Demikian salah satu poin yang mencuat Focus Group Discussion (FGD) bertema “Sinergikan Langkah, Kawal Kekerasan Seksual” yang digelar Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU) di Gedung PBNU Lanita 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu (25/1).
IPPNU menilai, banyaknya jumlah kasus di lingkungan orang-orang terdekat ini bisa jadi terkait dengan kehadiran payung hukum, yaitu UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang telah disosialisasikan secara meluas ke masyarakat, bertambahnya lembaga-lembaga yang dapat diakses oleh perempuan korban, serta meningkatnya kepercayaan korban pada proses keadilan dan pemulihan yang dapat ia peroleh dengan melaporkan kasusnya itu.
Sebagai salah satu organisasi yang fokus bergerak di isu perempuan khususnya pelajar dan santri ini mengupayakan berbagai rancangan strategis untuk turut serta andil mengambil bagian penting. Diskusi tersebut bertujuan agar para pelajar dapat bersinergi dengan pemerintah untuk berperan aktif di tengah masyarakat dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Ketua Umum IPPNU Puti Hasni menyampaikan, kekerasan seksual pada anak sudah sangat darurat. Kasus paedofil Emon dan kasus-kasus lain baru-baru ini menunjukkan ada banyak penjahat seksual berkeliaran di sekitar kita.
“Kekerasan seksual pada anak bukan masalah biasa, Presiden Jokowi sampai mengeluarkan Perppu Kebiri Penjahat Seksual,” ujarnya dalam kegiatan ini diikuti sekitar 35 pelajar dari Jabodetabek.
Atas masalah ini, PP IPPNU akan membentuk tim khusus di tingkat pusat, wilayah, dan cabang untuk melakukan pencegahan, proteksi, dan edukasi, utamanya pada basis pelajar SD, SMP, dan SMU.
Salah seorang narasumber dari Komnas Perempuan, Ema Mukarramah mengajak kepada seluruh kader IPPNU se-indonesia untuk menyuarakan pengawalan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual melalui setiap kesempatan dan ruang.
“Mari kita kawal para korban dengan memberikan dukungan korban kekerasan seksual untuk menjadi pulih dan berdaya, temani ke psikolog, perawatan kesehatan, tidak menyalahkan, ajak ke lembaga pendamping korban, bantu menyimpan barang bukti, pelaporan ke kepolisian dan visum, advokasi kampus/sekolah, penguatan keluarga, dan sanksi sosial terhadap pelaku,” pintanya.
Sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) HM. Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan,
kita harus membangun kesadaran kolektif tentang bahaya kekerasan seksual dengan terus mengadakan kampanye dan diskusi-diskusi mekanisme pencegahan seksual, baik terhadap perempuan dan anak. (Mahbib)
Acara ini dilanjutkan dengan pembacaan Ikrar lawan Kekerasan Seksual terhadap Anak dan Perempuan yang langsung dipimpin Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj di ruanganya, didampingi Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini. Berikut butir lengkap ikrar tersebut.
1. Mengutuk terjadinya kekerasan terhadap anak dan perempuan
2. Berjuang secara bersama untuk stop kekerasan terhadap anak dan perempuan dan seluruh faktor yang menyebabkannya. Stop narkoba, pornografi dan seks bebas.
3. Mengajak kepada pemerintah untuk serius melakukan langkah pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan terhadap anak
4. Meminta aparat penegak hukum untuk menghukum mati bagi para pelaku kejahatan seksual pada anak
Demikian salah satu poin yang mencuat Focus Group Discussion (FGD) bertema “Sinergikan Langkah, Kawal Kekerasan Seksual” yang digelar Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU) di Gedung PBNU Lanita 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu (25/1).
IPPNU menilai, banyaknya jumlah kasus di lingkungan orang-orang terdekat ini bisa jadi terkait dengan kehadiran payung hukum, yaitu UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang telah disosialisasikan secara meluas ke masyarakat, bertambahnya lembaga-lembaga yang dapat diakses oleh perempuan korban, serta meningkatnya kepercayaan korban pada proses keadilan dan pemulihan yang dapat ia peroleh dengan melaporkan kasusnya itu.
Sebagai salah satu organisasi yang fokus bergerak di isu perempuan khususnya pelajar dan santri ini mengupayakan berbagai rancangan strategis untuk turut serta andil mengambil bagian penting. Diskusi tersebut bertujuan agar para pelajar dapat bersinergi dengan pemerintah untuk berperan aktif di tengah masyarakat dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Ketua Umum IPPNU Puti Hasni menyampaikan, kekerasan seksual pada anak sudah sangat darurat. Kasus paedofil Emon dan kasus-kasus lain baru-baru ini menunjukkan ada banyak penjahat seksual berkeliaran di sekitar kita.
“Kekerasan seksual pada anak bukan masalah biasa, Presiden Jokowi sampai mengeluarkan Perppu Kebiri Penjahat Seksual,” ujarnya dalam kegiatan ini diikuti sekitar 35 pelajar dari Jabodetabek.
Atas masalah ini, PP IPPNU akan membentuk tim khusus di tingkat pusat, wilayah, dan cabang untuk melakukan pencegahan, proteksi, dan edukasi, utamanya pada basis pelajar SD, SMP, dan SMU.
Salah seorang narasumber dari Komnas Perempuan, Ema Mukarramah mengajak kepada seluruh kader IPPNU se-indonesia untuk menyuarakan pengawalan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual melalui setiap kesempatan dan ruang.
“Mari kita kawal para korban dengan memberikan dukungan korban kekerasan seksual untuk menjadi pulih dan berdaya, temani ke psikolog, perawatan kesehatan, tidak menyalahkan, ajak ke lembaga pendamping korban, bantu menyimpan barang bukti, pelaporan ke kepolisian dan visum, advokasi kampus/sekolah, penguatan keluarga, dan sanksi sosial terhadap pelaku,” pintanya.
Sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) HM. Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan,
kita harus membangun kesadaran kolektif tentang bahaya kekerasan seksual dengan terus mengadakan kampanye dan diskusi-diskusi mekanisme pencegahan seksual, baik terhadap perempuan dan anak. (Mahbib)
Acara ini dilanjutkan dengan pembacaan Ikrar lawan Kekerasan Seksual terhadap Anak dan Perempuan yang langsung dipimpin Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj di ruanganya, didampingi Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini. Berikut butir lengkap ikrar tersebut.
1. Mengutuk terjadinya kekerasan terhadap anak dan perempuan
2. Berjuang secara bersama untuk stop kekerasan terhadap anak dan perempuan dan seluruh faktor yang menyebabkannya. Stop narkoba, pornografi dan seks bebas.
3. Mengajak kepada pemerintah untuk serius melakukan langkah pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan terhadap anak