Paguyuban Keluarga Wonogiri (Pakari); Kembalikan Jati Diri Wong Wonogiri

Bertepatan dengan HUT Paguyuban Keluarga Wonogiri (Pakari) yang ke-9, wong Wonogiri yang berada di wilayah Jabodetabek akhirnya menggelar kumpul bareng di Anjungan Jawa Tengah, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Cipayung-Jakarta Timur akhir pekan kemarin.

Ketua Umum Pakari, Hj. Ary Susanto mengatakan, bahwa paguyuban Pakari merupakan sebuah wadah untuk mengembalikan jati diri wong Wonogiri dan bukan sebagai wadah untuk kepentingan politik,” ungkapnya saat memberikan sambutan. “Oleh karena itu, siapapun boleh ikut bergabung dengan Pakari, sepanjang untuk membangun keguyuban,” tambahnya.

Pakari sendiri merupakan rumah bersama bagi warga Wonogiri yang tinggal Jabodetabek dan berasal dari 25 Kabupaten yang ada di Wonogiri-Jawa Tengah. Beberapa Paguyuban tersebut tergabun galam Paguyuban Pandowo, Paguyuban Giri Manunggal, Paguyuban Pawon Mas, Paguyuban Banyoe Benink, Suara Rakyat Wonogiri (SRW).

Tidak hanya sebagai wadah silahturahmi saja, diungkapkan Ketua Panitia Ulang Tahun ke-9 Pakari, Leles Sudarmanto, Paguyuban ini juga menjadi wadah untuk menjalin kebersamaan dan bukan hanya di internal Wonogori saja, tetapi juga membangun jejaring dengan berbagai paguyuban  terutama Jawa Tengah.

“Salah satu contohnya, sudah beberapa tahun ini kita bersama Paguyuban Jawa Tengah (PJT) menggelar mudik lebaran gratis. Lebaran tahun ini, rencananya akan menyediakan 200 bus gratis mudik lebaran dan juga tahun ini akan menyediakan kereta gratis,” kata Leles.

Dalam acara HUT Pakari ini, suasana pun kian semarak dengan dimeriahkannya penampilan artis asal Wonogiri, seperti Penyanyi dangdut Hapsari, Penyanyi keroncong Yurita, dan penyanyi campursari Susan.

Tidak hanya itu saja, terdapat juga pementasan fragmen dengan lakon berdirinya Waduk Gajah Mungkur yang dimainkan oleh anak-anak muda Wonogiri. Lakon tersebut menggambarkan tentang proses perpindahan warga Wonogiri pada tahun 1976 yang harus merelakan tanah kelahiran digusur. Mereka dipindahkan menjadi transmigran ke beberapa wilayah di Sumatera untuk pembangunan waduk Gajah Mungkur.

Leles mengatakan, fragmen ini sengaja ditampilkan untuk menunjukan bahwa keikhlasan wong Wonogiri meninggalkan tanah kelahirannya untuk pembangunan waduk. “Ini adalah bukti ‘kenegarawan’ wong Wonogiri, mereka rela berkorban untuk kepentingan yang lebih besar,” katanya.

“Dan pengorbanan itu ternyata benar, waduk Gajah Mungkur kini menjadi ikon Wonogiri. Sementara ‘korban’ yang pindah melalui transmigrasi tersebar di Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, kini juga banyak yang sukses,” kata Leles yang kala itu juga menjadi salah satu ‘korban’ gusuran Waduk Gajah Mungkur.

Sumber: JITUNEWS

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *