak-anak pemulung atau gelandangan. ia ingin berbuat sesuatu untuk mereka, akan tetapi kala itu Ayu bingung harus memulainya dari mana.

Hadiah Tantangan dan Kebahagiaan Buat Ayu

Ketika ditanya soal tantangan pembentukan komunitas, Ayu menjawab tantangan itu ada di awal pembentukan komunitas. Ayu menceritakan kala itu komunitasnya belum memiliki relawan dan hanya beranggotakan 4 orang.

“Awal-awal kita cuma berempat. Meninjau lokasi dan mencari anaknya juga berempat. Jujur kami kewalahan. Sistem juga belum terbentuk, jadi kita bingung mau mulainya gimana,” ujar perempuan alumni Universitas Mercubuana ini.

Tantangan juga datang dari pengumpulan donasi. Hingga saat ini, Life for Edu belum memiliki sumber donasi yang pasti dan masih mengandalkan penjualan-penjualan merchandise komunitas.

Akan tetapi Ayu merasa semua tantangan itu luruh dengan kebahagiaan yang ia dapat. Meski komunitas ini baru berumur satu tahun, perempuan yang sekarang bekerja di sebuah perusahaan konsultan PR swasta ini merasa bahagia dapat membantu anak-anak selamat dari putus sekolah dan melihat anak-anak yang punya semangat menuntut ilmu, serta membantu anak-anak mewujudkan mimpinya.

“Aku juga bahagia banget dan merasa begini, eh ternyata aku berguna untuk orang lain. Aku bisa bantu mereka. Dan ya, aku berpikir, di dunia ini kita itu nggak hidup sendirian, jadi mesti bantu orang lain,” ungkapnya diiringi tawa kecil.

Kebahagiaan itu kian bertambah dan ia makin semangat ketika tahu bahwa banyak relawan yang ingin bergabung dengan komunitasnya. Ayu mengatakan, hingga saat ini sudah ada ratusan relawan yang bergabung dengan Life for Edu.

Bagi Waktu untuk Mewujudkan Harapan

Seperti yang disebutkan sebelumnya, Ayu saat ini berprofesi sebagai seorang konsultan PR di sebuah kantor konsultan PR swasta di Jakarta. Jam kerjanya cukup padat, bahkan saking padatnya, ia mengaku jarang berkomunikasi dengan keluarganya soal kegiatan yang ia lakukan. Akan tetapi ia tak kehilangan akal dalam membagi waktunya untuk mengurus komunitas bersama teman-temannya yang juga pekerja. Ayu punya jam dan waktu khusus untuk urusan komunitas. Kata perempuan asli Jakarta ini, ia mengkhususkan waktu pulang kerjanya untuk mengurus Life For Edu.

“Aku sama teman-teman buat kesepakatan untuk mengurus komunitas di luar jam kerja kami masing-masing. Kami biasanya akan ketemuan di restoran atau kafe. Dan akhir pekan juga kami maksimalkan untuk mengurus komunitas. Jadi sejauh ini tidak ada masalah pembagian waktu,” tukas Ayu.

Kedepannya ia berharap komunitas ini dapat terus berjalan, berkembang, tersebar di beberapa daerah di Indonesia, terutama beberapa daerah yang punya angka putus sekolah cukup tinggi dan tak patah semangat berkomitmen membantu anak-anak Indonesia berprestasi agar tak putus sekolah.

“Aku juga berharap pendidikan di Indonesia bisa merata hingga ke pedalaman, soalnya akses mereka sama pendidikan susah didapat,” tutupnya.

 

Dokumentasi: Ayu Nurul Huda 

2 Comments

  1. Ayu Nurul Huda says:

    Thank you for the article 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *