Esti Damayanti: Bukan Sekedar ‘Geregetan’ dengan Isu Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Sebagian besar dari kita pasti akan marah bila mendengar isu Eksploitasi Seksual Komersial Anak atau ESKA. Ya, betapa tidak, anak-anak memang sudah seharusnya tak dieksploitasi, apalagi dalam hal seks. Mereka seharusnya menikmati hidup dan haknya sebagai anak, seperti pendidikan, perlindungan orang tua, bermain, dan lainnya. Tetapi coba pikirkan ini, apakah kita hanya berhenti pada kata marah dan prihatin saja? Memang, kebanyakan orang berhenti pada kata-kata saja, tetapi tidak dengan perempuan satu ini, Esti Damayanti namanya.

Perempuan kelahiran Tulungagung, Jawa Timur, 23 tahun silam ini tak hanya mengucap kata marah dan prihatin saja, tetapi ia maju dengan aksi dan upayanya mengentaskan permasalahan yang marak di negerinya ini, melalui komunitas yang ia kepalai sejak 2015 lalu, yakni KOMPAK Jakarta atau Komunitas Orang Muda Anti Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak.

Komunitas ini merupakan bentukan ECPAT Indonesia, sebuah organisasi jaringan nasional yang fokus menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak atau ESKA. KOMPAK Jakarta ini diceritakan Esti Damayanti, dibentuk agar menjadi wadah bagi anak dan orang muda berperan aktif menyuarakan dan menentang isu perdagangan orang dan eksploitasi seksual komersial anak yang marak terjadi di sekitar.

Baca selengkapnya tentang KOMPAK Jakarta di https://komunita.id/2016/03/10/kompak-jakarta-komitmen-menentang-perdagangan-orang-dan-eksploitasi-seksual-komersial-anak/

Magang yang Bikin ‘Geregetan’

Esti—begitu biasanya ia dipanggil telah bergabung sejak 2015 di KOMPAK Jakarta. Awalnya ia hanya jadi relawan saja setelah selesai melakukan kerja magang di ECPAT Indonesia, namun setahun kemudian ia ditunjuk jadi ketua Batch 3 KOMPAK Jakarta dan hingga kini aktif berupaya menyuarakan aspirasi lewat aksinya.

Ketika ditanya mengapa bersedia untuk jatuh lebih dalam lagi ke dalam isu ini, ia punya alasannya. Katanya, ia gemas atau ‘Geregetan’ setelah selesai mendengarkan cerita-cerita korban ketika ia mendampingi korban dan mendengarkan ceritanya sewaktu magang. Ia tergugah melakukan sesuatu, akan tetapi ia belum terlalu aware dan punya wawasan tentang isu ini. Dan bergabung jadi relawan KOMPAK Jakarta inilah jalan yang ia ambil.

Setelah bergabung, ia pun mulai aktif melakukan sosialisasi dan edukasi serta pendampingan kepada anak-anak di sejumlah sekolah. Ia mendengarkan cerita beragam dari banyak orang dan sering terperangah mendengar fakta yang ia temukan di lapangan.

Tambahnya, “Aku kaget, ternyata semudah itu ya menjadi korban kekerasan. Bahkan dari cerita anak-anak, mereka ternyata ada yang nggak tahu kalau itu sudah termasuk tindak kekerasan dan eksploitasi. Tabu buat mereka hal ini.”

Bukan hanya tabu, kata Esti ada penyebab lain yang membuat anak-anak Indonesia rentan di eksploitasi dan mendapat kekerasan, hal itu ialah adalah budaya patriarki. Kata Esti, budaya diskriminasi gender ini dibiarkan turun temurun dalam keluarga. Faktor lainnya adalah faktor ekonomi.  Kata Esti, himpitan kebutuhan hidup inilah yang juga mendorong orang tua untuk mengeksploitasi anak, misalnya, perkawinan anak atau di anak-anak didorong jadi pekerja seks.

Apa yang Didapat, Diberikan Kembali

Bagi perempuan muda yang sedang duduk di semester akhir perkuliahan kriminologi di FISIP Universitas Indonesia ini, KOMPAK Jakarta telah banyak membantunya dalam banyak hal, salah satunya skripsi. Kata Esti, adalah suatu keuntungan baginya dapat terjun langsung ke lapangan untuk melengkapi skripsinya. Pasalnya ia mengatakan, terkadang apa yang tertulis di buku-buku tebal berisi teori itu tak sesuai dengan yang ia temui langsung di lapangan. Kepribadiannya juga makin berkembang karena pikirannya yang makin terbuka setelah bertemu banyak orang dengan cerita dan sudut pandang beragam.

“Aku juga dapat suntikan semangat dan inspirasi dari anak-anak muda yang terjun bareng. Aku pikir sebelumnya mereka apatis , tapi kenyataannya enggak kok. Maka itu aku makin semangat dan tertantang mengentaskan isu ini,” tukas Esti.

Akan tetapi, dibalik manfaat yang ia dapat, ia juga dihadapkan sejumlah tantangan. Salah satunya adalah komunikasi. Esti mengatakan, menghadapi korban dari isu yang sangat kompleks ini membutuhkan kemampuan komunikasi yang khusus dan wawasan luas. Esti dan teman-teman di KOMPAK Jakarta mesti hati-hati ketika berkomunikasi dengan korban dan harus cari cara agar apa yang mereka bicarakan tak sampai melukai hati. Hal komunikasi ini juga berlaku ketika melakukan sosialisasi ke anak-anak. Bahasa yang sederhana harus dipakai ketika menanamkan pemahaman kepada anak.

“Harus belajar terus untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan ilmu perlindungan anak. Kan isu ini berkembang terus, maka itu harus terus upgrade kemampuan dan metode baru yang bisa diterima masyarakat. Bagaimana nih penyampaiannya agar dapat meyakinkan mereka,” ujarnya.

Ia berharap kedepannya KOMPAK Jakarta dapat terus membantu banyak orang, tanpa peduli besaran bantuan itu. Esti optimis gerakan kecil ini sudah jadi awal yang besar akan suatu perubahan kearah yang lebih baik.  Dan ia juga percaya, bahwa ia dan teman-temannya ada di KOMPAK Jakarta pasti punya tujuan baik yang diperjuangkan bersama.

“Aku mendapat banyak banget dari KOMPAK Jakarta dan aku harus mengembalikan itu ke masyarakat, entah dalam bentuk serupa atau berbeda. Yang penting, selagi muda dan masih bisa berkarya, aku mesti berjuang menyuarakan suara orang-orang yang ingin didengar supaya nggak ada korban lainnya,” tutupnya.

Dokumentasi: Esti Damayanti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *