Komunitas Batik Surabaya (KIBAS); Gali dan Kenalkan Filosofi Batik Jawa Timur ke Masyarakat

Komunitas Batik Jawa Timur atau yang dikenal dengan nama KIBAS, didirikan pada 2007 oleh internal dosen UK Petra yang digawangi oleh Lintu Tulistyantoro, dosen Fakultas Seni dan Desain, dengan nama Komunitas Batik Surabaya yang disingkat menjadi KIBAS.

Anggota komunitas tersebut rutin berbagi dan mengajarkan kemampuan membatik mereka pada warga, karang taruna, dan siswa sekolah di sekitar kampus UK Petra di daerah Siwalankerto Surabaya.

Pada 2009 bertepatan dengan penerapan Hari Batik Nasional, KIBAS mengadakan event karnaval yang didatangi banyak orang dari luar wilayah Siwalankerto termasuk awak media. Ketika itu, beberapa teman dari media memprotes nama komunitas yang mencantumkan kata Surabaya namun kiprahnya masih di wilayah kampus UK Petra saja.

“Mereka meminta agar komunitas ini ditarik keluar agar bisa memberi manfaat pada seluruh Surabaya sesuai namanya, kalau bisa sekalian se-Jawa Timur,” cerita Lintu, ketua KIBAS.

Para anggota pun sejak saat itu menyepakati untuk mendedikasikan diri mengedukasi dan mensosialisasikan batik ke masyarakat Jawa Timur.

Komunitas Batik Surabaya pun berganti nama menjadi Komunitas Batik Jawa Timur dengan tetap menyertakan singkatan nama “KIBAS” yang sudah cukup melekat dan mudah dihafal.

Dengan bantuan tambahan anggota di luar UK Petra, KIBAS mulai berkiprah luas pada lingkup Jawa Timur.

Komunitas yang telah beranggotakan 600 orang dari berbagai kalangan itu mulai aktif menjadi pusat informasi dan memberikan pelatihan baik individu maupun bekerjasama dengan pemerintah.

Meski awalnya mengalami beberapa kesulitan karena kurangnya pemahaman mengenai batik Jawa Timur yang mereka fokuskan, tapi para anggota terus menggali dan mencari tahu ilmu dan filosofi batik Jawa Timur untuk disalurkan pada masyarakat.

KIBAS juga menggelar pameran secara rutin di galeri House of Sampoerna Surabaya dengan tema yang berbeda-beda yang masih dalam lingkup batik Jawa Timur.

“Ketika menggelar pameran pertama, kami dibantu oleh anggota yang merupakan kolektor batik dan mengizinkan koleksinya dipamerkan dan sebagai bahan pembelajaran,” kata Lintu.

Secara rutin pula, KIBAS melakukan perjalanan ke daerah-daerah di Jawa Timur untuk membangun relasi dengan para perajin, bukan untuk keperluan pribadi atau kelompok, melainkan untuk mempermudah pertemuan antara perajin atau produsen dengan pembeli tanpa terlalu banyak melalui perantara.

“Kami berusaha agar para perajin meraih kesejahteraan juga karena membatik itu tidak gampang dan sebagai masyarakat Indonesia kita harus menghargainya,” ujarnya.

Setiap kunjungan ke daerah juga diiringi dengan pelatihan sesuai batik daerah yang dikunjungi untuk masyarakat awam dan diakhiri dengan pameran.

Tujuannya, tentunya untuk menaikkan pamor batik Jawa Timur yang belum banyak dikenal.

“Selama ini batik memang identik dengan daerah Jawa Tengah. Jadi kami berusaha memaksimalkan potensi batik Jawa Timur yang luar biasa itu,” katanya.

Seperti pada kesempatan beberapa saat lalu, KIBAS melakukan pelatihan pembuatan batik di selendang gedog khas Tuban yang disesuaikan dengan perjalanan ke daerah barat Jawa Timur (Tuban, Lamongan, Bojonegoro, Nganjuk, dan Jombang).

Pelatihan yang dilaksanakan di Studio Tekstil Jurusan Seni Rupa Unesa tersebut diikuti sebanyak 25 orang umum dan mahasiswa yang sangat antusias mempelajari salah satu jenis batik Jawa Timur yang unik itu.

Sumber: TRIBUNNEWS

Foto dari Josstoday

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *