Fajar Surya Budiman dan Kegigihannya Ajak Anak Muda Peduli Pembangunan Negeri Timur Indonesia

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) tahun 2010-2015 Papua dan Papua Barat memiliki nilai paling rendah di antara seluruh provinsi di Indonesia. Papua Barat memiliki nilai 61,73, sedangkan Papua memiliki nilai 57,25. HDI didapatkan dari penghitungan variabel berupa kesehatan, harapan hidup, pendidikan dan standar hidup masyarakat ini digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata warga di suatu negara dalam hal pembangunan manusia.

Bila Papua dan Papua Barat mendapat angka paling rendah, ini berarti masyarakat di daerah itu tak punya pelayanan kesehatan yang cukup memadai, juga pendidikan, serta standar hidup yang memadai. Coba bayangkan, anak-anak yang tinggal di daerah itu tak punya banyak kesempatan untuk penghidupan layak seperti anak-anak di propinsi lain. Mereka kesulitan mengakses pelayanan kesehatan dan kesulitan juga dalam mengakses kunci penting dalam hidup, yakni pendidikan.

Akan tetapi sering kali kebanyakan dari masyarakat hanya menggelengkan kepala atau mulai menyalahkan pemerintah akan ketidakadilan yang disebabkan oleh ketidakmerataannya pembangunan. Tetapi untung saja ada segelintir pemuda yang memulai langkah kecilnya menjajaki negeri timur Indonesia dan memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak dan masyarakat di sana. Para pemuda ini tergabung dalam komunitas Untuk Papua.

Komunitas yang bermarkas di Yogyakarta ini digerakan pertama kali oleh Fajar Surya Budiman. Ia menceritakan kalau komunitas ini mulanya dari proposal sebuah proyek Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kampusnya, Universitas Gajah Mada. Kala itu ia mengerjakan proposal ini bersama kedua temannya, yakni Rina dan Agam yang ide awalnya datang dari Fajar yang pernah tinggal di Papua karena sang ayah punya kewajiban dinas.

“Aku bersekolah disana selama setahun. Dari situ ia menyoroti dan mulai prihatin betapa terbelakangnya pendidikan di negeri timur Indonesia ini. Aku mikir kapan ya aku bisa berbuat sesuatu untuk mengubah kondisi pendidikan disini. Kapan ya? Kapan aku bisa kembali lagi ke sini?” cerita pria kelahiran Bogor tahun 1992 ini.

Dan ajaib, keinginannya untuk berbuat baik ini dikabulkan saat ia duduk di bangku kuliah. Ia punya kesempatan untuk kembali lagi ke Papua melalui proposal KKN yang disetujui pihak kampus. Ia pun kemudian berangkat bersama puluhan mahasiswa lainnya yang datang dari beragam latar jurusan kuliah ke Kampung Manyaifun, Distrik Waigeo Barat Kepulauan, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Di sana mereka membangun rumah belajar, memberikan panel surya, membimbing koperasi, membenahi objek wisata, hingga memberikan penyuluhan kesehatan.

Akan tetapi niat baik untuk masyarakat di Bumi Cendrawasih ini sempat tak berjalan mulus pada awalnya. Mereka sempat mendapat penolakan warga. Akan tetapi hal ini tak memukul mundur Fajar dan kawan-kawan, justru berkat hal ini mereka makin tertantang untuk gigih berkomunikasi dengan masyarakat dan meyakinkan mereka akan pentingnya pendidikan, kesehatan, dan masyarakat yang berdaya. Dan syukurlah, meski memakan waktu 1 bulan lamanya, Fajar dan kawan-kawan pun berhasil.

“Apa ya, mereka itu (masyarakat pedalaman Papua) masih belum punya pemikiran kalau pendidikan itu penting. Pasalnya mereka pikir, alamnya sangat kaya kok, jadi nggak butuh apa-apa lagi. Padahal kalau mereka dapat pendidikan, tahu cara mengolahnya, dan berdaya, mereka akan maju dan tak ketinggalan lagi,” jelas Fajar.

Upaya Fajar dan kawan-kawan membangun kehidupan yang lebih baik di Papua tak berhenti dalam KKN saja. Untuk melanjutkannya, Fajar memutuskan untuk menuangkannya kedalam komunitas ‘Untuk Papua’ yang ia asuh hingga kini. Ia dan kawan-kawannya pun aktif menggalakan program-program pembangunan dengan cara kreatif yang bertujuan untuk mengajak para masyarakat Indonesia untuk peduli dan berpartisipasi pula dalam pembangunan Papua tanpa perlu ke jauh-jauh kesana.

Tambahnya, “Ajakan ini juga dibuat untuk menyadarkan kembali para anak-anak muda Indonesia untuk lebih peduli dengan negara sendiri. Aku ingin sekali membuka mata anak-anak muda Indonesia yang ada di luar negeri. Sehebat apapun mereka di luar negeri, kalian harus kembali dan bangun negara sendiri dulu. Indonesia butuh peran mereka.”

Cara-cara kreatif yang ditempuh Fajar dan kawan-kawannya salah satunya melalui musik. Ia membentuk sebuah grup musik bernama “Papua Voice” yang sering mondar-mandir dari panggung ke panggung dan juga beberapa kafe di kota Yogyakarta untuk mengajak masyarakat untuk peduli dan membantu masyarakat Papua sambil menggalang dana.

Melihat aksinya, mungkin sebagian besar dari masyarakat bingung mengapa Fajar rela mengurusi komunitasnya dan rela mengurusi pembangunan Papua yang sangat jauh letaknya. Ketika ditanya soal kepeduliannya, Fajar mengaku kalau ini berkat nilai-nilai berbagi yang ditanamkan keluarganya sejak ia masih kecil. Ia selalu dipesankan oleh sang bunda untuk terus berbagi apapun sebisa mungkin, meski dilanda keterbatasan sekalipun. Dan ia pun percaya kalau timbal balik yang ia dapatkan dari berbagi kebaikan ini tak ternilai harganya, yakni doa.

Hal lainnya yang juga ia anggap tak ternilai ialah kebahagiaan yang ia dapatkan dari kebahagiaan masyarakat Papua. Kata Fajar, kebahagiaan masyarakat Papua adalah kebahagiaan miliknya dan teman-teman #UntukPapua. Hal inilah yang jadi suntikan semangat buatnya untuk terus berusaha membangun bumi Papua jadi lebih baik.

Akan tetapi dalam percakapan sore itu, Fajar juga tak menutup-nutupi kalau ia sempat lelah dan ragu  untuk melanjutkan gerakannya ini. Hal ini katanya disebabkan oleh keterbatasan dana yang dimiliki komunitasnnya.

“Jujur saja, ini dibangun habis-habisan. Saya pernah masuk masa-masa down karena pendanaan yang sulit. Akan tetapi untung saja aku nggak benar-benar berhenti. Satu tim kita cari cara untuk cari pendanaan, ya itu, lewat musik dan cara kreatif lainnya,” jelas Fajar.

Berkat kegigihannya untuk tak menyerah itu pula ia makin banyak dibukakan jalan untuk membangun Papua. Ia bahkan bekerja sebagai staf kementrian bidang partisipasi masyarakat yang kental sekali dengan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di suatu daerah, terutama soal perempuan dan anak-anak. Hal ini tentu bisa berjalan beriringan dengan kegiatannya di #UntukPapua.

Hingga saat ini Fajar dan teman-teman #UntukPapua sudah menyambangi Kampung Manyaifun di Waigeo kepulauan Raja Ampat, Kampung Marsi Kaimana di provinsi kaimana, dan Wamena. Mereka  berhasil mendirikan 3 rumah belajar, sebuah koperasi, panel surya untuk tambahan energi dan memberikan seragam sekolah untuk anak-anak Papua. Ia berharap kedepannya ia makin bisa menyebarkan gerakan ini bukan untuk pembangunan Papua saja, tetapi daerah lainnya di Timur Indonesia yang belum terjamah pemerataan pembangunan.

“Ini yang juga masih jadi upaya kami hingga kini, yakni merubah mindset masyarakat Papua akan kekayaan alamnya yang perlu diolah oleh masyarakatnya sendiri agar mereka tak ketinggalan lagi dari provinsi lain,” tutup Fajar.

Baca selengkapnya tentang kiprah #UntukPapua di sini https://komunita.id/2016/03/10/komunitas-untukpapua-langkah-nyata-untuk-pendidikan-di-papua/

 

Dokumentasi: Fajar Surya Budiman

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *