Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menanggapi pembubaran paksa kegiatan Pekan Olahraga Seni (Porseni) ke-23 yang seharusnya diselenggarakan pada tanggal 19-22 Januari 2017, di Kabupaten Sopeng, Sulawesi Selatan.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh panitia gabungan Kerukunan Waria dan Bissu se-Sulawesi Selatan, yang secara rutin dilakukan setiap tahun. Kegiatan Porseni bertujuan untuk melestarikan dan menghormati budaya di Sulawesi Selatan, mewujudkan kebersamaan, membangkitkan kreativitas, serta menjalin hubungan silaturahmi dengan masyarakat. Dalam rangkaian kegiatan ini akan diadakan lomba busana haji, lomba busana adat, lomba tarian daerah, lomba karnaval cagar budaya, lomba adzan dan pembacaan ayat suci agama.
Komnas Perempuan menyebut, pembubaran paksa dilakukan oleh Kepolisian Resort Sopeng ketika pembukaan akan dimulai dan 90 persen peserta dari berbagai daerah kabupaten/kota se-provinsi Sulawesi Selatan sudah hadir di tempat, yaitu Gedung Pertemuan Watang Sopeng.
Permintaan dari Pemerintah Daerah, Aparat Keamanan, perwakilan DPRD Kabupaten Sopeng, adalah kegiatan Porseni tidak diberi izin dan tidak boleh diselenggarakan. Alasannya, panitia tidak mempunyai izin dari Polda, sehingga pihak kepolisian tidak dapat menjamin keamanan kegiatan sebab akan ada ancaman dari organisasi masyarakat yang mengatasnamakan Islam yang akan melakukan demonstrasi.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan panitia penyelenggara bahwa persyaratan izin sudah disampaikan sejak tanggal 4 Januari, dan telah dikeluarkan rekomendasi izin dari Kelurahan sampai Kesbangpol Kabupaten Sopeng dan KONI, serta persetujuan dari DPRD Sopeng, termasuk rekomendasi dari Polres Sopeng. Semua dokumen tersebut disampaikan pada 18 Januari 2016 kepada Kapolda Sulsel. Namun, hingga waktu penyelenggaraan, Polda meminta persyaratan yang menyulitkan panitia.
Komnas Perempuan berpendapat, Kegiatan Porseni yang dilakukan Kerukunan Waria dan Bissu se-Sulawesi Selatan adalah kegiatan yang dijamin dalam Konstitusi (UUD NKRI Tahun 1945). Kegiatan yang dilakukan waria bukanlah perbuatan melawan hukum, mengganggu ketertiban umum, sehingga tidak ada alasan aparat penegak hukum untuk melakukan pembubaran atas kegiatan tersebut;
“Peristiwa tersebut bukan hanya sebagai ancaman bagi komunitas waria di Sulawesi Selatan, tetapi sebagai ancaman demokrasi di Indonesia, karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan komunitas waria adalah bagian dari proses demokratisasi yang sesuai dengan tujuan dan cita-cita Republik,” demikian Ketua Komnas Perempuan, Azriana, dalam siaran persnya.
Atas tindakan pembubaran yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Sopeng, dan hambatan atas perizinan penyelenggaraan acara oleh Kapolda, Komnas Perempuan meminta Pemda Sulawesi Selatan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sopeng melaksanakan tanggung jawab pemenuhan HAM dan Hak Konstitusional.
Pemerintah Daerah harus mendukung upaya-upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh kelompok waria yang bersifat positif dan mendukung pengembangan dan kehidupan seni dan budaya di Sulawesi Selatan;
“Kapolda dan Kapolres mesti melakukan tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok yang melakukan ancaman, kekerasan, perbuatan melawan hukum kepada kelompok-kelompok lain, atau kelompok minoritas,” pinta Komnas HAM.
Sumber: Hukum RMOL
Gambar dari Tribun News