IAI Jabar: Apotek di Jabar Kekurangan Tenaga Apoteker

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Jawa Barat menilai keberadaan apotek dan klinik yang saat ini bertebaran masih kekurangan tenaga pelayanan apoteker. Pasalnya, apoteker yang bekerja sebagai penyalur ketersediaan farmasi atau perbekalan kesehatan kepada masyarakat hanya beroperasional rata-rata empat jam perhari.

Ketua pengurus daerah IAI Jawa Barat, Ali Mashuda, menjelaskan, satu apotek di Jawa Barat rata-rata beroperasi 16 jam dengan 2 tenaga apoteker yang bekerja 4 jam perhari artinya ada jeda beberapa jam yang kosong.

“Itu apotek yang buka 16 jam belum yang 24 jam,” ucapnya, Kamis (22/12).

Ali memaparkan, apotek di Jawa Barat kurang lebih mencapai 4.000 unit dan 6.000 klinik sedangkan ketersediaan apoteker yang ada sekitar 9.000 orang artinya, jika harus memenuhi peraturan perundangan-undangan dari analisis waktu maka dibutuhkan empat kali-lipat tenaga apoteker.

“Misalnya ada 10.000 tempat baik itu apotek atau klinik kemudian waktu kerja apoteker 4 jam satu hari, kami menghitung kekurangan nya sekitar 30.000-40.000 ribu apoteker,” paparnya.

Dikatakan Ali, jumlah apoteker yang saat ini tersedia tidak hanya bekerja di apotek saja namun tersebar di beberapa pelayanan medis seperti Rumah Sakit (RS), Puskesmas, Industri obat dan lain sebagainya.

“Jadi jelas apoteker masih kurang,” terangnya.

Ali tidak menampik, minimnya tenaga apoteker di setiap tempat pelayanan medis di Jawa Barat karena terbentur biaya operasional sedangkan saat ini bisnis apotek sedang menurun semenjak diberlakukannya skenario BPJS dimana harga obat ditekan oleh pemerintah dan secara tidak langsung kunjungan konsumen semakin menurun sejak 2014.

“Ada biaya lebih yang harus dikeluarkan bila menambah tenaga, nah itu jadi persoalan sedangan aturan mewajibkan setiap apotek harus ada apoteker,” jelas Ali.

 Sebelum ada peraturan yang baru, kata Ali, solusi sementara yaitu membuat satu gabungan pengusaha apotek ke dalam satu tempat yang besar karena bisa menekan biaya operasional, sewa tempat sekaligus penataan menagement dan pengawasan obat-obatan lebih tertib.

“Misalnya ada 20 apotek di satu tempat itu akan mengurangi biaya operasional tinggal mengurus managementnya. Bila dibiarkan berterbatan akan semakin miris, mungkin banyak apotek tanpa apoteker akhirnya gulung tikar atau apotek tetap berdiri tanpa apoteker’ kan itu menyalahi aturan,” tandasnya.(arh)

Sumber: Pojoksatu

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *