Jiwo Damar Anarkie: Gerak Lawan Korupsi FLAC yang Anak Muda Banget

Apa yang terbesit di pikiran kita jika mendengar hal pemberantasan korupsi? Yakin seratus persen, pikiran pasti langsung mengarahkan kita kepada sebuah organisasi besar bernama KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi dan aksi-aksinya di televisi dengan beragam pemberitaannya soal penangkapan pejabat-pejabat korup di negeri ini. Atau apa lagi? Kampanye dan demonstrasi menyerukan tindakan anti korupsi? Stop dan coba buang jauh-jauh pemikiran itu, pasalnya cara pemberantasan korupsi yang dilakukan pemuda ini beserta ratusan pemuda lainnya di beberapa daerah di Indonesia berbeda daripada yang lain.

Perkenalkan, pemuda itu namanya adalah Jiwo Damar Anarkie. Ia adalah inisiator komunitas Future Leader of Anti Corruption Indonesia atau disingkat dengan nama FLAC Indonesia. Pemuda kelahiran 1991 ini punya cara yang berbeda dan rasanya belum pernah terpikirkan sebelumnya dalam pemberantasan korupsi di Ibu Pertiwi, yakni dengan media dongeng.

“FLAC menggunakan media dongeng untuk memberikan edukasi kepada anak-anak soal korupsi yang dimulai dari kejujuran. Sebenarnya ada tuh KPK bikin kurikulum anti korupsi untuk anak, remaja hingga dewasa, akan tetapi yang berjalan baru yang dewasa saja. Nah disitulah kami ambil celah untuk ambil bagian dalam mengedukasi anak-anak hingga remaja,” jelasnya panjang lebar.

Tak hanya dongeng, komunitas ini aktif gelar kegiatan kental penanaman nilai-nilai kejujuran kepada anak hingga remaja lewat cara-cara yang bisa dikatakan “anak muda banget”, misalnya menulis buku, diskusi korupsi di kafe, festival musik anti korupsi, hingga melukis mural.

Berawal dari Sekumpulan Pemuda Penerima Beasiswa Daerah

Pendirian komunitas ini diceritakan Jiwo—begitu biasa ia dipanggil, bermula dari pertemuan pemuda-pemuda penerima beasiswa daerah di suatu forum besar nasional. Kala itu tepatnya 11 Juli 2011, ada banyak pemuda dari beberapa daerah regional yang berkumpul dalam satu tempat dan didorong mendirikan sebuah gerakan anti korupsi, karena mereka dinilai memiliki potensi untuk hal tersebut.

“Kita dipanas-panasin untuk membuat gerakan itu dan sayalah yang ditunjuk jadi ketuanya. Langsung deh kita diskusi nama gerakan ini apa, kegiatannya ngapain aja, coba bikin kegiatan yang mahasiswa banget kayak diskusi soal korupsi, kajian, nulis buku, hingga bikin konferensi skala nasional,” cerita Jiwo.

Akan tetapi serangkaian program dan nama gerakan yang sudah berdiri tegak itu nyatanya tak pernah terealisasi karena kesibukan masing-masing anggota gerakan. Jiwo sendiri juga sibuk dengan kegiatannya di kampus. Ia tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM di kampusnya, Universitas Indonesia. Kata Jiwo, sense of belonging anggota gerakannya juga belum kental terasa, sehingga gerakan ini terhenti sebentar hingga awal Januari 2012.

Dan pada awal 2012, atas dasar inisiatifnya, gerakan ini dihidupkan kembali, namun dengan inovasi pemberantasan korupsi yang menarik dan belum pernah ada di dunia, yakni dengan dongeng. Gerakan ini memulai langkahnya pertama kali dengan menciptakan program mendongeng bertajuk “Laskar Anti Korupsi” di beberapa sekolah selama tiga bulan berturut-berturut. Tidak sendirian, gerakan ini juga turut menggandeng komunitas lainnya di UI, salah satunya UI Mengajar untuk membantu Jiwo dan kawan-kawan yang tak bisa mendongeng. Tak disangka, kegiatan yang aktif mereka lakukan ini ternyata berkembang dan menarik banyak anak muda lainnya untuk ikut terlibat didalamnya.

Tambahnya, “Banyak peminatnya lho. Kita sampe buatkan juga jadi program KKN (Kuliah Kerja Nyata) di kampus, dimana setiap anak-anak yang ikut akan dikirim mendongeng anti korupsi di daerah-daerah terpencil dan daerah perbatasan Indonesia. Kita juga pernah diikutkan ke luar negeri, ke beberapa konferensi anti korupsi Internasional dan mendongeng. Kita juga sekalian memperkenalkan, ini lho konsep unik yang belum pernah ada dalam hal pemberantasan korupsi.”

Pengingat dalam Bertindak dan Berperilaku

Terhitung 5 tahun sudah gerakan ini berjalan dan menyebarkan manfaat serta upaya memberantas korupsi. Ketika ditanya soal dampak, Jiwo menjelaskan, gerakan ini sudah mulai menunjukan dampaknya. Kata Jiwo, berdasarkan penelitian yang dilakukan psikolog UI, anak-anak yang berkegiatan dengan FLAC sudah masuk ke dalam tahap pemahaman. Anak-anak ini sudah mengerti soal kejujuran di lingkup sekolahnya, mulai dari tidak curang saat olah raga atau bertindak sportif, tidak berbohong dan tidak mencontek. Dan tentu hal ini baik, pasalnya bibit-bibit korupsi biasanya tumbuh di lingkungan sekolah.

Tak hanya dampak buat anak-anak, FLAC juga punya andil ternyata dalam kehidupan sehari-hari Jiwo. Dengan sedikit terkekeh ia menceritakan pengalamannya ketika berkendara di jalan raya. Setiap kali ada hasrat untuk melakukan pelanggaran lalu lintas atau perilaku tidak tertib, dongeng-dongeng dan kata-kata yang pernah ia katakan ke anak-anak soal kejujuran pasti langsung membayanginya, seperti pengingat yang mengingatkan Jiwo dalam berperilaku, berkata-kata dan bertindak.

Jiwo juga juga bekerja di lembaga pemerintahan yang mengurusi beasiswa daerah atau sebutannya LPDP. Lahan yang sangat basah dan sarat akan tindak korupsi. Sama seperti tadi,  pengalaman dan nilai-nilai yang ia pernah tanamkan ke anak-anak itulah yang selalu mengingatkannya untuk tidak melakukan tindak korupsi.

“Di tempat saya kerja itu sering ada barang pemberian dari penerima  beasiswa. Itu kan namanya gratifikasi ya. Nah di sini, agar terkendali, kita harus melapor kepada petugas khusus, bila mendapat barang gratifikasi yang ukurannya diatas batasan yang ditentukan. Jika diatas batas, barang itu harus dikembalikan ke pemiliknya,” ceritanya.

Bukan itu saja, Jiwo ternyata juga menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kejujuran kepada anaknya yang masih ada dalam kandungan istrinya. Ia percaya, nilai kebaikan itu dapat ditanam sedini mungkin bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Katanya, setiap pulang kantor dan bekerja, ia selalu rajin berkomunikasi dengan sang calon anak dan menceritakan kegiatannya, serta nilai-nilai kejujuran tadi.

Hal ini ia lakukan bukan tanpa motivasi. Hal ini asalnya dari masa kecil Jiwo. Ia tak pernah dibesarkan dengan nilai-nilai kebaikan apalagi dengan dongeng, karena kedua orang tuanya sibuk bekerja.

Tukas Jiwo, “Istilahnya saya balas dendam sebenarnya. Dulu nggak pernah diperlakukan sama seperti ini sama orang tua, bahkan saya dibentuk sama lingkungan luar. Maka itu saya nggak mau generasi selanjutnya sama kayak saya.”

Masalah SDM dan Pengakuan KEMENKUMHAM

Mendirikan gerakan anak muda dengan skala nasional ini awalnya diakui Jiwo terkendala dalam hal SDM atau Sumber Daya Manusia yang berbasis kesukarelaan atau kerelawanan. Menurut Jiwo,  untuk mengupayakan gerakan pemberantasan korupsi ini, diperlukan komitmen dan fokus agar gerakan dan kegiatannya berjalan dan berkelanjutan. Pasalnya, memberantas korupsi itu tidak dapat dilakukan setahun atau dua tahun saja, melainkan seumur hidup. Untuk itulah, terhitung sejak tahun 2016, gerakan ini mulai merekrut anggota yang bekerja full time.

“Kita ini hadir bukan untuk menuntaskan hasrat ingin berkegiatan sosial saja, tetapi serius membuat perubahan dan menyebarkan manfaat. Kerja seperti ini harus habis-habisan,” jelas Jiwo.

Tak hanya itu, untuk semakin gencar menyebarkan pengaruh, serta menyatakan komitmen dalam pemberantasan korupsi, gerakan ini bahkan mengubah wajahnya menjadi organisasi non profit atau NGO. Tak tanggung-tanggung, kerja anak-anak muda yang tergabung dalam FLAC yang tersebar hingga ke-8 daerah regional ini juga telah diakui dan mendapat sertifikasi dari Kementrian Hukum dan HAM (KEMENKUMHAM).

DOKUMENTASI: JIWO DAMAR ANARKIE

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *