Menggambar huruf atau hand lettering kembali populer beberapa tahun terakhir. Khususnya sejak sosial media menjadi tempat manusia berinteraksi dan membagi informasi. Media sosial berbagi gambar, seperti Instagram, menjadi ajang pamer keunikan dan keindahanhand lettering ini.
Keunikan hand lettering ini terletak pada seni penggabungan gambar dan huruf.Hand lettering juga dapat digunakan sebagai media penyampai pesan verbal, namun memiliki nilai artistik.Hand lettering ini berbeda dengan kaligrafi.
Hand letteringdan kaligrafi merupakan cabang tipografi atau seni memilih dan menata huruf. Kaligrafi merupakan seni menulis indah dan biasanya diaplikasikan dalam satu sapuan gerakan. Hand lettering merupakan seni menggambar huruf.
Sebelum membuat hand lettering, diawali memilih kata-kata mutiara atau nama, kemudian dibuat sketsa pada media, dan dieksekusi menggunakan alat tulis.Hand letteringpula yang menyatukan sejumlah anak muda untuk berkumpul.
Hal tersebut dilakukan Edison Saputro, Wisnu Widiantoro, YP Fai Rosario Ahwandita Y, Muhammad Irfan Islami, Yoga Firmansyah, Gandhung Dwi Wicaksono, Aziz Romana, Muhammad Syarif Mulyanto, Galih Adi Mulya, dan Kynan Kus Syaifurrijal pada Rabu (23/11) sore di Tekodeko Koffiehuis Semarang.
Mereka berbagi informasi, saling mengenal, dan mencoba beragam teknik hand lettering. Komunitas hand lettering dan kaligrafi Semarang ini mereka namai Semarang Coret. Mereka mempublikasikan karyanya melalui akun Instagram @semarangcoret.
Edison Saputro (23), penggagas komunitas Semarang Coret, menuturkan, alasan mengapa komunitas Semarang Coret didirikan karena di Semarang belum terdapat komunitas penghobi kegitaan ini. Keberadaan komunitas Semarang Coret sebagai wujud Belajar Menulis (Belmen) Regional Semarang, yang merupakan kepanjangan komunitas berupa yang berada di daerah.
Lulusan FISIP Undip ini menjelaskan, pemilihan nama Semarang Coret karena mereka sedang belajar mencoret-coret. Selain itu, ia bercerita pemilihan nama Semarang Coret karena anggota komunitas ini tidak semuanya berasal dari Semarang. Selain itu, nama dalam kalimat itu juga mudah diingat orang.
Semarang Coret resmi berdiri pada 7 Januari 2015. Saat itu, Kynan Kus Syaifurrijal (19) didaulat sebagai ketua. Menurut penuturan Kynan, saat ini terdapat empat puluh orang anggota, namun hanya sekitar lima belas anggota yang aktif dalam komunitas.
Mahasiswa Komunikasi Udinus 2015 ini menuturkan, komunitas ini menjadi tempat bagi teman-teman yang ingin belajar dan ingin mengetahui tentang seni tipografi. Mereka tidak memiliki jadwal rutin untuk bertemu dan berkumpul.
Namun mereka akan melakukan kopi darat untuk berbagi informasi atau sekadar bercengkerama bersama teman-teman. Informasi akan dibagikan melalui grup Whatsapp. Lokasi yang biasa mereka jadikan tempat berkumpul ialah Tekodeko Koffiehuis.
Media yang mereka gunakan dalam hand lettering ialah kertas. Beberapa anggota yang lain sudah pernah menerapkan hand lettering pada media papan atau tembok. Sementara peralatan yang digunakan biasanya pensil, spidol,pen brush, dan beberapa peralatan lainnya.
Sementara itu, Edison Saputra menuturkan, tidak ada syarat administratif untuk bergabung menjadi anggota Semarang Coret. Semua orang bebas bergabung dan tidak dipungut biaya apapun. Namun Edison mengharapkan, bila ingin menjadi anggota Semarang Coret, minimal telah menghadiri dua pertemuan. Hal tersebut hanya sebagai syarat agar anggota baru dapat mengenal anggota lain.
Muhammad Irfan Islami (19), menuturkan, ia bergabung di komunitas Semarang Coret sejak 18 Maret 2015. Ia mengetahui komunitas Semarang Coret dari media sosial Instagram. Manfaat yang ia peroleh sebagai salah satu anggota Semarang Coret ialah ia mengenal orang baru, berbagi ilmu tentang menghadapi klien, dan berbagi informasi mengenai pekerjaan.
Sumber: Tribun Jateng