Frans Anggiat: Takkan Jenuh Layani Masyarakat Prasejahtera lewat Pendidikan

Pria ini awalnya hanya ikut kegiatan mengajar anak-anak prasejahtera dari kegiatan persekutuan di kampus tempatnya mendalami ilmu teknik elektro, yakni Universitas Negeri Jakarta. Namun tak pernah ia sangka, berkat hal itu ia kini ia jatuh makin dalam di dunia mengajar. Bahkan ia dan temannya mendirikan sebuah tempat belajar bagi anak-anak prasejahtera di sebuah rumah warga di Kampung Pertanian, Jakarta Timur. Tempat itu mereka namakan Sanggar belajar Sejahtera.

Pria itu adalah Frans Anggiat. Bersama seorang teman bernama Max Andrew, dan seorang warga kampung setempat yang sering dipanggil Pak Cecep, ia meresmikan rumah sederhana tempat anak-anak prasejahtera mendapatkan bimbingan dalam hal pendidikan pada 2006 silam. Tujuannya mulia, yakni menuntun anak-anak prasejahtera mendapatkan ilmu tambahan, membimbing mereka agar tak mendapat kesulitan belajar, menanamkan pemahaman kepada anak akan pentingnya pendidikan jenjang tinggi dan tak putus sekolah.

Pendidikan yang diberikan Frans bersama relawan sanggarnya ini meliputi pendidikan formal seperti bimbingan mata pelajaran berhitung atau matematika, IPA, IPS, membaca, dan bahasa Inggris. Bukan hanya itu saja, kata Frans, sanggarnya juga seringkali menyelenggarakan kegiatan bakti sosial atau santunan untuk anak yatim piatu dan juga santunan untuk keperluan sekolah anak-anak.

Rintangan Bertubi dalam Perjalanan Sanggar

Akan tetapi apa yang diusahakan oleh Frans— begitu biasanya ia dipanggil, bukanlah hal yang  mudah. Ia mesti menghadapi tantangan bertubi-tubi dalam perjalanan bersama sanggarnya. Pertama-tama soal kepemilikan sanggar yang masih kontrak diawal pendiriannya, kejadian kebakaran yang menimpa sanggarnya yang membuat aktivitas sanggar terhenti selama beberapa waktu, hingga soal sulitnya menanamkan pemahaman akan pentingnya pendidikan kepada para orang tua dan anak.

“Masalah yang penting ini hingga sekarang, ada orang tua yang belum paham, sehingga mereka cuek dengan anak dan tidak memberikan motivasi kepada anak untuk giat belajar, sehingga anak-anak tak punya motivasi untuk sekolah ke jenjang tinggi. Bahkan ada anak yang jadinya malas,” ujarnya.

Masalah lainnya adalah soal biaya pendidikan yang menjadi penghalang para orang tua menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi masalah ini tak sama sekali menghentikan langkah Frans dan kawan-kawan relawan, mereka justru mencoba jalan lain, yakni mencarikan sang anak beasiswa atau ujian kejar paket bagi anak-anak yang putus sekolah.

Tak Pernah Terbesit menjadi Seorang Pengajar

Sebenarnya Frans tak hanya jadi pengajar di sanggarnya, ia juga punya kesibukan lain. Malahan kesibukan ini cukup menyita waktunya dari Senin hingga Jumat. Bukan, kesibukannya bukan sebagai karyawan swasta, melainkan seorang guru di Sekolah Menengah Pertama swasta di Jakarta.

Akan tetapi meski waktunya sebagian besar dihabiskan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, ia mengaku tak pernah melewatkan kegiatannya membagikan ilmu di sanggar belajar bentukannya sendiri. Bahkan ia menyempatkan waktunya di malam hari untuk mengajar anak-anak sanggar setiap Selasa dan Kamis.

Tambahnya seraya menjelaskan, “Pagi sampai sore saya mengajar dulu di sekolah, malamnya saya ke sanggar. Hanya Selasa dan Kamis, karena giliran saya hari itu. Untuk hari lain ada tenaga pengajar yang lain. Jadi bergantian seperti itu.”

Dalam percakapan sore itu Frans juga menceritakan, sebenarnya dulu sekali saat masih duduk di bangku kuliah, ia sama sekali tak punya gambaran menjadi seorang pengajar apalagi menjadi seorang guru di saat ini di sebuah sekolah swasta di Jakarta. Ia hanya senang dan tergerak hatinya melakukan pelayanan kepada orang yang membutuhkan terutama dalam hal pendidikan, karena menurutnya orang-orang ini butuh perhatian dan kepedulian.

Seperti yang telah disebutkan diawal, Frans sama sekali tak punya latar belakang di bidang pendidikan, ia malah punya latar belakang dalam bidang teknik. Lantas dari mana ia bisa luwes mengajar anak-anak? Pertanyaan ini ia jawab dengan mudah, yaitu secara autodidak dari kegiatan mengajar yang ia lakukan pertama kali di kawasan Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, saat kuliah.

Upah Sederhana untuk Frans

Tak ada upah yang ia dapatkan dari kegiatannya mengajar di Sanggar Belajar Sejahtera, malahan ia harus mengeluarkan uang untuk operasional sanggar yang juga dikumpulkan secara patungan bersama para relawan tiap bulannya. Akan tetapi katanya itu tak masalah, asal ia terus dapat melayani. Upah yang ia dapatkan terlihat sangat sederhana, yakni rasa bahagia.

“Melihat anak-anak ini rajin belajar dan punya niatan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, serta melihat mereka tumbuh jadi lebih baik dan pintar, itu saja sudah membuat saya bahagia,” kata pria kelahiran 1976 ini seraya tertawa kecil.

Bukan hanya kebahagiaan, ia menambahkan kalau semangat belajar yang anak-anak tunjukan di sanggarnya itu juga memberikannya motivasi kepadanya untuk tak pernah lelah mengajar dan tak pernah berhenti mengajar. Jenuh sudah pasti pernah, ia tak menyangkal hal itu terjadi. Namun kata Frans, karena semua dilakukan dengan hati, maka rasa jenuh dapat dengan mudah ditenggelamkan.

Terus Mengajar Tanpa Waktu yang ditentukan

Hingga saat ini Frans masih aktif mengelola sanggarnya di Kampung Pertanian, Jakarta Barat, dan sudah membimbing ratusan anak usia sekolah di sebuah rumah warga. Bahkan beberapa upayanya berhasil, yakni mengantar mereka kembali ke sekolah, ke jenjang yang lebih tinggi dan mengantar mereka berhasil lulus dan bekerja membantu keluarga. Memang tak banyak, namun hal ini akan terus diupayakan Frans dan para relawan meski sulit dilakukan.

Kedepannya ia berharap,  dapat terus mengajar tanpa waktu yang ditentukan. Akan tetapi bukan berarti ia tak punya keinginan untuk mewariskan semangat melayani kepada generasi yang lebih muda, ia juga berharap akan ada regenerasi nantinya, pasalnya ia tak ingin langkah dan upaya sanggarnya mengentaskan masalah pendidikan ini terhenti.

 

Dokumentasi: Frans Anggiat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *